Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S., Aktivis Dakwah dan Penulis Buku
TANGERANGNEWS.com-Kasus bullying atau perundungan di kalangan pelajar di negeri ini memang masih terus terjadi. Jenis perilakunya pun kian memprihatinkan, tak hanya secara verbal, namun juga fisik. Bahkan mirisnya, banyak perilaku bullying yang sampai mengarah kepada kriminalitas.
Inilah mengapa Kementrian Agama Kota Tangerang pernah mengajak para siswa untuk meneladani akhlak Nabi Muhammad saw demi mencegah bullying pada acara penyuluhan pencegahan bullying di sekolah pada akhir tahun lalu.
Sejatinya, maraknya kasus bullying di negeri ini tidak lepas dari penerapan sistem kehidupan kapitalisme-sekuler, yakni sistem yang hanya berorientasi pada keuntungan materi dan memisahkan urusan kehidupan dengan pengaturan agama. Paham ini kemudian dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Wajar peserta didik tercetak menjadi individu yang liberal-sekuler yang abai terhadap halal-haram.
Sedangkan Islam hanya diajarkan seputar ajaran ritual, seperti salat, haji, puasa, dan lain-lain. Hal ini memberi andil maraknya kasus bullying di negeri ini karena peserta didik tidak diberikan pemahaman Islam yang menyeluruh sehingga mampu membentuk kepribadian Islam dalam diri siswa. Peserta didik hanya diberikan teori-teori agama tanpa dibangkitkan pemikirannya tentang hakikat dirinya sebagai seorang hamba yang harusnya bertakwa kepada sang pencipta.
Sangat nyata, bahwa di bawah penerapan sistem kapitalisme sekuler ini negara berlepas tangan terhadap pembentukan kepribadian generasi. Negara tampak setengah hati dengan sekadar memberikan seruan-seruan, seperti mengajak pelajar meneladani akhlak nabi supaya mereka tidak menjadi pelaku perundungan. Di sisi lain negara tetap menerapkan kurikulum sekuler yang menjadi akar persoalan maraknya perundungan.
Betapa tidak, dengan menancapkan sekularisme di tengah masyarakat, maka setiap perbuatan tentu saja tidak ditimbang berdasarkan syariat Islam, melainkan bawa nafsu belaka. Maka, pelajar yang tidak tertancap kepribadian Islam dalam dirinya tentu amat mudah melakukan tindakan bullying sebagai bentuk eksistensi diri atau bahkan pelampiasan atas berbagai persoalan yang terjadi di rumahnya. Demikianlah pembentukan kepribadian Islam dalam pendidikan formal sangat urgen dilakukan. Dan hal tersebut tentu saja butuh dukungan dari negara.
Sejatinya untuk mewujudkan generasi berkepribadian Islam haruslah dilakukan secara komprehensif dengan menerapkan sistem kehidupan Islam secara kaffah. Negara memiliki tanggung jawab atas hal ini. Negara menerapkan sistem pendidikan Islam yang tersistem dengan memadukan tiga peran pokok pembentukan kepribadian generasi, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara.
Negara wajib memastikan bahwa nilai-nilai Islam telah diadopsi oleh setiap keluarga muslim sehingga rumah menjadi sekolah pertama pembentukan kepribadian Islam bagi setiap generasi. Maka, ketakwaan individu wajib diwujudkan. Selain itu, masyarakat juga harus bercorak islami, sehingga keluarga-keluarga dengan anggotanya yang bertakwa akan semakin kokoh ketakwaannya dengan adanya masyarakat yang islami.
Masyarakat islami adalah masyarakat yang mengamalkan Islam dalam setiap bentuk interaksinya dan aktif melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Sebab sejatinya corak masyarakat dalam Islam tidak individualis, melainkan saling peduli untuk menjaga tegaknya syariat Islam dalam kehidupan.
Tak hanya itu, negara akan hadir sebagai benteng terakhir dalam menjaga kepribadian Islam dalam setiap individu rakyatnya. Secara praktis, negara akan menerapkan syariat Islam secara totalitas dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan. Kurikulum pendidikan dirancang berbasis akidah, sehingga peserta didik paham hakikat dirinya untuk apa dia diciptakan, mau apa hidup di dunia dan akan ke mana setelah mati nanti.
Negara juga akan mengatur media agar jauh dari konten rusak dan merusak, yang bertentangan dengan Islam. Adegan-adegan kekerasan yang dapat menginspirasi pelajar mengikutinya akan diberantas. Negara juga akan melakukan tindak kuratif yakni menerapkan aturan tegas dan sistem sanksi yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku kriminal.
Pelaku kriminal yang dimaksud adalah setiap individu masyarakat yang melakukan keharaman atau bermaksiat, termasuk pelaku perundungan. Tidak pandang bulu, meski berstatus pelajar jika melakukan perundungan tentu akan diberikan sanksi tegas. Karena Islam memandang bahwa setiap individu yang sudah mencapai usia baligh maka sudah terkena taklif hukum syariat.
Sungguh penerapan syariat Islam secara Kaffah dalam bingkai khilafah merupakan sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi. Karena hanya dengan adanya Khilafah, generasi muslim akan terjaga dari segala perilaku rusak dan merusak. Karena Khilafah akan mampu menerapkan sistem Islam yang komprehensif dan pasti mampu mewujudkan kepribadian Islam. Wallahu'alam