TANGERANGNEWS–Pemimpin 20 negara yang tergabung dalam dewan ekonomi G-20 mendeklarasikan adanya kemajuan besar dalam upaya terkoordinasi mencegah terjadinya keruntuhan keuangan global. Namun demikian, G-20 juga menyatakan tentang perlunya kehati-hatian dari negara berkembang karena pekerjaan dan perjuangan masih jauh dari tuntas. Dalam pertemuan di Pittsburgh, Amerika Serikat, Sabtu (26/9) dini hari, para pemimpin G-20 berjanji akan mengembangkan sasaran-sasaran guna melawan ketidakseimbangan ekonomi yang dapat menimbulkan destabilisasi. Dan, mereka akan tetap menjalankan program stimulus dan memastikan pemulihan ekonomi akan terjadi. ”Pasar keuangan telah hidup kembali dan kami menahan krisis meluas lebih jauh ke negara-negara berkembang. Meski begitu, kami paham perjalanan masih sangat pajang” kata Presiden AS Barack Obama, pada akhir KTT G-20 di Pittsburgh. Dia mengatakan, upaya terkoordinasi itu telah menyelamatkan jutaan pekerjaan dan menjadikan dunia lebih akuntabel di bidang ekonomi dan tidak terlalu menghargai sikap keserakahan jangka pendek. “Ke depan, kami tidak bisa menoleransi praktik ekonomi seperti pada masa lalu,” kata Obama. Para pemimpin juga sepakat para eksekutif bank tidak boleh diberi bonus hingga berlipat-lipat. Karena kompensasi seperti itu membuat penurunan akuntabilitas pada investasi berisiko. Mengomentari pertemuan di Pittsburgh itu, pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy menilai peran Indonesia hanya sebagai negara penggembira di G-20. Hal itu mengingat Indonesia datang dengan agenda-agenda yang tidak jelas. Menurut dia, KTT G-20 harusnya dimanfaat¬kan untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam diplomasi internasional sehingga tidak hanya mengamini dan ikut-ikutan oleh berbagai isu yang diusung negera-negara maju. “Indonesia masih hijau dalam percaturan ekonomi-politik internasional. Sehingga tidak menyadari perang ekonomi antara negara-negara maju (AS, Uni Eropa dan Jepang) melawan negara-negara BRIC (Brasil, Rusia, India dan China),” katanya di Jakarta. Dia menganalisis, pertemuan G-20 memiliki tiga isu mendasar yakni standar ganda negara-negara maju yang mendengungkan liberalisme meskipun di dalam negeri menjalankan proteksionisme, peranan G-8 yang digantikan oleh G-20 yang berarti pergeseran perimbangan kekuatan global dan globalisasi pada praktiknya tidak sekadar perang dagang (trade war), tetapi perang ekonomi (economic war). “Indonesia selama ini menjalankan fungsi pesuruh negara-negara maju yakni meliberalisasi perekonomian tanpa ada strategi yang jelas,” katanya. Reformasi IMF Pada KTT G-20 itu, para pemimpin sepakat untuk meminta Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan pengawasan yang lebih besar terhadap kebijakan ekonomi mereka. G-20 akan mengupayakan kerangka kerja internasional yang telah disepakati untuk kembali ke pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan mengingini perluasan dari peran pengawasan IMF. “Kami meminta IMF membantu menteri keuangan dan gubernur bank sentral kami, dalam proses saling penilaian ini melalui pengembangan sebuah analisis yang berpandangan maju mengenai apakah kebijakan yang dilancarkan oleh individu negara G-20 secara kolektif konsisten dengan jalan yang lebih berkelanjutan dan seimbang untuk ekonomi global,” kata kelompok tersebut dalam pernyataannya. Forum ini juga menerima usul AS untuk membentuk kerangka pertumbuhan ekonomi seimbang dan berkelanjutan sebagai upaya menangani melonjaknya defisit anggaran AS serta surplus besar perdagangan China. Kerangka tersebut akan menentukan sasaran ekonomi bagi masing-masing negara. Dana Moneter Internasional (IMF) secara berkala akan diberikan tugas memeriksa pencapaian sasaran tersebut, namun tidak akan memberikan sanksi kepada negara-negara yang tidak dapat mencapai sasaran. Sementara itu, Rusia mendukung keputusan G-20 untuk memberikan lebih banyak pengaruh negara-negara berkembang di IMF dan keputusan untuk membuat G-20 sebagai forum ekonomi utama dunia. Pemimpin Kelompok 20 negara-negara kaya dan berkembang didesak menyetujui reformasi dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menyeimbangkan struktur dan tata pemerintahan. Para pemimpin dunia G-20 juga mengumumkan akan menggantikan G-8 sebagai forum ekonomi utama dunia, suatu langkah yang memberikan tempat di meja utama internasional untuk kekuatan ekonomi sedang tumbuh seperti China dan India. Para pemimpin G-20 yang terlibat dari 19 negara - Argentina, Australia, Brasil, Inggris, Kanada, China, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki dan Amerika Serikat. Juga mengambil bagian dalam G-20 adalah Uni Eropa, diwakili oleh Presiden Swedia saat ini. Perdana Menteri Spanyol dan Thailand, yang merupakan ketua saat ini Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), mengambil bagian sebagai pengamat, seperti juga menteri keuangan Singapura, yang kini memimpin APEC.(ap/an/swo)