TangerangNews.com

Mengintip Wajah Kota Tangerang dari TPA Rawa Kucing

Achmad Irfan Fauzi | Jumat, 23 November 2018 | 20:00 | Dibaca : 9901


TPA Sampah Rawa Kucing Kota Tangerang. (@TangerangNews / Achmad Irfan Fauzi)


TANGERANGNEWS.com-Di dalam sebuah rumah, kamar mandi adalah ruangan yang seringkali terlupakan. Sementara ruang tamu tentu lebih diprioritaskan untuk sedap dipandang. Orang lebih sering mempersolek ruang tamu dibanding membersihkan kamar mandi. Padahal, selera tamu bisa rusak akibat tidak bersihnya kondisi toilet.

Begitupun bagi sebuah kota. Wajah tempat pembuangan akhir (TPA) sampah menentukan kebersihan kota itu sendiri. Jika TPA tak dapat dikelola secara baik, cerminan kota itu akan buruk sehingga terdampak pada stigma masyarakat terhadap lingkungan kota.

Demikian diungkapkan Diding Sudirman Kepala UPT TPA Rawa Kucing kepada TangerangNews.com. Pria yang sehari-hari bertugas mengelola sampah warga Kota Tangerang itu di TPA Rawa Kucing membeberkan filosofi wajah sebuah kota.

Ia memang pantas berbangga, karena TPA yang berlokasi di wilayah Kecamatan Neglasari dipersolek secantik mungkin dengan dilengkapi taman yang asyik dikunjungi.

"Jadi kalau mau lihat kota itu harus melihat wajah toiletnya. Kalau melihat toiletnya bagus pasti dalamnya pun bagus," ujar Diding, Jumat (23/11/2018).

TangerangNews.com berkesempatan mengelilingi TPA Rawa Kucing tersebut. Saat tiba dipintu masuk TPA, bau sampah tidak tercium. Pepohonan tampak asri di lahan seluas 34,8 hektar tersebut. Berdasarkan penelusuran di lokasi, TPA Rawa Kucing dilengkapi taman bermain, lapangan bola, saung taman, nusery dan green house hingga masjid. Tampak juga gunungan sampah yang dikelola dengan rapih.

Pengelola menyebut butuh waktu tiga tahun untuk merubah wajah TPA yang menjadi cerminan Kota Tangerang agar menjadi lahan terbuka hijau yang bisa menjadi wadah edukasi bagi masyarakat.

"Memang prosesnya tidak sederhana, perlu teknik tersendiri. Tapi yang utama kita coba mengubah paradigma teman-teman bahwa TPA yang tadinya gersang kita hijaukan. Karena salah satu untuk menanggulangi bau sampah itu dari pepohonan yang tumbuh," beber Diding.

Diding mengatakan, tak sedikit pengunjung khususnya anak-anak yang datang ke TPA untuk bermain di taman tematik yang telah disediakan.

"Antusiasme pengunjung juga banyak. Contoh diawal Maret, April, Mei kemarin ada 1.700 pengunjung kalau Sabtu Minggu. Sampai akhirnya kita kewalahan, karena kita riskan juga, bukannya ngelola sampah malah ngelola pengunjung," jelasnya.

Perubahan TPA secara signifikan itu juga dapat mengedukasi masyarakat, minimal pengunjung bisa mengetahui bahayanya buang sampah secara sembarangan. Meskipun disebut-sebut telah ramah lingkungan, dengan dibuktikan atas diraihnya beberapa penghargaan salah satunya sebagai juara pertama dalam pameran ramah lingkungan tingkat Provinsi Banten tahun 2018, rupanya pengelola belum merasa puas.

Pengelola masih terus menggenjot TPA Rawa Kucing untuk menjadikan Kota Tangerang memiliki citra positif terhadap lingkungan yang dilihat dari keindahan TPA tersebut. Diding menambahkan, pihaknya berencana ingin menata TPA Rawa Kucing layaknya istana mewah hanya dengan sejumlah bahan baku bekas.

"Tentu kami dan jajaran akan merubah TPA menjadi istana, hanya butuh konblok dan kanstin. Yang bekas juga tidak apa-apa. Intinya ada dorongan dari SKPD-SKPD lainnya di lingkungan pemerintah kota," imbuhnya.

Pada sisi lain, Kepala TU TPA Rawa Kucing Masan menyebutkan, umur TPA Rawa Kucing yang memiliki 5 kolam resapan ini diperkirakan sekitar 10 tahun ke depan. Karena landfill cadangan yang ada seluas 5,3 hektar.

#GOOGLE_ADS#

"Kita punya cadangan landfill 5,3 hektar yang memang siap untuk diisi sampah. Seharusnya paling luas itu hanya untuk 3 tahun, tapi mungkin karena kita kelola kurang lebih 10 tahun ke depan kita masih bisa menampung sampah," ungkapnya.

Masan menuturkan, perharinya sampah yang masuk ke TPA Rawa Kucing berkisar 1.300 hingga 1.500 ton. Pengelolaannya pun terbagi dua, bahwa sampah pasar dikelola dengan mesin kompos, sedangkan sampah rumah tangga dikelola dengan cara ditumpuk dengan rapih. 

"Dengan ada jeda selama 10 tahun tadi itu, kita harus sudah ada teknologi, makanya sekarang Pemda sedang membentuk PLTSa yang digunakan sebagai sumber energi," paparnya.(MRI/RGI)