Oleh: Ilham Fauzi, Warga Tangerang Selatan
TANGERANGNEWS.com-Debat capres pertama telah berlangsung pada tanggal 17 Januari 2019 kemarin di Hotel Bidakara Jakarta. Namun, berbeda dengan format debat capres seperti pada tahun 2014, debat kali ini lebih kental dengan adanya pertanyaan dari para panelis terkait pendalaman visi misi yang disampaikan oleh kedua belah pasangan calon (paslon) pada sesi pertama.
Menurut pengamatan penulis, debat yang seharusnya berlangsung panas dengan adanya adu pemikiran, gagasan serta argumen, malah berlangsung standar dan biasa-biasa saja. Sebab, kedua paslon hanya memberikan gagasan dan argumen secara umum serta dianggap tidak mampu menjawab pelbagai permasalahan yang ditanyakan.
Bahkan, kedua belah paslon hanya berkutat dengan kisah-kisah yang membawa perhatian penonton debat kepada pencapaian paslon nomor 1 dan pengalaman pribadi yang ditemui paslon nomor 2 di lapangan yang juga tidak mewakili presentase data valid yang tersedia.
Kedua Paslon sama sekali tidak menunjukkan kualitas pemimpin yang seharusnya mampu berargumentasi dengan cepat menjawab segala permasalahan negara yang sedang terjadi. Justru sebaliknya, kedua paslon terlihat saling membatasi dan terkesan perhitungan dalam menjawab segala pertanyaan yang diajukan dalam debat.
Pun dengan langkah KPU yang memberikan kisi-kisi materi yang dibahas dalam debat perlu dipertanyakan. Sebab langkah KPU tersebut seolah menjadikan debat kandidat ini sebagai tes kelulusan tahap pertama, menuju pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden bulan April nanti dengan memberikan bocoran materi-materi yang akan diujikan.
Seharusnya KPU selaku penyelenggara negara menyadari bahwa ini adalah momen krusial di mana reputasi kedua paslon dipertaruhkan di depan publik. Karena debat kandidat ini juga memperlihatkan serta menentukan kapasitas kedua paslon, yang seharusnya sudah bisa berpikir dan berargumentasi secara holistik, tanpa lagi harus menghafalkan materi-materi yang akan dibahas dalam debat.
KPU selaku badan penyelenggara negara juga seyogyanya mampu mempertontonkan tontonan politik empat tahunan sekali ini dengan kualitas yang baik, tentunya dengan menghadirkan kedua paslon yang berkualitas sebagai tata pembelajaran demokrasi yang baik kepada rakyat di negara ini. Bukan malah mencari aman agar kedua paslon bisa menyampaikan apa yang mereka pelajari dari kisi-kisi saja.
Tidak tanggung-tanggung, kritik bermunculan di mana-mana, bahkan beberapa jurnalis kaliber internasional turut mengriktik debat tahap pertama ini. Salah satunya adalah The Sydney Morning Herald seperti dikutip oleh detiknews.com, komentator harian itu menganalisa bahwa Kedua calon presiden dan calon wakil presiden tampak seperti robot. Jawaban yang diberikan pun sepertinya sangat diperhitungkan karena tidak mau mengambil risiko.
Berkaitan dengan itu, komentator harian itu juga mengkritik sistem debat, di mana para calon sudah mendapatkan kisi-kisi semua pertanyaan seminggu sebelum debat, sehingga sudah dapat mempersiapkan diri. Namun demikian, rakyat yang menonton debat tidak mendapat informasi lebih banyak dari jawaban para calon.
Debat ini sebetulnya sudah harus menjadi momentum untuk rakyat dalam menentukan pilihan yang tepat. Terutama bagi pemilih yang belum menentukan siapa yang pantas untuk dipilih. Dalam ajang debat ini, kedua Paslon seharusnya memberikan informasi sebanyak-banyaknya supaya dapat meyakinkan dan memikat hati pemilih.
Dengan adanya debat ini, pemilih betul-betul bisa mengukur kebutuhan personal diri masing-masing, dan kemudian dia mengkomparasi dengan materi dan substansi debat, kemudian pemilih bisa mengambil keputusan apakah seorang paslon itu bisa menjawab kebutuhan personalnya, kebutuhan masyarakatnya, dan memiliki rekam jejak dan kompetensi yang sesuai.
Jika mengambil sudut pandang ideal, seharusnya KPU mempersiapkan debat ini dengan format yang terbaik yang menurut penulis, kedua Paslon harus menyampaikan visi misi dengan baik. Kemudian KPU selaku penyelenggara, mempersiapkan beberapa panelis yang ahli dalam segala bidang untuk menanyakan secara langsung perihal permasalahan yang sedang terjadi di negara ini dan yang berkaitan langsung dengan visi misi yang disampaikan.
#GOOGLE_ADS#
Dengan demikian, setiap paslon dituntut bisa menjawab pertanyaan dengan sigap dan argumentatif dengan tingkat nalar, logika serta rasio yang terukur dan yang jelas, dapat menunjukkan komitmen kedua paslon dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ditanyakan tersebut.
Dengan ini, persaingan dalam debat pun akan semakin menarik, sebab kedua paslon akan saling memberikan jawaban dengan tingkat pengetahuan dan kesiapan diri masing-masing laiknya seorang calon pemimpin negara
Dengan itu, setiap pemilih bisa memilih seorang paslon bukan dengan sentiment emosional seperti yang terjadi saat ini. Tetapi, bisa memilih dengan pertimbangan logika dan nalar yang terukur.
Dan hal yang paling perlu diingat, seperti apa yang dikemukakan oleh Dr Imam Budidarmawan Prasodjo, MA, dalam buku Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media.
"Seorang Calon pemimpin, siapapun orangnya ataupun bapaknya tak boleh tabu untuk didebat seputar persiapan diri yang dimiliki. Rakyat sebagai pemilik sah kedaulatan negeri ini berhak bertanya dan tahu, sejauh mana kemampuan yang dimiliki pemimpinnya. Jika tidak, ini sama saja mengulang kesalahan masa lalu yang telah terukir Soekarno dan Soeharto,"(RAZ/RGI)