TangerangNews.com

Kisah Nelayan Aceh yang Menyelamatkan Pengungsi Rohingya

Bambang Surambang | Senin, 18 Mei 2015 | 20:00 | Dibaca : 2183


Terdapat perempuan dan anak-anak di antara ratusan orang Rohingya yang terdampar di Aceh. (Sumber : BBC Indonesia / TangerangNews)


Hampir 800 pengungsi Bangladesh dan Rohingya dari Myanmar diselamatkan oleh kapal nelayan di Aceh pada Jumat (15/5) lalu, setelah sempat dihalau oleh TNI AL dan Angkutan Laut Malaysia pada awal pekan ini. 

Salah satu nelayan dari Kota Langsa, Ar Rahman, mengatakan mendapatkan informasi dari radio komunikasi mengenai kapal yang hampir tenggelam di perairan Aceh Timur. 

"Lalu saya dan kawan-kawan menuju lokasi untuk menolong mereka. Ketika sampai di sana kami melihat ratusan orang, laki-laki dan anak-anak, perempuan dan orang lanjut usia. Ketika melihat kami laki-laki melompat ke laut dan berenang, sedih kami melihatnya," jelas Ar Rahman yang biasa disapa Pak Do. 

45 Pengungsi Etnis Rohingya Tertangkap di Perairan Tangerang 

Ar Rahman mengatakan perempuan dan anak-anak bertahan di kapal yang oleng sebelum dievakuasi. 

"Laki-laki melompat ke laut sambil histeris dan berteriak Allahu Akbar. Mereka meminta tolong dengan bahasa mereka," jelas Ar Rahman. 

Proses evakuasi para pengungsi ke pelabuhan Kuala Langsa kala itu dilakukan oleh lebih dari enam kapal nelayan dari Langsa. 

Sebanyak 421 pengungsi merupakan warga Bangladesh yang semuanya laki-laki. Sementara pengungsi Rohingya berjumlah 256 orang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak. 

 

Bekal dari Angkatan Laut 

Mohamad Rofiq, pengungsi Rohingya dari Myanmar, mengatakan ketika ditolak masuk ke perairan Indonesia dan Malaysia, mereka diberi bekal makanan dan bahan bakar oleh angkatan laut kedua negara. 

"Makanan hanya sedikit dan kami berikan untuk bayi terlebih dahulu. Kami sangat kelaparan dan lelah setelah terombang ambing di laut selama empat hari," ungkap pria berusia 21 tahun itu. 

Rofiq mengaku sempat mengungsi ke Bangladesh melalui jalan darat yang berbatasan dengan Myanmar. 

Di sana, dia bertahan selama beberapa tahun sampai mendapatkan kartu pengungsi dari Badan PBB yang mengurusi masalah pengungsi (UNHCR).

Dua bulan lalu dia memulai perjalanan dari Bangladesh menuju Malaysia melalui laut. 

"Kami berada di laut selama dua bulan ke Malaysia, lalu ke Thailand dan bertahan di perairan negara itu selama kurang dari dua bulan. Kemudian kami disatukan ke kapal yang lebih besar menuju Malaysia. Tetapi di perjalanan kapten kapal meninggalkan kami," jelas Rofiq. 

Rofiq mengatakan keluarganya masih berada di pengungsian di Bangladesh. 

 

Gelombang kedua 

Ratusan pengungsi masih ditempatkan di gudang Pelabuhan Kuala Langsa, Kota Langsa. Di antara mereka, puluhan orang dilarikan ke rumah sakit karena kekurangan makanan dan menderita dehidrasi. 

Gelombang pengungsi ini merupakan yang kedua tiba di Aceh dalam satu pekan ini. Sebelumnya hampir 600 pengungsi terdampar di Lhoksukon dan kini menempati lokasi pengungsian di Tempat Pelelangan Ikan Kuala Cangkoy, Kecamatan Lapang, Aceh Utara. 

Diperkirakan gelombang pengungsi masih akan berdatangan karena ada ribuan pengungsi yang berada di laut. 

Belum diketahui secara pasti berapa jumlah kapal yang mengangkut para pengungsi ini. Namun PBB meminta Indonesia dan Malaysia tidak menolak kedatangan mereka.  (Sri Lestari/bbc.co.uk/indonesia)