TangerangNews.com

Beli Tanah di Tangerang, Dokter Gigi Ini Jadi Tersangka

Rangga Agung Zuliansyah | Kamis, 26 November 2015 | 19:21 | Dibaca : 7367


Seorang dokter gigi, Daniel Lucas Simon (DLS),62, mengaku dirinya malah menjadi tersangka atas tuduhan pemalsuan dokumen tanah dari tanah yang telah dibelinya di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang pada 1994 lalu. (Rangga A Zuliansyah / Tangerangnews)


TANGERANG-Seorang dokter gigi, Daniel Lucas Simon (DLS),62, mengaku dirinya malah menjadi tersangka atas tuduhan pemalsuan dokumen tanah dari tanah yang telah dibelinya di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang pada 1994 lalu.

 

Dirinya membeli tanah di sana seluas empat  hektare dengan berbentuk empang. Namun, surat-surat yang diberikan sipenjual yakni Eni kala itu hanya berdasarkan AJB. Tetapi pembelian dan serah terima AJB dilakukan dihadapan pihak Kecamatan Teluknaga selaku PPAT. Bahkan AJB tersebut diakui pihak kecamatan saat itu teregistrasi secara sah di kantor camat tersebut.

 

“Pada waktu jual beli tanah tersebut, semua syarat telah terpenuhi termasuk keterangan tidak sengketa dan tidak pernah diperjual belikan yang dikeluarkan oleh PPAT setempat,” kata Kuasa Hukum DLS, Reynold Thonak usai persidangan.

 

Dan sejak dibeli dari Eni, DLS langsung menguasai dan mengelola tanah tersebut tanpa ada yang menghalangi. Namun, pada tahun 2013, ada seorang pria  yang bernama Mendiarto Prawiro mengaku memiliki sertifikat tanah yang AJB-nya dikuasai DLS. Sertifikat tersebut masih atas nama Eni. Namun, Mediarto meminta agar DLS menebus sertifikat yang dipegangnya tersebut.

 

“Mediarto meminta sertifikat itu dibeli seharga tanah saat itu, harganya miliaran. Klien saya menanyakan sertifikat tersebut didapat dari mana?  Mediaro tidak bisa menjawab. Ini kan aneh, kenapa dia baru muncul, dasar apa dia bisa mengusai sertifikat milik Eni  yang meninggal tahun 2004 lalu. Akhirnya klien saya mengabaikannya karena tidak jelas,” tutur Reynold.

 Tak berhasil mengelabui DLS, diduga Mediarto memperalat seseorang yang bernama Ancong Harjalukita untuk mengaku sebagai ahli waris tunggal dari Eni dengan  membuat dan menggunakan Akta Kelahiran yang diduga palsu. Selain itu juga  membuat penetapan pengadilan yang palsu, akta notaris yang palsu.

Setelah itu, Ancong kemudian membuat Surat Kuasa untuk menjual atas bidang tanah milik Eni kepada Mediarto Prawiro.

 

“Padahal Alm Eni tidak mempunyai keturunan. Setelah kita telusuri, ternyata Ancong adalah anak dari istri kedua suami Eni. Ancong adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, artinya masih ada dua kakaknya, jadi dia bukan pewaris tunggal,” katanya.

 

Merasa haknya telah direbut, DLS kemudian mengajukan Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang dengan register perkara Nomor 302/Pdt.G/2014/PN.TNG melawan pihak Mediarto Prawiro dan Ancong Harjalukita sebagai para tergugat.

 

Atas gugatan tersebut PN Tangerang kemudian mengabulkan gugatan DLS untuk seluruhnya dengan menyatakan bahwa dialah sebagai pemilik yang sah atas bidang tanah milik Eni. PN Tangerang  menyatakan sah jual beli  antara Eni dan DLS sesuai AJB No. 248/Kec.Tlg/1994 dan meletakkan Sita Jaminan terhadap Sertifikat No.17/ Tanjung Pasir Atas nama Eni yang dikuasai oleh Mediarto Prawiro.

Memerintahakan kepada para tergugat yang menguasai sertifikat atas nama Eni secara sah dan sukarela untuk menyerahkan sertifikat tersebut kepada DLS sebagai pemilik yang sah.

Belum selesai permasalahan tersebut, tiba-tiba seseorang atas nama Handoyo Setiawan melaporkan DLS ke Penyidik Harda Unit 2 Polda Metro Jaya. Handoyo Setiawan mengaku mengetahui bahwa dari hasil sidang perdata di PN Tangerang sejumlah dokumen AJB milik DLS saat melawan Mediarto Prawiro diduga palsu.

Lalu, Handoyo mengaku dirinya lah pemilik yang sah, karena dirinya telah membeli bidang tanah milik Eni berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Kuasa No 58/1982 yang dibuat oleh Anwar Makarim selaku Notaris di Jakarta.

 “Atas laporan tersebut, DLS ditetapkan sebagai tersangka dan pelapor saat ini yang menguasai Sertifikat tanah atas nama Eni,” jelas Reynold.

Penetapan status tersangka DLS dinilai janggal, karena tidak pernah seakan terburu-buru untuk menetapkan tersangka hingga sampai tiba-tiba proses hukumnya lengkap atau P21, tahap 2.  

 

“Padahal penyidik pada hari Jumat tanggal 11 September 2015 masih memanggil klien kami untuk di BAP tambahan. Keanehan atau tidak lazimnya masalah ini juga perkuat oleh Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia Dr. Eva A Zulfa,” tukasnya.