TANGERANGNEWS.com-Presiden RI Joko Widodo digugat oleh empat warga Kota Tangerang Selatan. Gugatan itu terkait tidak adanya alat peringatan dini (eraly sistem) tsunami yang menyebabkan banyaknya korban pada tsunami yang terjadi di Selat Sunda, Sabtu (22/12/2018) lalu.
Tsunami yang terjadi karena gempa vulkanik hasil dari erupsi anak Gunung Krakatau meluluhlantahkan sebagian wilayah di Banten dan Lampung.
Banyaknya korban tersebut ditengarai karena beberapa faktor. Diantaranya yakni tidak adanya peringatan dini (Early Warning System) tsunami, padahal letak geografis Indonesia yang memang sangat rawan dengan bencana semacam itu.
"Empat warga Banten mengajukan gugatan warga negara atau Citizen Lawsuit kepada Presiden dan DPR RI, meminta Presiden menganggarkan pengadaan alat pendeteksi tsunami yang diakibatkan gempa vulkanik dan alat kebencanaan lainnya," ungkapnya kuasa hukum keempat penggugat tersebut Abdul Hamim Jauzie, saat jumpa pers di Bakmitopia, Jl. Pamulang Raya, Pamulang, Tangsel, Senin (4/2/2019).
Dibeberkan Hamim, keempat warga tersebut adalah Veradina Novianty, Ahmad Muhibullah, Muhammad Imaduddin Nasution, dan Yogi Iskandar. Tiga diantaranya merupakan warga Tangsel.
Dijelaskan juga oleh Direktur LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Keadilan tersebut, dasar dari gugatan tersebut karena Indonesia belum memiliki alat pendeteksi gempa vulkanik. Saat ini, yang tersedia hanya alat pendeteksi yang diakibatkan oleh gempa tektonik.
#GOOGLE_ADS#
Padahal, kata dia, BMKG sejak lama mengusulkan kepada Presiden terkait pengadaan alat pendeteksi gempa vulkanik, mengingat peralatan pendukung yang tersedia sangat minim. Namun usulan tersebut tidak disetujui oleh Presiden, yang akhirnya menjadi dasar gugatan oleh empat warga Banten terhadap Presiden dan DPR RI.
"Di Indonesia baru ada alat pendeteksi yang diakibatkan oleh gempa tektonik, sedangkan untuk gempa vulkanik belum punya," tambahnya.
Dengan tidak disetujuinya usulan tersebut, lanjutnya, Presiden telah melakukan kelalaian dan merupakan bentuk nyata kegagalan negara dalam memenuhi hak atas rasa aman, sebagaimana dimandatkan UUD 1945 Pasal 28g ayat (1).
"Padahal, dalam poin 1 Nawacita yang merupakan agenda prioritas Presiden Joko Widodo, pemenuhan rasa aman juga telah menjadi hal yang utama," bebernya.
Menurut Hamim, sebelum melakukan gugatan, pihaknya akan menyampaikan notifikasi semacam somasi kepada Presiden dan DPR RI untuk segera membuat kebijakan terkait hal ini selama 14 hari kerja.
"Menggugat untuk membuat kebijakan, atau membuat Perpu untuk menganggarkan pengadaan alat pendukung yang pernah diajukan oleh BMKG. Serta agar DPR RI untuk menyetujui dan segera melakukan penganggaran," tegasnya.
Sementara, Veradina Novianty, 28 yang merupakan salah satu penggugat dari Tangsel mengatakan bahwa alasan dirinya menggugat yakni karena rasa perihatin dan kecemasan yang dirasakan terhadap ancaman bencana bisa kembali terjadi.
"Karena saya perihatin terhadap bencana yg terjadi. Harapannya bencana segera bisa dicegah untuk meminimalisir korban. Sebagai tindakan pencegahan," ungkapnya.
Veradina mengaku dengan keprihatinan dan kecemasannya tersebut ia ceritakan kepada Hamim dan akhirnya mempunyai pandangan yang sama akan keadaan tersebut.
"Kami berdiskusi dengan pak Hamim terkait perasaan korban dan bencana tersebut, ternyata memiliki persepsi yang sama, dan akhirnya saya sebagai penggugat menunjuk beliau sebagai kuasa hukum dalam kasus ini," bebernya.(RMI/HRU)