TANGERANGNEWS.com-Penindasan melalui dunia maya atau cyberbullying kini menghantui anak-anak di media sosial (medsos). Hal itu kerap dipicu ketidak sukaan netizen terhadap perilaku atau komentar si anak yang diposting ke medsos.
Namun selain itu, ternyata orangtua pun dapat menjadi sebab utama fenomena cyberbullying.
Seperti diungkapkan Psikolog Wirdatul Aini dalam diskusi publik dengan tema ‘Cyberbullying Campaign’ yang digelar Young On Top (YOT) Tangerang di Rame-rame Food Tangcity Mall, Kota Tangerang, Sabtu (20/10/2018).
Ia mengatakan, perkembangan teknologi telah mengubah pola hidup masyarakat. Orangtua kekinian saat ini mengikuti kaum millennial. Di mana, orangtua juga menggunakan medsos layaknya remaja demi mengikuti perkembangan zaman.
“Cyberbullying memang ada banyak kasusnya. Orangtua bisa sebabkan bullying karena biasanya mereka ingin berteman dengan anaknya lewat medsos dan ada tindakan yang salah,” ujarnya.
Fenomena yang dimaksud dia adalah, saat sang anak memposting suatu kegiatan di luar rumah, orangtua mengomentarinya karena saling berteman di media sosial seperti Facebook, Twitter maupun Instagram.
“Pas anaknya pergi, orangtua komen begini ‘sudah malam nih mau pulang jam berapa?’ Nah ini menjadi sasaran bullying, karena ditanggapi teman-teman anaknya ‘ih dasar anak mami’,” ucap Wirdatul.
Wirdatul mengaku sering menangani kasus tersebut dalam fenomena cyberbullying. “Orangtua seharusnya cerdas. Bertanya seperti itu kan bisa lewat pesan singkat atau telepon langsung,” imbuhnya.
#GOOGLE_ADS#
Ia menambahkan, dalam ilmu psikologi, dampaknya baru terasa oleh anak-anak korban penindasan setelah dicibir pelaku cyberbullying secara terus menerus melalui medsos selama tiga sampai enam bulan kedepan.
“Cyberbullying itu kan perilaku individu secara sadar dilakukan untuk menyakiti orang lain lewat medsos,” terang dosen psikologi Universitas Gunadarma ini.
Sementara itu, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DP3AP2KB Kota Tangerang Irna Rudiana yang juga turut hadir dalam diskusi publik tersebut menuturkan cyberbullying bagi anak-anak menjadi perhatian khusus pihaknya.
“Dalam hal ini anak-anak bisa sebagai pelaku dan korban. Bullying itu dulu tradisional sekarang ditambah medsos, jadi tambah parah lagi ini,” katanya.
Menurutnya, kasus cyberbullying di Kota Tangerang memang jumlahnya terhitung jari meskipun kasus kekerasan terhadap anak dari awal hingga Oktober 2018 ini mencapai 72 kasus.
“Di kita sih sebetulnya yang melapor (kasus cyberbullying) tidak banyak. Tapi demi menekan kekerasan terhadap anak termasuk bullying, kami selalu bersosialisi di sekolah-sekolah, juga ada berbagai upaya lainnya berkoordinasi dengan instansi lain,” tuturnya.
Minimnya laporan kasus cyberbullying lantaran pengguna medsos tidak menyadari bahwa dirinya merupakan korban penindasan dunia maya. Irna menuturkan, bahwa masyarakat meski lebih bijak lagi menggunakan medsos karena dengan ini telah mencegah terjadinya cyberbullying.
“Yang paling penting penyadaran terhadap anak-anak kalau penggunaan medsos lebih bijaksana. Mengingat dampak cyberbullying dapat mengancam kejiwaan korbannya. Tentu bagi pelaku pasti akan terjerat hukum,” paparnya.(RAZ/HRU)