TANGERANGNEWS-Warga DKI Jakarta rentan terhadap stres.Berdasarkan riset Strategic Indonesia,dari jumlah pasien puskesmas se-Jakarta 2007,warga Jakarta yang dirawat akibat stres mencapai 1,4 juta jiwa. Data yang diungkap dalam talkshow “Carut-Marut Kota Jakarta Picu Stres” di Mayapada Tower, Jakarta Selatan, kemarin menyatakan, sebanyak 30% dari warga Jakarta yang datang ke puskesmas setiap hari ternyata termasuk kategori penderita gangguan kejiwaan. Namun, gangguan kejiwaan yang dimaksud bukan dalam tahap paling tinggi yaitu schizophreniaatau lebih dikenal dengan sebutan “gila”. Di saat yang bersamaan jumlah pasien sakit jiwa di Jakarta terus bertambah.Contohnya,Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta Barat menangani 1.000 pasien setiap tahun. Jumlah ini belum lagi di empat RSJ lainnya di Jakarta. Pasien rawat jalan di rumah sakit tersebut mencapai angka sekitar 80 orang setiap hari. Direktur Utama RSJ Soeharto Heerdjan Ratna Mardiyati mengungkapkan, dengan kondisi Ibu Kota seperti saat ini,warga Jakarta memang sangat rentan untuk mengidap penyakit stres. Menurutnya, stres termasuk penyakit gangguan kejiwaan.Hanya saja, stres berada pada level gangguan kejiwaan ringan. ”Tingkat stres terjadi jika seseorang merasakan ketidakpastian akan kenyamanan mereka.Kenyamanan yang paling terlihat adalah mengenai kepastian tingkat pekerjaan,” kata Ratna. Salah satu contohnya, banyak warga Jakarta yang bekerja melalui outsourcing.Ketidakjelasan mengenai sampai kapan mereka akan bekerja dan hingga tingkatan apa saja,membuat kepanikan tersebut terjadi di dalam pikiran mereka. ”Diperkirakan warga Jakarta yang mengalami stres ini berada lebih dari level lima jika dihitung dalam jangka 1 hingga 10,”ungkapnya. Situasi ekonomi yang menghimpit juga menjadi pemicu utama seseorang untuk berpikiran bahwa kematian adalah cara yang lebih baik untuk melepaskan semua stres. Gejala stres yang menjadi epidemi di masyarakat Ibu Kota tersebut, dijelaskan Ratna,juga dipicu faktor tata ruang kota di Jakarta. Upaya yang bisa dilakukan untuk menekan angka stres ini adalah penyediaan akses ke tempat kerja yang cepat,transportasi massal terjangkau dan aman, ruang publik hijau, serta fasilitas umum bagi kepentingan pertumbuhan dan perkembangan anak. ”Kemudian penyediaan tempat bagi layanan kesehatan fisik dan mental,” paparnya. Pengamat lingkungan dari Satu Dunia Firdaus Cahyadi menjelaskan, tata ruang kota di Jakarta yang diatur dalam Perda No 6/ 1999 menjadikan Jakarta sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pemerintahan. (Seputar Indonesia)