TANGERANG-Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Tangerang mengaku bingung dengan Peraturan daerah (Perda) Nomor 7/2005 tentang larangan peredaran minuman keras (Miras). Pasalnya Pemkot Tangerang melarang, namun disisi lain membiarkan pabrik miras bediri di Kota Tangerang.
“Kadang kita bingung, bikin Perda tapi pabriknya tidak ditutup. Untuk di Kota Tangerang, miras hanya boleh beredar di hotel berbintang, di hotel kelas melati dilarang,” kata Ketua PHRI Banten Ashok Kumar, saat menjadi pembicara Muskot PHRI Kota Tangerang di Hotel Istana Nelayan, Jatiuwung, Rabu (15/1).
Ashok meminta agar semua pihak bisa paham bahwa, kebanyakan pengunjung yang mengkonsumsi miras di hotel adalah warga asing. Meski menjual miras, kata dia, pihak hotel tidak serta-merta membiarkan pengunjung mabuk-mabukan.
“Orang-orang yang minum di hotel, dia bukan sembarangan sampai sempoyongan. Misalnya untuk anggur yang memiliki kadar alcohol 30 persen, pengunjung tidak langsung minum sebotol, tapi hanya beberapa gelas, Itu fungsinya untuk kesehatan. Kita juga mengedepankan aspek keselamatan,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut Ashok, pihaknya tetap menghargai setiap peraturan daerah yang ada. Saat ini juga, kata dia, pemerintah pusat telah membentuk Peraturan Presiden (Perpres) no 74/2013 Tentang Pengendalian penjualan miras.
“Perpres ini tetap memperbolehkan peredaran miras di tempat-tempat tertentu seperti hotel dan restoran berbintang.Saya rasa Perpes ini menjawab kebingungan kita soal Perda miras,” ujarnya.
Ketua Pelaksana Muskot PHRI Kota Tangerang Shandi Kumara mengatakan bahwa muskot ini digelar untk menghidupkan kembali kegiatan-kegiatan PHRI Kota Tangerang yang sudah mati suri selama 6 tahun. Salah satunya yakni untuk membahas permasalahan yang
dihadapi para anggota PHRI.
“Dengan wadah PHRI ini kita bisa bantu menghadapi problem mereka dan bisa dicarikan solusinya,” ujarnya.
Menurutnya, di Kota Tangerang sendiri ada sebanyak 40 hotel dan 359 retoran. Pada thun 2013 lalu, hotel dan restoran ini telah berkontribusi mengahsilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang sebesar Rp 160 miliar. Pihaknya juga berharap kepada Pemkot Tangerang agar membuat Perda yang bisa mendorong atau membangun pariwisata sehingga bisa meningkatkan investasi hotel dan restoran.
“Kota Tangerang memang belum ada objek wisata yang bagus. Selama ini pangsa pasar kita adalah para investor industri. Contohnya seperti Hotel Istana Nelayan, kalau ada investor yang ingin membangun industri di Jatiuwung, mereka pasti butuh makan dan tempat tinggal, nah fungsi kita menyediakan itu,” tukasnya