TangerangNews.com

Anak Gugat Bos Galian Pasir Terbesar di Tangerang

Denny Bagus Irawan | Kamis, 12 November 2015 | 14:00 | Dibaca : 8294


Pengadilan Negeri Tangerang (Dira Derby / TangerangNews)


TANGERANG - Seorang bos tambang galian pasir terbesar di Tangerang diseret ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang oleh mantan istrinya dan enam anaknya lantaran ingin kembali mengusai sejumlah harta yang telah dia bagi kepada mereka.

Bos tersebut adalah Sunata Bin Arhasan,85. Sedangkan istrinya yang telah cerai dengannya pada 2012 lalu adalah Soehati,83.

Dari anak sendiri diwakilkan oleh Abdul Rozak dan Muhammad Romdoni. 

Pemilik tambang pasir di Kampung Cisoka itu menjadi terdakwa dengan dugaan melanggar pasal 266 (1) dan (2) KUHP karena memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik

Sunata sendiri tidak mengakui adanya pernikahan dengan Soehati yang belakangan terserang stroke lantaran hasil enam buah hati mereka tak diakui. Menurut Abdul Rozak anak keempat hasil perkawinan Sunata dan Soehati, dia melaporkan bapaknya ke Polda Metro Jaya pada 13 Februari 2014. Dia melaporkan ayahnya sebanyak tiga pasal yakni pasal 263 (1) dan  (2) KUHP dan atau 266 (1) dan (2) KUHP dan atau 372 KUHP

.“Kami membela ibu karena ibu karena telah dizalimi oleh bapak. Kami hanya menuntut haknya ibu yang semestinya dan seharusnya,” ucap anak kelima Sunata, Muhamad Romdoni ,42, yang  didampingi kakaknya Abdul Rozak di depan Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.

Romdoni mengungkapkan, pihaknya terpaksa melaporkan ayahnya karena tidak ada itikad baik.

Maka itu dirinya meminta kepada ayahnya untuk mengembalikan harta bersama ke ibunda.

“Saya juga sudah terlanjur kesal sama bapak karena terus-terusan melakukan tekanan terhadap ibu, sampai tidak mengakui adanya perkawinan. Bahkan bapak selalu bilang di masyarakat kalau ibu adalah istri yang tidak berbakti,” ungkapnya.

Bukan hanya ibundanya saja yang mengalami tekanan batin maupun psikis, Romdoni sendiri yang merupakan anaknya mengaku pernah dimasukan kedalam jeruji besi oleh ayahnya melalui rekayasa kasus.

“Kami membela hak ibu sehingga melaporkan bapak ke Polda Metro Jaya agar dapat haknya. Kami melapokan tiga pasal yakni pasal 266, 263, dan 372. Tapi setelah proses yang kami terima bapak hanya didakwa pasal 266 saja,” jelas Romdoni.

Romdoni menuturkan, ayahnya memang sebagai pengusaha sukses, pemilik tambang pasir yang menurutnya usaha tersebut ilegal karena tidak memiliki izin dari pemerintah setempat.

Ayahnya juga diakui sebagai tokoh masyarakat yang disegani oleh masyarakat.

“Ibu merasa sudah teraniaya, selaku anak saya hanya berusaha merebut hak ibu. Setelah dirapatkan kami sekeluarga anak-anak ibu dan bapak memutuskan melaporkan bapak untuk dapat haknya,” ujarnya.

Pria yang tinggal di Kampung Bitung RT 03/05 Desa Kadu Jaya, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang ini menjelaskan, ayahnya tidak mengakui adanya pernikahan dengan ibunda sebagaimana yang dituangkan dalam akta notaris pengikatan jual beli antara ayahnya dengan Hasan selaku pembeli.

Disitu tertulis Sunata tidak memerlukan persetujuan manapun untuk proses transasksi jual beli karena menikah sirih.

“Padahal nikahnya secara resmi, tercatat buktinya ada perceraian di Pengadilan Agama Tigaraksa. Bahkan pernikahan resmi juga diperkuat dengan adanya pernyatan beberapa istri menikah secara agama,” ucapnya.

Dia menjelaskan, dalam akta notaris pelepasan hak atas pembagian hata bersama yang dibuat oleh ayah dan ibu dihadapan Notaris Widi Atati, pasca perceraian ibu mendapat 84 bidang.

Ternyata, tanpa sepengetahuan ibu dan anak-anaknya, bapak telah menjual 30 bidang ke orang lain.

“AJB yang ditransasksi oleh bapak ada 30 AJB yang sebelumnya dilaporkan hilang untuk tidak lanjuti camat dan polres sehingga diterbitkan surat pengganti salinan AJB sebanyk 30. Padahal AJB itu tidak hilang tapi disimpan oleh ibu. Kami tahu setelah diselidiki dimiliki orang lain,” ujarnya.

Diungkapkannya, 30 bidang tersebut apabila dihitung luas ada sekitar 15 hektare. Lanjutnya, saat itu keluarga tidak mempermasalahkan transaksi jual beli tapi tanah yang sudah dibagi kepada ibu jangan diambil kembali.

“Bapak juga mengakui istrinya cuma empat, padahal kenyataannya banyak ada sekitar 11,” ucapnya.

Melalui sidang ini dia berharap majelis hakim bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya.

Hak ibu atas tanah warisan harus diberikan mengingat saat ini ibu hanya bisa terbaring di kamar tidur. Makan dan minum harus dibantu melalui selang.

“Atas perbuatan bapak juga, saya berharap bapak bisa dihukum masuk penjara sesuai perbuatannya,” harapnya.