TangerangNews.com

Mengenal Pramoediya Ananta Toer

Jurnalis Warga | Rabu, 17 Desember 2014 | 16:49 | Dibaca : 3204


Pramoediya Ananta Toer (Profilebos.com / Profilebos.com)


Oleh: Deni Iskandar (Goler) Mahasiswa Perbandingan Agama Semester 5 (Lima)
Kader HMI KOMFUF Cabang Ciputat.

 
Pramoediya ananta toer adalah salah satu tokoh  novelis sekaligus penulis, yang tidak banyak di ketahui oleh publik, khususnya di Indonesia. Selain itu dia adalah penulis, sekaligus novelis yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan penulis dan novelis lain.
Karya-karya Pram cukup di hargai di luar negeri, bahkan Pramoediya pernah mendapatkan penghargaan terbaik sebagai penulis novel.

Novelnya pun banyak di terjemahkan kedalam beberapa bahasa, seperti bahasa belanda dan eropa. Tetapi karya-karya Pram ketika rezim otoriter “Soeharto” berkuasa mengalami penjegalan karena karya/tulisan Pramoediya di anggap propokativ dan menentang negara.

Diantara karya-nya yang paling monumental adalah tertalogi pulau buru yaitu: bumi manusia, anak semua bangsa, jejak langkah, dan rumah kaca. Novel tertalogi yang di tulis Pram ketika dia berada di pulau buru, nusa kambangan “dalam penjara”.
Pramoediya Ananta Toer di lahirkan di blora 6 februari 1925 beliau berasal dari keluarga priyayi yang secara ekonomi di anggap mapan.

Ibunya seorang priyayi, ayahnya seorang nasionalis, dan Pramoediya merupakan orang yang hidup di zaman penjajahan, baik penjajahan belanda maupun penjajahan  jepang.

Setidaknya Pram merasakan bagaimana kehidupan di zaman penjajahan. bagi Pramoediya sosok penjajah yang paling bengis dan tidak memanusiakan manusia sebagai manusia (Dehumanisasi) adalah dimasa penjajahan jepang.
Saat itu Indonesia belum di katakan sebagai negara Merdeka melainkan, hanya peralihan kekuasaan dari kekuasaan belanda ke kekuasaan Jepang di Indonesia.

Menurut Pramoediya perlakuan orang jepang terhadap bangsa Indonesia lebih sadis, dari pada perlakuan orang belanda kepada orang Indonesia.

Adanya perlakuan anti kemanusiaan seperti banyaknya perempuan-perempuan Indonesia yang perkosa, kemudian laki-lakinya di bunuh bahkan semua yang di miliki oleh orang Indonesia di rampas habis.

Pramoediya juga memaparkan bahwa sejarah kemerdekaan selalu menghasilkan pertumpahan darah, dan selalu mengorbankan orang banyak, artinya harga revolusi kemerdekaan sangatlah mahal. 

Bahasa perlawanan kepada kolonialisme selalu mengacu pada term “merdeka atau mati” atau jika meminjam Istilah Ernasto Guevara "Puetria O Murtie. Dalam hal ini Pram pernah berkata “nak janganlah sesekali engkau mengagumi eropa karena bagaimana pun kolonialisme tidak akan mementingkan pribumi tetapi mereka lebih mementingkan bangsanya sendiri”.

Ironisnya setelah kemerdekaan Indonesia Pramoediya Ananta Toer tidak pernah merasakan kenikmatan kemerdekaan di negeri ini. Kenapa demikian ? Persoalan ini di sebabkan oleh pemerintahan soeharto yang otoriter.

Masa kepemimpinan soeharto pada dasarnya negeri ini telah mengalami discredit ideology, (Propoganda Ideologi), pada Ideologi yang discreditkan dahulu telah memberikan Kontribusi dalam melawan penjajah. 

Masa kepemimpinan Soeharto ideologi komunisme di larang  berada di Indonesia, pelarangan tersebut terjadi semenjak terjadi peristiwa G30 S PKI dalam peristiwa tersebut telah terjadi pembantaian masal terhadap orang-orang komunisme. Pembantaian tersebut di lakukan secara tidak manusiawi.

Dalam sejarah pembataian manusia tentunya selalu ada di setiap negara seperti Adolf Hitler yang membantai orang-orang yahudi dengan keji, anti kemanusiaan (Dehumanisasi). Stalin dan Mao melenyapkan Ribuan orang-orang yang kontra dengan komunis dan orang yang kontra komunis di anggap anti revolusi. 

Tak terkecuali di indonesia yang memiliki sejarah hitam yaitu pembantaian manusia di masa Orde Baru, ribuan orang-orang PKI di bantai habis karena di anggap bertentangan dengan ideologi negara dan agama.

Dalam hal pembantaian ini Pramoediya memiliki nasib yang sangat malang. Pram di anggap orang yang menentang ideologi negara, Pram adalah satu korban G30 S PKI, beliau di anggap sebagai orang yang berpaham komunisme, hingga pram harus di jebloskan kedalam penjara.

Lalu kemudian timbul satu pertanyaan yang sangat mendasar apakah benar Pramoediya Ananta Toer adalah seorang anggota Komunis? Pertanyaan tersebut berhasil di jawab dalam esai yang di tulis oleh August Heng den beof dan kees snoeks. Secara tegas pertanyaan itu di jawab Pramoediya Ananta Toer bukan orang komunis, bahkan Pramoediya tidak pernah memiliki Hubungan apa pun dengan Partai Komunis Indonesia, (PKI).

Jawaban tersebut di dapatkan dari hasil wawancara dengan Pramoediya Ananta Toer di rumahnya ketika August Heng den beof dan kees snoeks melakukan penelitian tentang karya-karya Pramoediya Ananta Toer.

Pemerintah di masa orde baru dengan tanpa alasan yang jelas menganggap Pramoediya adalah seorang komunis yang harus di penjarakan karena di anggap orang yang menentang ideologi negara, dan di anggap sebagai orang yang sudah melakukan gerakan makar.

Ketika Pram di jebloskan ke dalam penjara Pram pernah mempertanyakan kesalahan Pramoediya itu apa?,  namun petugas Tidak menjawab. Selain di penjarakan dengan tanpa alasan yang jelas Hak politik Pramoediya sebagai warga Negara pun di cabut. Apakah masih ada keadilan untuk Pramoediya Ananta Toer ?

Padahal jika kita melihat sosok di Pramoediya di masa pemerintahan kolonial, Pramoediya adalah salah satu orang yang memberikan kontribusinya kepada Negara ini di masa  penjajahan Pramoediya ikut berjuang dalam melawan kolonialisme di Indonesia pada tahun 1940.

Pramoediya ikut andil dan ikut berperang melawan kolonialisme (belanda). Hingga bentuk perlawanan pramoediya menghasilkan satu karya novel yang berjudul “bukan pasar malam”. Di dalam novel yang di tulis Pramoediya beliau menceritakan tentang seorang lelaki tegar yang berdarah Nasionalisme sosok ayahnya. Ayah pram adalah seorang nasionalis, Begitu pun dengan Pram dia pun orang nasionalis.

Bagi Pram kolonialisme tidak hanya masuk pada wilayah Negara jajahan, melainkan kolonialisme masuk pada sifat pembeda, antara pribumi dan non pribumi. Yang Membedakan koloni (penjajah) dengan dikoloni (yang di jajah) justru terletak pada persoalan rasial, (kelompok) bukan pada persoalan agama.

Penjajahan tersebut bagi Pram tidak hanya terjadi di masa kolonial saja melainkan pada peristiwa G 30 S PKI pun bisa di kataka. Sebagai penjajahan baru, yaitu adanya sikap pembeda.

Ideologi Komunisme di Indonesia pada dasarnya telah di sabotase oleh kepentingan politik, sehingga  orang indonesia pada tahun 1965 telah terprovikasi oleh oknum-oknum yang ingin mengkambing hitamkan PKI.
Sehingga Rakyat Indonesia di paksa untuk membenci anggota dan partai komunisme, tanpa alasan yang jelas dan objektif, pengkambing hitaman PKI semuanya cenderung apologetic, subjektif bahkanTaklid jika meminjam Istilah dalam agama.

----------------------------------------------------------
Reference
1. Goenawan Mohammad:Setelah Revolusi Tak ada lagi.
2. August Heng den beof dan kees snoeks:Esai Pramoediya Ananta Toer: saya ingin melihat semua ini berakhir.penerbit Komunitas Bambu
3. Ananta toer Pramoedia dalam Tertalogi buru anak semua bangsapenerbit Lentera 2002