TangerangNews.com
AIRIN DAN TEORI BALON
| Rabu, 14 April 2010 | 23:31 | Dibaca : 140136
Airin Rachmi Diany (tangerangnews/dens / tangerangnews/dira)
Oleh : RUDY GANI
Rek.Bank Mandiri Cab. Mampang Prapatan A/n: Rudy Gani 0700005489328
Pilkada Tangerang Selatan (Tangsel) segera diselenggarakan. Sebagai daerah yang baru saja di mekarkan, Tangsel memiliki dinamika tersendiri dalam politiknya. Era transisi Tangsel menghasilkan dua pertanyaan penting yang harus dijawab, yaitu, antara harapan dan juga tantangan bagi masa depan kota Tangsel.
Termasuk dalam hal ini ialah kepemimpinan Tangsel ke depan. Pertarungan pilkada yang rencanannya digelar akhir tahun ini, memunculkan kandidiat Walikota yang cukup populer di masyarakat. Walaupun tingkat popularitas belum menjamin kemenangan seseorang. Faktanya, kajian popularitas tetap menarik dan menyandera perhatian masyarakat. Setidaknya, kondisi itulah yang dihadapi Hj. Airin yang pernah menjadi calon wakil Bupati Tangerang bersama Jazuli, dan kini meramaikan kandidat Walikota Tangsel.
Sebagai salah satu kandidat Walikota Tangsel, sejarah politik Airin tidak begitu mulus. Airin pernah ’gagal’ sebagai Wakil Bupati berpasangan dengan Jazuli. Jazuli dikalahkan oleh Ismet Iskandar yang berpasangan dengan Rano Karno. Kondisi ini tentu saja berdampak pada Airin. Sebagai salah satu calon kandidat Walikota Tangsel, kekalahan di masa lalu menjadi cambukan dan pada titik tertentu menjadi kelemahan bagi Airin secara psikologis. Pandangan skeptis rakyat atas kemampuan Airin untuk memimpin menjadi alasan utama kekalahannya. Kegagalan Airin membuktikan komunikasi politik antara dia dengan konstituen kurang efektif. Sehingga, poplularitas ’semu’ yang dibangun oleh Airin dan tim, gagal mendongkrak suara Airin-Jazuli ketika itu.
Padahal, tim sukses yang besar dengan jumlah dukungan pendanaan ’luar biasa’ justru tidak menjamin kemenangan. Hal ini menjadi bukti jika uang, tim sukses ’besar dan kuat’ ditambah dukungan Banten tidak serta mendukung kemenangan. Namun sebaliknya, menciptakan persoalan yang melahirkan kekalahan. Apabila kekurangan itu tidak dibenahi, niscaya Airin akan gagal kedua kalinya pada pilkada Tangsel.
Berbagai kondisi historis yang dialami Airin menjadi kelemahan dan sekaligus amunisi yang dapat membunuh dukungan terhadap Airin. Sebab, politik Tangsel tidak serta merta disandarkan pada uang, popularitas dan jaringan elit semata.
Politik Tangsel dihadapkan pada tradisi dan pola rasional dengan strategi tepat dan jitu. Hal ini mengingat kondisi Tangsel berbeda dengan daerah lain di Banten. Artinya, walaupun masyarakat Tangsel adalah pendatang dan pekerja di Jakarta, namun, rasionalitas berpolitik mereka yang cenderung pragmatis harus ditangkap bukan dengan melakukan politik konvensional seperti saat ini. Belum lagi rumor yang beredar kuat di masyarakat, bahwa masyarakat Tangsel menolak monopoli kekuasaan atau politik dinasti.
Berkaca pada masa lalu, strategi Airin justru melemahkan dan menyebabkan kekalahannya. Belum lagi ’gemuknya’ tim sukses Airin yang justru memperlambat gerakan politik Airin. Ibarat balon, semakin banyak udara yang dipompa lama kelamaan balon itu akan pecah karena tidak kuat akibat sempitnya ruang. Begitupula dengan tim sukses Airin yang begitu gemuk. Besarnya tim yang mendekati Airin, maka kepentingan politis dan beban Airin semakin besar. Memelihara kaum oportunis di dalam tim sukses, sama saja dengan merawat tanaman usang yang hanya menunggu kematiannya. Itulah kesan yang terdapat dalam internal tim Airin.
Terkesan bahwa Airin ingin merangkul seluruh unsur masyarakat dengan berbagai cara. Sayangnya, politik akomodasi yang begitu besar tentu saja memiliki tanggungan politik yang juga besar. Apabila masyarakat tersadar bahwa Airin memiliki tanggungan politik besar mereka cenderung tidak memilih Airin dan justru berbalik mendukung kandidat alternatif yang lebih ramping dan tidak banyak tanggungan politik (balas budi) seperti Airin.
Sebagai daerah yang baru dimekarkan, Airin tentu memahami betul kondisi politik Tangsel. Polarisasi politik di Tangsel masih begitu cair. Namun, kepentingan politik terhadap Tangsel tentu banyak. Nah, pada kondisi itu, Airin harus dihadapkan pada pola pikir politik Tangsel yang masih bayi dan belum terkontaminasi oleh gaya politik apapun. Tapi, ketika Airin masuk menjadi calon Walikota menggunakan jalur birokrasi dan didukung Banten maka pandangan kritis masyarakat Tangsel tentu melekat bahwa Airin adalah poros Banten sebab Airin Adik Ipar dan kepanjangan tangan ’Atut Group’ melalui Tangsel.
Karena itu, agar politik Airin menjadi menarik. Terdapat dua hal penting yang harus dilakukan Airin. Pertama, perampingan tim sukses.
Gemuknya tim sukses Airin akan melemahkan gerak dan langkah Airin mendulang suara. Ditambah berbagai pengalaman membuktikan, tim sukses yang besar dan luas tidak mendukung suksesnya sebuah pertarungan. Seperti pilbup yang lalu. Hal ini didasarkan bahwa politik adalah segala kemungkinan. Agar tidak meledak seperti balon, penciutan tim sukses harus dilakukan Airin.
Kedua, pendekatan terhadap massa mengambang (floating mass). Berkaca pada pilbup lalu, Airin banyak menggunakan tim sukses yang berlatar belakang profesional dan elitis. Akibatnya, Airin jarang turun ke lapangan bertemu konstituen pemilihnya. Padahal, patronase politik warga Tangsel tidak seperti daerah di Banten lainnya. Gaya poltik seperti ini harus ditinggalkan Airin jika ingin memenangkan pertarungan. Menyandarkan konsolidasi pada tim, ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, mustahil dan amat tidak mungkin.
Rasionalitas dan tingginya intensitas politik warga Tangsel melalui beragam media informasi membuat konstituen cerdas memilih pemimpinnya. Dan hal ini harus diperhitungkan Airin secara cermat. Cara manipulatif yang diandalkan tim Airin dengan menggunakan money politics, kekuataan Incumbent (pjs. Walikota Tangsel), dan poros Banten, dengan sendirinya akan melemahkan dan menjadi ganjalan Airin menuju Tangsel satu. Jika hal ini benar terjadi, maka peluang besar memenangkan pilkada Tangsel berada di tangan calon alternatif yang pandai membaca peta politik tersebut. Karena itu, belum terlambat bagi Airin dan tim suksesnya untuk merubah strategi merebut Tangsel pada pilkada nanti. Asalkan, ukuran tim sukses Airin tidak besar seperti balon yang kapan saja siap meledak tak beraturan.