Oleh : Ayu Mela Yulianti, SPt., Pegiat Literasi dan Pemerhati Kebijakan Publik.
TANGERANGNEWS.com-Tirani minoritas adalah kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh kaum minoritas. Tentu saja tidak ada yang dapat melakukan kesewenang-wenangan kecuali adalah golongan elit atau sekelompok kecil ( minoritas) elit penguasa. Karenanya disebut sebagai tirani minoritas, sebab yang berkuasa adalah elit minoritas.
Tirani minoritas ini hanya akan hadir saat sekelompok elit penguasa berkumpul dalam kelompok oligarki dalam sistem demokrasi, masuk dalam tampuk kekuasaan.
Kelompok oligarki dalam sistem demokrasi akan membuat hukum dan perundang-undangan sesuai dengan kepentingannya, sesuai dengan hawa nafsunya sendiri. Jadilah banyak produk hukum dan perundang-undangan yang dihasilkanya cacat, hukum menjadi tumpul keatas tajam kebawah.
Hukum dan perundang-undangan dibuat untuk melicinkan jalan meraih keuntungan duniawi dengan cara menguasai aset publik, oleh segelintir elit minoritas yang berkuasa dan menjalankan kepentingan-kepentingan sekelompok elit penguasa.
Jadilah lahir darinya hukum dan perundang-undangan liberalisasi migas, liberalisasi kepemilikan, liberalisasi perilaku, liberalisasi pendapat, liberalisasi beragama dan lain sebagainya, yang melahirkan banyak terjadi carut-marut masalah dalam kehidupan mayoritas rakyat.
Sebab ada perbedaan level dan kelas antara sekelompok elit penguasa dalam sistem demokrasi yang melahirkan elit oligarki dengan rakyatnya.
Dimana sekelompok elit penguasa yang dikuasai elit oligarki telah berubah menjadi Tuhan, sebab memiliki kedaulatan atau wewenang untuk membuat hukum dan aturan. Sedangkan mayoritas rakyat menjadi pihak yang melaksanakan hukum dan aturan, yang dibuat oleh sekelompok elit penguasa tadi.
Jadilah perbedaan level dan kelas ini menjadikan mayoritas rakyat sebagai obyek penderita dari aturan yang dibuat oleh elit penguasa dalam kelompok ologarki, yang dijalankan dalam sistem demokrasi.
Demikianlah bagaimana sistematisnya sistem demokrasi yang menghasilkan tirani minoritas (oligarki), hingga menghasilkan kedzoliman bagi pihak mayoritas ( seluruh masyarakat atau seluruh rakyat ). Maka wajar jika kekayaan hanya berputar di segelintir kaum elit oligarki, sedangkan mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan sistemik.
Hal demikian adalah sebuah keniscayaan sebab satu kesalahan demokrasi yang sangat mendasar, yaitu menjadikan kedaulatan ditangan manusia, yaitu menjadikan manusia sebagai pembuat hukum, pembuat aturan. Padahal sejatinya manusia adalah pelaksana hukum syariat, bukan pembuat hukum syariat (hukum dan perundang-undangan).
Maka disinilah letak kesalahan mendasar dari sistem demokrasi yang sangat fatal, yaitu menjadikan manusia (elit penguasa dan kelompok oligarki pendukungnya) sebagai sang pembuat hukum. Akhirnya produk hukum yang dihasilkan adalah produk hukum yang disesuaikan dengan kepentingan pembuat hukum, tidak akan memberikan dan memenuhi rasa keadilan yang diinginkan oleh seluruh manusia, karena produk hukum yang dihasilkan akan selalu berpihak pada kepentingan pembuat hukum.
Inilah masalah mendasar umat hari ini, yaitu penerapan sistem demokrasi yang berdaulat dalam membuat dan mengarang hukum dan perundang-undangan sesuai hawa nafsunya, sehingga menghasilkan tirani minoritas yaitu kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh sekelompok elit oligarki psnguasa yang duduk dikursi kekuasaan.
Hal yang tidak akan terjadi jika sekelompok elit (minoritas) penguasa tersebut duduk dikursi kekuasaan dalam sistem islam. Sebab sistem Islam menempatkan kedaulatan yaitu kekuasaan untuk membuat hukum ada ditangan syariat ada ditangan Allah Swt.
Manusia, baik sekelompok elit (minoritas) penguasa maupun mayoritas rakyat adalah sama-sama sebagai pelaksana hukum syariat, pelaksana hukum yang dibuat oleh Allah Swt. Artinya baik penguasa maupun rakyat memiliki level yang sama dihadapan Allah swt yaitu sama-sama sebagai hamba Allah Swt, sama-sama sebagai pelaksana hukum syariat, baik dia itu muslim maupun non muslim. Sebab ketundukan terhadap hukum syariat berlaku umum untuk seluruh umat manusia, bukan hanya untuk kaum muslimin semata. Sebab hukum yang adil itu adalah hukum yang dibuat oleh Allah Swt, bukan hukum yang dibuat oleh manusia.
Sehingga sistem islam mampu menghasilkan elit (minoritas) penguasa yang tidak akan berani berbuat dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya, tidak akan menghianati dan membohongi rakyatnya, sebab sistem islam akan menumbuhkan kesadaran pada para golongan elit penguasa tentang hari akhir, hari kiamat, hari penghisaban, sehingga golongan elit penguasa tidak akan berani melakukan kesewenang-wenangan terhadap mayoritas rakyatnya, sebab takutnya mereka pada Sang Pembuat Hukum, Allah Swt.
Para elit penguasa dalam sistem islam akan benar-benar melaksanakan seluruh hukum syariat dalam seluruh aspek kehidupan untuk benar-benar melaksanakan fungsi sebagai pengurus urusan rakyat, sehingga seluruh kebutuhan rakyat terpenuhi dengan baik, sebab semua dilakukan dengan menggunakan mekanisme penerapan seluruh hukum syariat yang sudah dibuat oleh Allah Swt sebagai sang pembuat hukum dan aturan.
Rakyat dan partai politik dalam sistem islam berfungsi sebagai pengawas pelaksanaan hukum syariat oleh para elit penguasa. Sehingga sistem islam akan benar -benar menghasilkan sistem check and balance bagi para pelaksana kekuasaan dalam sistem politik dan pelaksanaan seluruh hukum dan aturan yang diterapkan oleh elit (minoritas) penguasa.
Rakyat tidak takut untuk mengkritik elit penguasa yang melakukan pelanggaran pelaksanaan hukum syariat. Pun para elit penguasa akan sangat berhati-hati dalam mengurusi seluruh urusan rakyatnya, dan akan sangat terbuka menerima kritikan dari rakyatnya dalam rangka memperbaiki pelayanannya terhadap rakyat yang diurusinya, karena mengurusi urusan rakyat dengan baik adalah amanah yang harus dilakukan dengan sempurna oleh para elit penguasa. Proses politik antara penguasa dan rakyat akan benar-benar berjalan dalam keseimbangan yang sempurna.
Karenanya selama manusia hidup dan diatur oleh sistem demokrasi. Selama itu pula tirani minoritas yaitu kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh sekelompok elit kecil (minoritas) penguasa, yang menguasai bangku kekuasaan, akan terus terjadi. Kedzoliman akan terus senantiasa dipertontonkan dan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat akan semakin menganga lebar. Yang kaya akan semakin kaya sebab menguasai aset publik secara legal, yang miskin akan semakin miskin sebab tak mendapatkan jatah hidup akibat seluruhnya telah dikuasai oleh sekelompok kecil elit penguasa (oligarki dalam sistem demokrasi).
Karenanya masalah tirani minoritas bukan sekedar berbicara bahwa kita belum melaksanakan demokrasi secara sempurna atau karena kita masih belajar demokrasi.
Akan tetapi masalahnya adalah adanya kedaulatan yang diletakan ditangan manusia yaitu pada kelompok oligarki oleh sistem demokrasi, sehingga manusia membuat perundang-undangan sekenanya dan seenaknya, yang disesuaikan dengan kepentingan sekelompok elit penguasa yang disebut sebagai kelompok oligarki yang dilahirkan dari rahim sistem demokrasi.
Dari sini dapat terlihat bahwa sistem demokrasi adalah sistem hayali yang hanya akan melanggengkan tirani minoritas yang duduk dibangku kekuasaan, sebab kaum elit minoritas yang duduk dikursi kekuasaan akan membuat hukum dan aturan sesuai hawa nafsunya, yang nyatanya hanya melahirkan kesulitan, kesengsaraan, dan kesempitan hidup bagi mayoritas masyarakat atau rakyat.
Karenanya patutlah kita meninggalkan membuang dan mengubur sistem demokrasi dan menggantinya dengan sistem yang manusiawi yaitu sistem islam. Sebab hanya sistem islam saja yang mampu menghapus tirani minoritas karena memberikan kesamaan status dan level antara elit penguasa dan rakyat, yaitu sama-sama sebagai pelaksana hukum syariat yang telah Allah Swt dan Rasul -Nya tetapkan.
Maka layaklah kita renungkan kebenaran dari firman Allah Swt ini :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Artinya : " Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? [al-Mâ`idah/5:50].
Wallahualam.