Oleh: Bambang Maryanto, ASN pada Kementerian Keuangan
Di awal triwulan III tahun 2022 ini, nampaknya dunia masih akan dihadapkan pada kondisi ketidakpastian perekonomian,setelah sebelumnya dengan pandemi Covid-19, kemudian disusul dengan perang berkelanjutan antara Rusia dengan Ukrania yang berkembang eskalasi tensi geopolitik global berimplikasi pada berkurangnya ketersediaan komoditas energi global dan berakibat pada melonjaknya harga komoditas energi dan pangan menyebabkan ketidakpastian baru yang berdampak bagi perekonomian di dunia. Ketidakpastian itu datang dalam bentuk resesi. Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu), saat ini ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. Berdasarkan laporan World Economic Outlook IMF, pertumbuhan ekonomi global diproyeksi berada di level 3,2 persen pada tahun 2022 dan 2,7 persen untuk tahun depan. Namun, kondisi ekonomi Republik Indonesia (RI) masih relatif resiliensi dan kuat dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 tetap di angka 5,3 persen dan 5 persen pada tahun depan. Keyakinan ini utamanya didukung oleh realisasi penerimaan pajak yang tinggi hingga akhir September 2022.
“Kinerja APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) hingga kuartal III-2022 masih positif, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih kuat didukung oleh neraca perdagangan, konsumsi rumah tangga, dan investasi sebagai penopang utama. Penerimaan pajak juga masih tinggi. Semuanya memperlihatkan pemulihan ekonomi yang terus terjaga, kontribusi harga komoditas yang masih di level relatif tinggi serta dampak positif dari berbagai kebijakan pemerintah,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangannya. Realisasi Belanja Negara hingga akhir Agustus 2022 mencapai Rp1.657,0 triliun atau 53,3% target APBN sesuai Perpres 98/2022 (Pagu).
Di Indonesia, APBN merupakan shock absorber dampak peningkatan risiko global melalui kebijakan subsidi dan kompensasi energi turut menjaga pemulihan ekonomi secara keseluruhan agar tetap berkesinambungan.
Kerja keras APBN melalui Belanja Negara didukung oleh program pemulihan ekonomi dan upaya untuk menjaga dampak adanya ketidakpastian. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sampai dengan Agustus 2022 mencapai Rp1.178,1 triliun (51,2% dari Pagu). Belanja K/L sebesar Rp575,8 triliun (60,9% dari Pagu), utamanya dimanfaatkan untuk penyaluran berbagai bansos dan program PEN ke masyarakat; pengadaan peralatan/ mesin, jalan, jaringan, irigasi; belanja pegawai termasuk THR dan Gaji ke-13; dan kegiatan operasional K/L. Sementara realisasi Belanja Non-KL mencapai Rp602,3 triliun (44,4% dari Pagu) utamanya didukung penyaluran subsidi, kompensasi BBM dan listrik, dan pembayaran pension (termasuk THR dan Pensiun ke-13) serta jaminan kesehatan ASN.
Kinerja APBN ini masih lebih baik apabila dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari sisi pertumbuhan maupun penggunaan anggaran. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia ini meski dibawah tekanan global, masih mengalami momentum pertumbuhan yang cukup kuat.
Bila kita amati capaian dan besarnya belanja APBN 2022 tersebut, hal ini bisa tercapai karena adanya dukungan dari pengelolaan kas negara yang efektif dan pruden yang dilaksanakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Ditjen Perbendaharaan).
Salah satu aset yang sangat penting untuk keberlangsungan belanja APBN adalah kas yang memiliki sifat likuid namun terbatas. Manajemen kas yang tangguh menjadi krusial disebabkan pemerintah memiliki sumber pendapatan yang bervariasi, demikian pula sisi belanja dan transfer ke daerah dan dana desa dengan berbagai karakteristiknya. Pemerintah harus mampu mengatur waktu dan volume arus masuk dan keluar kas untuk memastikan dan menjamin tidak terjadi kekurangan (gagal bayar) dan/atau kelebihan kas yang menganggur (idle).
Menilik prinsip tersebut, terdapat 3 (tiga) kunci pengelolaan kas negara yang telah dilaksanakan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan sehingga mampu mendukung, mengawal dan menjamin keberlangsungan belanja, transfer ke daerah dan dana desa pada APBN 2022.
Kunci pertama adalah penggunaan Rekening Tunggal Perbendaharaan. Dimana pengelolaan kas yang baik dapat diwujudkan apabila pemerintah dapat memantau posisi kasnya secara efektif dan efisien setiap saat. Langkah yang ditempuh adalah dengan menerapkan rekening terpusat pada satu rekening (treasury single account atau TSA).
Ditjen Perbendaharaan memiliki satu rekening induk untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. Konsolidasi penerimaan dan pengeluaran dilakukan terhadap berbagai rekening lain yang diizinkan untuk menampung dana penerimaan dan pengeluaran. Rekening-rekening ini harus bersaldo nihil di setiap akhir hari kerja. Penihilan dilakukan dengan memindahbukukan saldo pada setiap hari kerja ke rekening induk TSA.
Selanjutnya Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang akan melakukan belanja negara tidak diperbolehkan mengelola rekening untuk menampung dana dan membayar atas beban APBN tanpa pengawasan dan persetujuan Kementerian Keuangan. Pembayaran belanja negara dilaksanakan melalui permintaan pembayaran ke Ditjen Perbendaharaan dan untuk kemudian akan diatur pembayaran atas tagihan-tagihan tersebut. Untuk belanja dalam jumlah relatif tidak besar, unit K/L diberikan dana dalam jumlah tetap yang bersifat bergulir setelah dipertanggungjawabkan.
Demikian juga untuk Badan Layanan Umum (BLU) yang diberikan fleksibiltas untuk mengelola dana meskipun tetap harus dalam pengawasan Ditjen Perbendaharaan. Penertiban dan redesign atas rekening pemerintah lainnya yang masih ada dan rekening hibah langsung sehingga terkonsolidasi menjadi rekening penerimaan dan pengeluaran perlu dilakukan untuk masa yang akan datang.
Kunci kedua, pelaksanaan perencanaan kas di tahun berjalan. Perencanaan kas memegang peranan signifikan dalam menentukan keberhasilan pengelolaan kas. Pemerintah harus memiliki informasi dan dapat memastikan perencanaan aliran masuk dan keluar kas yang biasa dikenal dengan istilah anggaran kas.
Menurut Jones (1996), terdapat konsep penyusunan anggaran kas dimana pola pengeluaran, pola pendapatan, time schedule dan prakiraan anggaran kas yang dapat dilakukan pemerintah. Dimana anggaran kas yang diusulkan oleh unit K/L baik unit penerimaan maupun pengeluaran cukup banyak dan bervariasi.
Belanja yang bersifat rutin seperti gaji dan belanja operasional, perencanan kas akan cenderung lebih mudah untuk disusun, karena jumlah pengeluaran sepanjang tahun akan relatif stabil. Akan tetapi, lain halnya dalam membuat anggaran kas untuk belanja yang bersifat non rutin.
Unit kerja K/L harus mempertimbangkan tingkat prioritas waktu dan volume belanja sepanjang tahun anggaran, kapasitas sumber daya, dan hubungan antar kegiatan sehingga perencanaan kebutuhan kas dan pelaksanaan tidak signifikan berbeda atau deviasi tinggi. Kemampuan BUN melihat perilaku dan pola belanja dan penerimaan untuk dapat lebih menemukan model yang tepat perlu ditingkatkan untuk yang akan datang.
Kunci ketiga, penerapan manajemen kekurangan/kelebihan kas. Manajemen kas yang baik sasaran yang hendak dicapai, menurut Ienert (2009) adalah: (1) meminjam dana hanya pada saat diperlukan untuk menghemat biaya pinjaman; (2) mendapatkan hasil setinggi-tingginya dari penempatan dana atas kas menganggur serta; (3) mengelola risiko dengan cara berinvestasi jangka pendek atas kelebihan kas.
Treasury Dealing Room (TDR) merupakan langkah yang digunakan oleh Ditjen Perbendaharan selaku pengelola kas guna mendukung dan mengawal postur APBN pada kondisi kelebihan kas dengan cara penempatan kas negara di Bank Indonesia; penempatan kas negara di bank komersial: pada instrumen deposito overnight (1-3 hari); pada Deposit on Call yang dapat ditarik sewaktu-waktu dengan pemberitahuan di awal; pada Deposito Berjangka yang dapat ditarik pada tanggal jatuh tempo; pembelian obligasi pemerintah dari pasar sekunder; dan/atau repo/reverse repo.
Imbal hasil atas penempatan tersebut menjadi bagian dari penerimaan negara bukan pajak. Sementara itu pada saat kekurangan akan melaksanakan sebaliknya dan mencari sumber pembiayaan lainnya. Peningkatan besaran imbal hasil penempatan di BI dan bank komersial, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, sistem berbasis IT dan variasi instrumen keuangan perlu ditingkatkan di masa yang akan datang.
Ketiga kunci dalam mengatur kas Negara tersebut bila dijalankan secara disiplin dan pruden didukung IFMIS berbasis informasi dan teknologi sepanjang tahun fiskal APBN oleh Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu akan mampu melawan Resesi dan tangguh mengawal APBN 2022 dan menghadapi tantangan APBN 2023 melalui Pengelolaan Kas yang Tangguh.InsyaAllah
*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja