TANGERANGNEWS-Kemacetan kerap menjadi masalah serius bagi suatu wilayah. Khususnya kota metropolitan Jakarta dan wilayah penyangganya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Selain menimbulkan kesemerautan pada wajah kota, polusi udara dan suara, kemacetan juga acap disebut sebagai salah satu penghambat bagi laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Atas kondisi itu, banyak indikasi yang dituding menjadi penyebab.
Seperti tingginya pertumbuhan angkutan kota, membludaknya kebutuhan masyarakat akan kenderaan serta tak sebandingnya laju pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah, termasuk infrastruktur jalan yang ada.
Di Kota Tangerang misalnya, meski kondisi kemacetan arus lalu lintas yang terjadi belum separah Jakarta. Namun, membludaknya jumlah kenderaan, mulai dari sepeda motor, mobil pribadi, mobil angkutan orang dan barang, tak urung mengakibatkan kemacetan cukup parah pada jam-jam tertentu.
Pengamatan TangerangNews.com dilapangan, kemacetan lazimnya terjadi pada jam-jam sibuk, seperti jam masuk kantor (pukul 07.00 WIB hingga pukul 09.00 WIB) dan jam pulang kantor (pukul 16.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB).
Selain banyaknya jumlah kenderaan, kemacetan juga diakibatkan oleh kurang tertibnya pengguna jalan dalam berlalu lintas. Supir angkutan dan supir bus AKAP misalnya, mereka berhenti menunggu penumpang di sembarang tempat (ngetem) tanpa perduli atas waktu dan kondisi kepadatan ruas jalan.
Banyaknya angkot dan bus AKAP yang ngetem pada sejumlah lokasi bahkan kerap memicu munculnya terminal bayangan. Sejumlah lokasi yang kerap dijadikan sasaran mangkal para bus dan angkutan kota diantaranya adalah, di ruas Jalan Baru Cikokol. Jalan MH Thamrin, Kebun Nanas. Jalan Hos Cokroaminoto, Ciledug. Jalan M. toha, Pasar Baru Sangiang hingga Jalan Gatot Subroto, Cimone, Kota Tangerang.
Jengah atas kondisi kesemrawutan dan kemacetan itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang terus berupaya merealisasikan serangkaian konsep jangka panjang. Mulai dari mengembangkan dan memadukan sistem jaringan jalan perkotaan dengan wilayah sekitar hingga menata sistem angkutan yang lebih berkualitas dan efisien melalui kebijakan yang lebih aplikatif.
"Saat ini, kami tengah berupaya mengambil sejumlah langkah guna mengantisipasi terjadinya kejenuhan pada jalur darat dalam lima tahun kedepan. Diantaranya adalah dengan mengembangkan sistem angkutan umum massal (bus line), menata jaringan trayek sesuai hierarki trayek dan kebutuhan mobilitas, mengembangkan sistem jaringan lintas angkutan barang hingga mengembangkan sistem terminalisasi angkutan," ujar Erlan Rusnarlan, Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang.
Langkah pembangunan infrastruktur, lanjut Erlan, sudah mulai dilakukan Pemkot Tangerang sejak Tahun 2007 lalu. Hasilnya, dua lokasi rawan macet di Kota Tangerang saat ini sudah teratasi dengan berdirinya fly over Ciledug dan under pas Sudirman.
Sedangkan untuk bus line akan mulai dikerjakan pada 2010 mendatang mendatang. Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kota Tangerang, Rahmat Hadis mengatakan, rute bus line nantinya akan menyambung dan menyambung ke koridor busway IV Kalideres-Harmoni. Terminal Kalideres - Jalan Daan Mogot - Jalan Maulana Hasanudin - Terminal Poris Plawad, begitu juga sebaliknya. Pada tahapan awal, kata Rahmat Hadis, sarana transportasi missal sejauh 14 KM itu akan dikelola langsung oleh pihak Dishub.
Selanjutnya bus line kemungkinan akan dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) atau swasta. Masih dalam rangka mengatasi kemacetan, tahun 2010 juga akan dibangun koridor pertama jalan frontage tol Jakarta-Merak, melintasi ruas Jalan Hasyim Ashari, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang hingga Kembangan Meruya, Jakarta Barat.
Kepala Dinas PU dan Binamarga Kota Tangerang, Dadang Durachman sebelumnya mengatakan, mega proyek frontage tol Jakarta-Merak sepanjang 4 kilo meter itu menelan biaya mencapai 300 miliar. "Kami sudah menyelesaikan detail engineering design (DED). Pada tahap awal akan dibangun terlebih dahulu lahan milik para pengembang dengan nilai proyek sekitar Rp. 4,8 miliar dengan panjang mencapai 4 KM," ujar Dadang.
Jalan sejajar tol yang menghubungkan Kota Tangerang dengan batas DKI Jakarta itu awalnya bukanlah proyek Pemerintah Kota Tangerang. Melainkan gagasan sejumlah konsorsium pengembang yang berinvestasi di sepanjang sisi tol Tangerang-Jakarta. "Setelah dilakukan study kelayakan, lanjut dadang, ternyata mega proyek itu juga akan sangat menguntungkan Kota Tangerang. Untuk itu, kita memutuskan untuk ikut bergabung dalam proyek tersebut," katanya.
Disebut menguntungkan, kata Dadang, karena pembangunan jalan itu dapat menjadi salah satu solusi pengentasan kemacetan yang selama ini terjadi di Perempatan Ciledug dan Pinang. Jika nanti pembangunan frontage tol itu selesai, diharapkan arus kendaraan tidak hanya melaju ke arah Ciledug saja. "Pengendara mobil dan motor nantinya bisa melewati frontage tol itu untuk menuju Jakarta," katanya.(Dira Derby)