TangerangNews.com

MENCURI MOMENTUM POLITIK

| Rabu, 18 November 2009 | 18:48 | Dibaca : 30789


 
MENCURI MOMENTUM POLITIK
RUDY GANI
Ketua Bidang Politik DPP HIMA KOSGORO 1957, Mahasiswa FISIP UMJ
Phone.081808-676-173 
Rek.Bank Mandiri Cab. Mampang Prapatan
 A/n: Rudy Gani 0700005489328
 
Bagi Aristoteles politik adalah jalan menuju kebahagiaan. Jalan itu didapatkan melalui usaha politik yang kuat, cerdas dan berpihak. Melihat realitas politik kita sekarang, sungguh mengkhawatirkan. Kisruh KPK vs Polri contohnya. Polemik ’cicak vs buaya’ tidak lagi berkutat pada wajah hukum semata, tapi juga kisruh politik. Kisruh ini telah melemahkan kedua lembaga tersebut namun melebar hingga ke Kejaksaan Agung. Entah institusi apa lagi yang kelak akan dijadikan target selanjutnya. Entah drama politik apalagi yang akan dipentaskan kepada masyarakat.

Secara sederhana, teori kisruh KPK-Polri dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, teori konspirasi. Teori konspirasi berangkat dari adanya dugaan untuk sistematisasi pelemahan KPK. Upaya pelemahan itu dilakukan dengan cara memotong kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki KPK. Skenario ini sedang dilaksanakan mengikuti alur dengan tujuan melemahkan citra KPK melalui penangkapan pimpinan KPK Antasari Azhar dalam kasus keterlibatan pembunuhan berencana Direktur Utama RNI. Pelemahan itu berlanjut dengan penahanan Bibit-Chandra. Klimaksnya dilakukan adu domba antara Antasari dengan Bibit-Chandra. Teori konspirasi ini berjalan lancar dan sukses hingga menjadi ’tsunami opini’ yang dahsyat dan kuat di masyarakat.

Teori kedua, pencitraan politik SBY-Boediono. Dengan dibentuknya tim 8 yang diketuai Adnan Buyung Nasution, SBY sebenarnya berada pada posisi yang dilematis. Di satu sisi SBY mengetahui jika kasus kisruh KPK-Polri mudah diselesaikan dengan pencopotan Kapolri Bambang Hendarso. Namun, di sisi yang lain, SBY akan menghitung secara politis jika kebijakan pencopotan Kapolri, Bambang Hendarso dilakukan. Kebijakan tersebut, tentu menjadi preseden buruk bagi SBY karena kebijakannya didikte masyarakat. Apabila SBY ikut dalam kebijakan populis masyarakat, SBY akan ditinggalkan para pendukung kekuasaannya. Terutama bagi donatur, pengusaha (baik hitam- putih) dan partai koalisi yang mendukung pemerintahan.

Dalam konteks komunikasi politik, citra politik SBY mulai menurun. Padahal rekomendasi Tim-8 yang diberikan kepada SBY dengan tegas mengatakan untuk menghentikan kasus Bibit-Chandra. Sayangnya, SBY belum bisa mengambil kebijakan atas rekomendasi tersebut. Dengan adanya fakta ini, masyarakat bertanya. Mengapa SBY melakukan politik pembiaran terhadap kisruh KPK-Polri? Apakah SBY menganggap rekomendasi Tim-8 tidak sesuai dengan harapannya? Atau SBY sengaja melakukan hal ini untuk mengalihkan isu sensitif seperti Century dan kabinet yang tidak pro-rakyat. Akhirnya, melalui kebijakan ’pembiaran’ ini maka citra SBY mulai menurun dan akan membahayakan posisi politik SBY jika terus mempraktikkan gaya politik ’pembiaran’ KPK-Polri.

Analisa ini didukung fakta politik dengan adanya manuver politik yang dilakukan PDI-P di DPR. Bergulirnya hak angket Century yang terus mendapat dukungan anggota DPR lintas partai mengindikasikan jika koalisi pemerintah SBY-pun tidaklah solid. Kita berharap jika hak angket yang digulirkan oleh DPR dapat benar-benar memberikan harapan pada masyarakat untuk memberikan kejelasan atas kasus ’Century Gate’ tersebut. Kita tidak mengininginkan hak angket hanya sebagai jembatan politik untuk menekan pemerintah guna mendapatkan jatah kekuasaan yang lebih. Di sinilah titik temu kepercayaan masyarakat dipertaruhkan. Hanya saja, masyarakat pantas kecewa dengan DPR-RI, khususnya komisi III ketika RDP dengan Polri. Harus diakui, wajah DPR selalu bermuka dua. Pada momentum tertentu DPR prorakyat, namun di sisi yang lain DPR menjadi ’srigala’ yang membunuh rakyatnya sendiri. Padahal kesempatan mencuri dukungan rakyat atas kasus KPK-Polri terbuka lebar dan luas. Namun, bukan berarti kita harus bersikap ’apatis’ menerus kepada DPR.
 
 
 
Momentum Politik
  
       
Kisruh KPK-Polri dapat menjadi momentum politik bagi partai politik yang kian diragukan masyarakat. Momentum ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh Parpol untuk menaikkan citra partainya. Bagi partai yang mendukung pemerintah, kisruh KPK akan menjadi bukti bahwa kekuasaan yang dibangun dengan koalisi, tidak serta merta menjadikan parpol koalisi menjadi ’loyo’.
 
Justru sebaliknya, partai menjadi partner strategis yang kritis dan konstruktif sebagaimana yang didendangkan selama ini. Irama politik yang sebenarnya tidak menguntungkan Istana harus diambil oleh penduduk ”Senayan” guna mendaptkan penilaiaan positif dari masyarakat. Semua luka dan borok yang dimiliki oleh DPR di masa lalu akan dengan mudah larut dalam suasana kritis yang diharapkan oleh masyarakat dalam kisruh KPK-ini. Secara praktis, DPR harus menekan SBY agar memecat Kapolri sebagai bentuk tanggung jawab institusinya. Sebab, sebagaimana UU Kepolisiaan, yang mengangkat Kapolri adalah Presiden. Maka dari itu, gerakan politik DPR seharusnya mengarah kepada isu tersebut. 
 
          Dengan dukungan parlemen jalanan (LSM, Mahasiswa, Ormas), pencopotan Kapolri akan mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat. Tinggal apakah DPR mampu menjalankan tugas politiknya secara jernih dan serius atau tidak. Ketakutan masyarakat ialah ketika DPR dan lembaga Negara telah mandul, maka harapan akan masa depan kehidupan yang lebih baik, khususnya yang diberikan pada Negara kepada rakyat akan pupus dan tenggelam. Kesempatan DPR terbuka lebar untuk mencuri momentum politik yang selama ini dimiliki SBY.

          Agar pemerintahan dan parlemen menjadi kuat, maka kisruh KPK-Polri harus segera diselesaikan dengan mengikuti kaidah hukum yang berlaku. DPR selaku wakil rakyat dan lembaga politik harus mengambil sikap untuk mendorong SBY mencopot Kapolri. Sebab, tidak ada alasan yang kuat untuk mempertahankan Kapolri di tengah derasnya penolakan dan upaya pendukungan KPK yang begitu massif oleh masyarakat. Satu-satunya cara untuk meredam gerakan massa yang selama ini mengalir, adalah dengan mencopot Kapolri sebagai bukti semangat reformasi yang akan dilakukan. Dan tugas itu kini berada di Senayan.

Yang penting, kisruh KPK-Polri harus diarahkan pada keputusan final agar tidak berlarut. Berlarutnya kisruh ini akan melemahkan tugas dari masing-masing institusi yang seharusnya menjalankan pekerjaan mereka. Bola panas kisruh KPK-Polri sekarang sudah berada di pintu Istana.

Hanya saja kita tinggal menunggu mampukah SBY menyelesaikan konflik tersebut atau asyik ’membiarkan’ perkara ini. Sebab jika tidak, tuduhan yang mengarah adanya konspirasi yang dilakukan kalangan Istana semakin menguat dan muncul. Mengapa? Karena masyarakat beranggapan, kisruh KPK-Polri sengaja diciptakan untuk mengalihkan isu Bank Century yang melibatkan RI-2 yang kini sedang menghangat di beberapa media dan mengalir deras di DPR.