Oleh: Nabila Mulia Fadhilah, Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TANGERANGNEWS.com-Pada akhir bulan Desember, khususnya tanggal 25 Desember umat kristiani melangsungkan hari raya natal dan pada saat yang sama, sejumlah umat agama lain menghargai dengan menyampaikan ucapan sebagai bentuk toleransi.
Hal ini kerap menjadi perdebatan khususnya di media sosial terkait hukum mengucapkan selamat natal bagi umat islam. Lantas, bolehkah sebagai umat muslim kita mengucapkan natal kepada umat kristiani?
Hukum mengucapkan selamat natal dalam islam sudah banyak dibahas oleh para ulama. Ada ulama yang membolehkan sebagai wujud toleransi, Sebagian mengharamkannya karena alasan akidah.
Salah satu pemuka agama yang memiliki pandangan mengucapkan selamat natal itu diperbolehkan dalam islam adalah Husein Ja’far Al-Haddar. Pandangan tersebut disampaikan dalam kanal resmi SALAAM Indonesia yang diunggah pada 2019 silam.
Beliau menjelaskan terdapat banyak perbedaan pendapat di antara ulama yang memperbolehkan dan mengharamkan mengucapkan selamat Natal kepada umat nasrani yang merayakan. Namun, ustaz yang lebih dikenal dengan Habib Ja'far ini cenderung pada pendapat bahwa hal itu diperbolehkan.
Pandangannya itu, salah satunya didasarkan pada surat Maryam ayat 33 yang menyebut keselamatan atas kelahiran Nabi Isa AS yang merupakan keyakinan umat muslim.
وَالسَّلٰمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُّ وَيَوْمَ اَمُوْتُ وَيَوْمَ اُبْعَثُ حَيًّا
Artinya: "Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa AS) pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan hari aku dibangkitkan hidup (kembali)"
Habib Ja'far juga menyebutkan bahwa ulama kontemporer di Indonesia seperti Ustadz Quraish Shihab dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan umat Muslim untuk mengucapkan selamat Natal. Justru mengucapkan selamat Natal dinilai akan membuat hubungan antar sesama Muslim semakin harmonis.
"Bagi saya untuk menjaga hubungan baik dengan umat agama lain perlu kiranya kita mengucapkan selamat Natal," ucap Habib Ja'far.
Namun sebagian ulama, meliputi Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far At-Thalhawi dan sebagainya, mengharamkan seorang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya. Mereka berpedoman pada beberapa dalil, di antaranya: Firman Allah SAW dalam surat Al-Furqan ayat 72:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Pada ayat tersebut, Allah SWT menyebutkan ciri orang yang akan mendapat martabat yang tinggi di surga, yaitu orang yang tidak memberikan kesaksian palsu. Sedangkan, seorang Muslim yang mengucapkan selamat Natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat Kristiani tentang hari Natal. Akibatnya, dia tidak akan mendapat martabat yang tinggi di surga. Maka dari itu, mengucapkan selamat Natal hukumnya haram.
Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh ustaz Adi Hidayat. Penjelasan hukum mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani ini dijelaskannya dalam YouTube Adi Hidayat Official.
Pandangan tentang larangan mengucapkan selamat Natal itu berdasar pada Natal yang dipahami sebagai ibadah pada praktiknya dan memiliki unsur berbeda dalam hal konsepsi ketuhanan serta penyembahan. Perayaan Natal dalam praktiknya melakukan ibadah berupa ke gereja, kebaktian, dan sebagainya yang dipandang berbeda dalam keyakinan Islam.
Oleh karena itu, umat Muslim yang mengucapkan selamat Natal secara tidak langsung melakukan pengakuan Tuhan selain Allah SWT. Maka hukum pengucapan selamat Natal bagi umat Muslim mesti ditolak.
"Jadi kalau kita ucapkan ada pengakuan di situ, sementara komitmen la ilaha illallah, tidak menuhankan kecuali hanya Allah saja. Menepikan yang lain kecuali hanya menuhankan Allah. Jadi kalau ada konsepsi bertentangan dengan la ilahaillallah kita mesti tolak," ujar Ustaz Adi Hidayat.
Dia melanjutkan, seseorang yang memandang Natal masuk pada ranah ibadah maka praktek toleransinya bagi umat Islam mengacu pada surat Al-Kafirun ayat 6, yakni:
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِࣖ
Artinya: "Untukmu agamamu dan untukku agamaku" (QS Al-Kafirun:6).
Berdasarkan ayat itu, perayaan Natal umat Kristiani tidak boleh diganggu dan harus dihormati tanpa mencampurinya sedikit pun. Justru titik toleransi tertinggi menurut dia yaitu mempersilakan umat Kristen maupun Katolik menunaikan ibadah dengan nyaman tanpa dicampuri secara lisan, hati, dan perbuatan.
Dari penjelasan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang ucapan selamat Natal. Ada yang mengharamkan, dan ada yang membolehkan. Umat Islam diberi keleluasaan untuk memilih pendapat yang benar menurut keyakinannya. Maka, perbedaan semacam ini tidak boleh menjadi konflik dan menimbulkan perpecahan.