Connect With Us

Menghadapi Kegagalan dengan Cara Stoik: Tenang, Semua Pasti Berlalu

Rangga Agung Zuliansyah | Selasa, 22 April 2025 | 19:06

Alpun Hasanah, Mahasiswi Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Tangerang (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

Oleh: Alpun Hasanah, Mahasiswi Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Tangerang

 

TANGERANGNEWS.com-Kegagalan adalah bagian yang tak terhindarkan dalam hidup. Entah itu gagal masuk kampus impian, di tolak kerja dan lain sebagainya, tentunya bisa bikin hati amyar. Tapi pertanyaannya bukan “kenapa aku gagal?” melainkan “bagaimana aku merespons kegagalan ini”.

Dalam filosofi stoikisme aliran filsafat kuno dari Romawi dan Yunani, kegagalan bukan hal yang harus ditakuti atau disesali. Justru, kegagalan dianggap dianggap sebagai latihan mental dan peluang untuk tumbuh. Para filsuf stoik seperti Zeno dari citium, Marcus Aurelius, Epictetus, dan Seneca meyakini bahwa ketenangan hidup bisa dicapai bukan dengan menghindari kegagalan, tapi dengan mengubah cara kita memandang dan meresponsnya.

 

Apa Itu Stoikisme?

Stoikisme adalah aliran filsafat yang berkembang di Yunani dan Roma dengan pencetusnya yaitu Zeno dari Citium. Murid-murid zeno yang terkenal adalah Marcus Aurelius, Epictetus, dan Seneca. Filsafat ini mengajarkan bahwa kita tidak bisa mengontrol semua hal di luar kendali diri kita, tetapi kita selalu bisa mengontrol bagaimana kita meresponsnya. Prinsip utamanya adalah membedakan antara hal-hal yang berada dalam kendali kita (seperti pikiran, sikap, dan keputusan), dan yang berada di luar kendali kita (seperti cuaca, opini orang lain, dan hasil akhir dari usaha). 

Ketika kegagalan datang, stoikisme tidak meminta kita untuk menolak perasaan sedih atau kecewa. Sebalinya, ia mengajak kita untuk menerima kenyataan itu dengan kepala tegak dan hati yang terbuka, tanpa terseret emosi negatif yang berlarut-larut. Dengan itu, kita tetap bisa waras dan produktif, bahkan dalam keadaan paling sulit.

 

Menghadapi Kegagalan: Perspektif Stoik

Pertama, kendalikan hal yang bisa dikendalikan. Filsuf stoik seperti Epictetus mengajarkan kita bahwa dalam hidup ada dua jenis hal, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan. Kegagalan sering kali melibatkan banyak faktor di luar kendali kita, seperti keputusan orang lain, keberuntungan, atau situasi yang tak terduga. Namun, yang paling penting untuk kita fokuskan adalah apa yang ada dalam kendali kita, yaitu usaha dan reaksi kita terhadap situasi tersebut. Misalnya, kamu mungkin gagal dalam ujian karena soal yang keluar di luar dugaan.

Namun, yang bisa kamu kendalikan adalah bagaimana kamu mempersiapkan diri untuk ujian tersebut. Kamu bisa memilih untuk belajar lebih giat, mengatur waktu belajar dengan lebih efektif, atau meminta bantuan jika diperlukan. Kegagalan bukanlah hasil akhir, tapi indikator bahwa ada hal-hal yang bisa kita perbaiki dalam usaha kita. Dalam Stoikisme, kita diajarkan untuk tidak terlalu terikat pada hasil akhir, karena yang penting adalah bagaimana kita menjalani prosesnya dengan penuh kesungguhan.

Jika kamu bisa belajar untuk melepaskan apa yang tidak bisa dikendalikan dan fokus pada upaya yang bisa kamu lakukan, kegagalan tidak akan terlalu membebani pikiranmu. 

Kedua, gagal itu guru bukan musuh. Marcus Aurelius, seorang filsuf Stoik dan kaisar Romawi, menulis dalam bukunya Meditations bahwa hambatan di jalan hidup justru merupakan jalan itu sendiri. Dalam filosofi Stoikisme, kegagalan bukanlah musuh yang harus dihindari, tetapi pelajaran yang harus dihadapi dan dipahami. Ketika kamu mengalami kegagalan, itu bisa menjadi peluang besar untuk bertumbuh.

Cobalah untuk melihat kegagalan sebagai sebuah pelajaran yang memberi kamu kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang diri sendiri. Mungkin kamu gagal karena kurang persiapan, atau karena kamu terlalu tergesa-gesa. Ini adalah momen untuk introspeksi: apa yang bisa kamu perbaiki? Apa yang bisa kamu lakukan berbeda di masa depan? Gagal itu bukan akhir dari dunia, melainkan kesempatan untuk memperbaiki diri dan menjadi lebih kuat.

Stoikisme mengajarkan kita bahwa kebajikan seperti ketabahan, kejujuran, dan keberanian bisa diuji melalui kegagalan. Misalnya, saat kita gagal dan merasa kecewa, kita dihadapkan pada pilihan untuk mengatasi rasa sakit emosional dan bangkit kembali dengan sikap yang lebih positif. Ini adalah cara Stoikisme melihat kegagalan: sebagai ujian bagi karakter dan peluang untuk memperkuat kebajikan dalam diri kita.

Ketiga, terima realita bukan lari dari kenyataan (Amor Fati). Dalam Stoikisme, kita diajarkan untuk menerima kenyataan apa adanya dan tidak melawan takdir. Konsep ini dikenal dengan sebutan Amor Fati, yang berarti “mencintai takdir.” Amor Fati mengajarkan kita untuk tidak hanya menerima segala yang terjadi, tetapi juga mencintainya—termasuk kegagalan, kekecewaan, dan rasa sakit yang kita alami.

Hal ini tentu bertentangan dengan kecenderungan manusia pada umumnya yang cenderung menolak kegagalan atau kesulitan. Tapi Stoikisme mengingatkan kita bahwa hidup adalah perpaduan antara keberhasilan dan kegagalan, kebahagiaan dan kesedihan. Semua itu adalah bagian dari perjalanan yang harus kita jalani dengan penuh kesadaran.

Saat kita gagal, kita bisa merasa sangat terpuruk. Namun, jika kita berlatih untuk menerima kegagalan sebagai bagian dari perjalanan hidup, kita akan lebih mudah bangkit. Bukannya menghabiskan waktu berlarut-larut dalam penyesalan, kita bisa segera bergerak maju dengan lebih bijak. Filosofi Amor Fati mengajarkan kita untuk menerima kenyataan dengan lapang dada dan terus melangkah ke depan.

Keempat, nilai diri bukan dari prestasi, tapi dari karakter. Di dunia modern, kita seringkali mengukur nilai seseorang dari pencapaian eksternal—seperti gaji, posisi jabatan, atau popularitas. Namun, Stoikisme mengajarkan kita untuk menghargai karakter kita lebih daripada pencapaian materi atau status sosial. Seneca, salah satu filsuf Stoik, mengatakan: "It is not the man who has too little, but the man who craves more, that is poor." (Bukan orang yang memiliki sedikit yang miskin, tapi orang yang selalu menginginkan lebih). 

Ketika kamu gagal, itu tidak berarti kamu menjadi kurang berharga. Kegagalan tidak mengurangi nilai kamu sebagai individu. Stoikisme mengajarkan kita bahwa nilai sejati seorang manusia tidak bergantung pada prestasi atau hasil yang bisa dilihat orang lain, tetapi pada karakter yang kita tunjukkan dalam menghadapi situasi sulit. Dalam setiap kegagalan, ada kesempatan untuk menunjukkan kebajikan seperti kesabaran, ketekunan, dan integritas.

Kelima, semua pasti berlalu, termasuk kegagalan, yang paling terpenting jangan pernah menyerah. Kehidupan ini selalu berubah, dan semuanya akan berlalu. Kegagalan yang kita alami hari ini mungkin terasa sangat berat, tapi waktu akan meredakan rasa sakit itu. Ini adalah salah satu pengajaran utama dari Stoikisme: waktu menyembuhkan segalanya. Seneca menulis: "Time heals what reason cannot." (Waktu menyembuhkan apa yang tidak bisa disembuhkan oleh akal). 

Ketika kamu berada dalam kesulitan atau kegagalan, ingatlah bahwa semuanya bersifat sementara. Rasa sakit atau kekecewaan yang kamu rasakan saat ini tidak akan bertahan selamanya. Dengan pemahaman ini, kamu bisa lebih mudah untuk menerima kegagalan dan fokus pada langkah-langkah selanjutnya. Stoikisme mengajarkan kita untuk menjaga ketenangan dalam menghadapi segala perubahan dan ketidakpastian dalam hidup.

 

Jalan Stoik: Tenang dan Tangguh Karena Ini Hanya Ujian Hidup

Menghadapi kegagalan dengan cara Stoik tidak berarti menjadi dingin atau tidak peduli. Justru sebaliknya, kita belajar untuk mencintai kehidupan secara utuh—termasuk sisi pahitnya. Jadi, ketika hidup memberi kita rasa pahit, kita tidak perlu panik atau menyerah. Kita tidak menolak rasa sakit, tapi kita tidak membiarkannya mendikte arah hidup kita. Dalam proses ini, kita menemukan kekuatan dalam diri, ketenangan batin, dan keteguhan hati.

Stoisisme mengajak kita untuk hidup dengan keberanian dan integritas, meskipun kenyataan tidak selalu sesuai harapan. Kegagalan bukan hal yang harus dihindari, tapi sesuatu yang bisa kita pelajari. Seperti yang dikatakan Seneca, “Orang yang telah mengatasi banyak cobaan layak dipuji, bukan karena ia tidak jatuh, tapi karena ia selalu bangkit kembali”.

Kegagalan memang menyakitkan. Tapi dengan sikap Stoik, kita belajar melihatnya sebagai bagian alami dari perjalanan hidup, bukan sebagai musuh yang harus ditakuti. Dengan menerima, merefleksi, dan terus melangkah, kita menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana. Maka, saat hidup tidak berjalan sesuai rencana, bisikkan pada diri sendiri: Tenang, semua pasti berlalu, dan kita akan tetap berdiri, lebih kuat dari sebelumnya.

BANTEN
Waspadai Nyeri Tengkuk Akibat Penggunaan Gadget, Ini Solusi dan Penanganannya

Waspadai Nyeri Tengkuk Akibat Penggunaan Gadget, Ini Solusi dan Penanganannya

Selasa, 22 April 2025 | 10:35

Di era digital seperti sekarang, hampir seluruh aspek kehidupan terhubung dengan teknologi. Aktivitas sehari-hari kini tidak lepas dari perangkat digital seperti komputer, laptop, dan ponsel pintar.

TEKNO
Diversifikasi Portofolio: Saatnya Gabungkan Forex dan Kripto

Diversifikasi Portofolio: Saatnya Gabungkan Forex dan Kripto

Selasa, 22 April 2025 | 19:19

Dalam dunia investasi, salah satu prinsip dasar yang sering dianjurkan adalah diversifikasi. Tujuannya sederhana: mengurangi risiko dengan menyebar aset ke berbagai instrumen.

SPORT
Prediksi Skor dan Susunan Pemain Persita vs Arema FC BRI Liga 1 2024/2025, Asa Pendekar Cisadane Lanjutkan Kemenangan

Prediksi Skor dan Susunan Pemain Persita vs Arema FC BRI Liga 1 2024/2025, Asa Pendekar Cisadane Lanjutkan Kemenangan

Minggu, 20 April 2025 | 10:23

Persita Tangerang akan menjamu Arema FC pada laga pekan ke-29 BRI Liga 1 musim 2024/2025 yang digelar di Indomilk Arena, Minggu 20 April 2024, mulai pukul 15.30 WIB.

""Kekuatan dan perkembangan datang hanya dari usaha dan perjuangan yang terus menerus""

Napoleon Hill