TANGERANGNEWS.com-Masyarakat harus mengetahui alat-alat kesehatan harus dikalibrasi terlebih dulu. Hal itu sangat penting agar tidak terjadi salah diagnosa yang bisa menimbulkan resiko lebih buruk.
Demikian disampaikan Soni Kasim, Ketua Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Fasilitas Kesehatan (Alfakes) di sela-sela acara Munas Alfakes di Mega Mal Ciputat, Tangsel, Rabu (8/8/2018).
Dijelaskannya, kalibrasi itu pengukuran atau pengujian terhadap suatu alat kesehatan. Setelah melalui proses, tahapan dan sistem kalibrasi, maka output-nya layak tidaknya alat kesehatan tersebut digunakan.
“Alat untuk menguji produk-produk alat kesehatan itu dinamakan kalibrator,” kata Soni, yang didampingi Humas Alfakes Fari F Ruyatna dan Kandidat Ketua DPP Alfakes Hendrana.
Kosim juga mengatakan ada dua lembaga resmi yang bisa melakukan kalibrasi, yakni Badan Pengaman Fasilitas Kesehatan (BPSK) dan laboralorium-laboratorium yang tergabung dalam Alfakes.
Dijelaskannya, BPSK sebagai lembaga kalibrasi milik pemerintah, sedangkan Alfakes milik swasta. Keduanya sudah memiliki kompetensi, karena sudah mendapat sertifikasi akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional Laboratorium Kalibrasi (KAN).
“Di Alfakes sendiri ada 40 perusaahaan laboratorium. Semuanya berhak melakukan kalibrasi karena sudah memiliki kompetensi, sedangkan yang ikut Munas Alfakes 2018 kali ada sekitar 38 perusahan,” jelasnya.
Fari R Ruyatna menambahkan alat-alat kesehatan yang sudah melalui proses kalibrasi itu, sudah pasti kinerja alat-alatnya menjadi lebih valid dan terukur. “Alat-alat kesehatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, harus melalui proses kalibrasi,” katanya.
#GOOGLE_ADS#
Sementara itu, Hendrana menambahkan alat-alat kalibrasi bernama kalibrator itu cukup mahal, sehingga ada saja alat-alat kesehatan yang sampai saat ini tidak pernah memiliki label hijau kalibrasi. Namun tetap saja masih digunakan.
Menurutnya, alat-alat kesehatan yang tidak memiliki label hijau kalibrasi sangat berbahaya. Misalnya ketika alat itu digunakan kepada pasien bisa salah diagnosa. Jika salah diagnosa dokter bisa salah memberi obat.
“Kalau sudah begitu risikonya bisa lebih buruk. Misalnya saja pasien yang tidak memiliki penyakit tertentu, karena salah diagnosa dan salah obat, akibatnya punya penyakit tertentu yang memiliki risiko kematian,” ungkapnya.
Karena itu, setiap masyarakat, apalagi pasien yang berada di rumah sakit misalnya, ketika akan didiagnosa dengan alat-alat kesehatan tertentu, harus mengetahui secara pasti apakah alat kesehatan itu sudah dikalibrasi atau belum.
“Masyarakat harus tahu soal kalibrasi ini. Paling tidak ketika berada di rumah sakit, pasien harus berani bertanya apakah alat itu sudah dikalibrasi atau belum. Kalau belum, jangan mau diperiksa dengan alat itu,” terangnya.
Menurut dia, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengetahu apakah alat kesehatan itu sudah dikalibrasi atau belum, bisa dilihat tandanya kalibrasi hijau, baik dari BPFK maupun dari Alfakes.
Diakui Hendrana, pada umumnya hingga saat ini masyarakat belum tahu apa itu kalibrasi. Padahal secara sederhana kalibrasi itu seperti uji tera di SPBU-SPBU. “Nah, dalam Munas kali ini, kita ingin juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kalibrasi,” bebernya.(RMI/HRU)