TangerangNews.com

Dibina Namun Kembali ke Jalan, Ternyata Ini Keinginan Anjal di Kota Tangerang

Achmad Irfan Fauzi | Selasa, 5 Maret 2019 | 19:34 | Dibaca : 3094


Anak jalanan (anjal). (TangerangNews/2019 / Achmad Irfan Fauzi)


 

TANGERANGNEWS.com-Keberadaan anak jalanan (anjal) di Kota Tangerang masih marak. Dinas Sosial Kota Tangerang mencatat, sepanjang Januari 2019 pihaknya telah membina 68 anjal. 

Namun, meski telah diupayakan pembinaan, hingga saat ini, para anjal tersebut masih kerap ditemukan di sekitar lampu merah atau lokasi lainnya. Mengais rejeki dari menjual suara ternyata bukan pilihan, namun karena desakan kebutuhan ekonomi. 

Cardi, pria berusia 36 tahun, merupakan salah satu anjal yang dituakan di Kota Tangerang. Para anjal kerap menyebutnya sebagai ketua komunitas dikalangannya, meskipun ia enggan disebut demikian. Pria kelahiran Neglasari, Kota Tangerang yang berpenampilan nyentrik dengan tatto di tangan serta bolong pada daun telinga kirinya ini terjun ke jalanan sejak tahun 2000.

Diceritakannya, sebelum berkiprah sebagai pengamen, ia mengaku memiliki segudang pengalaman pekerjaan, termasuk sempat bekerja di Dinas Lingkungan Hidup setempat.

Alasan pria yang memiliki satu anak ini banting setir dari pekerjaan lama menjadi pengamen  karena selain ingin menyalurkan bakatnya sebagai pecinta alat musik gitar, juga karena tidak lagi memiliki pekerjaan yang layak. 

Namun, selain menjadi pengamen, untuk menambah penghasilan, ia juga kerap menjadi juru parkir di Kota Tangerang .

"Kita mah ngamen. Ngamennya di Tanah Tinggi (Kota Tangerang). Kalau ditanya alasan cuma satu, karena belum ada kerjaan tetap. Karena semua anak-anak di sini juga sebenarnya pengen kerja," katanya kepada TangerangNews di Rumah Singgah Dinas Sosial Kota Tangerang, Selasa (5/3/2019).

Cardi mengatakan, penghasilannya sebagai pengamen jalanan setiap harinya rata-rata Rp60 ribu. Ia juga semakin merasa pesimis, karena penghasilan tersebut kian hari semakin berkurang. Namun, kata dia, profesi itu tetap dipertahankan karena menyambung hidup dirinya dan anaknya.

"Anak saya satu, istri sudah cerai. Saya kalau ngamen dapat Rp50 ribu sampai Rp60 ribu. Di sini rata-rata penghasilannya segitu sekarang," terang Cardi.

Cardi dan rekanannya yang berkisar 15 orang itu mengaku kerap menjadi target operasi petugas. Mereka dikejar-kejar dan ditangkap Satpol PP kala sedang mengais rezeki. Jika ditangkap, mereka kemudian dibawa ke Rumah Singgah Dinas Sosial untuk menjalani pembinaan selama 10 hari.

Namun, ternyata mereka, sebagaimana pengakuan Candi, justru merasa sangat senang berada di Rumah Singgah. Sebab meskipun tak mendapat penghasilan, ia dapat belajar arti kehidupan. Hal itu sejalan dengan keinginannya saat ini yaitu merubah sikap menjadi lebih baik serta ingin memiliki pekerjaan layak.

"Dibina saya malah bagus. Kalau ada perubahan nanti pengen kerja biar penghasilannya lebih berkah. Yang penting saya di sini masih dianggap manusia," ucapnya.

Cardi juga menuturkan, ia kerap melamar pekerjaan di perusahaan swasta. Namun, tak ada perusahaan yang mau menerimanya karena stigma negatif, bahwa anak jalanan tak bisa dipercaya dan tak memiliki keahlian.

"Saya mah yang penting kerja apa saja. Capek enggak enak ngamen," imbuhnya.

#GOOGLE_ADS#

Sementara itu, Kasie Penyakit Sosial dan Tuna Sosial Dinas Sosial Kota Tangerang, Sahrial mengatakan, sepanjang Januari 2019 ia mencatat ada 68 anjal yang dibina pihaknya. Puluhan anjal itu berada di Rumah Singgah berdasarkan hasil operasi petugas Satpol PP di lapangan.

Selama di Rumah Singgah, para anjal itu menjalani kegiatan berupa siraman rohani, pembinaan kepribadian agar dapat melakukan interaksi sosial dengan baik, baik terhadap orang lain, terlebih kepada orang tua. Mereka juga mendapatkan pembinaan religi agar memiliki sikap mental sebagai orang yang taat beragama.

Dinas Sosial juga menanggung kebutuhan sandang serta pangan selama 10 hari masa pembinaan tersebut.

"Yang kita bimbing kemarin ada 68 orang. Mereka kita bina di sini selama 3 hari sesuai kemampuan anggaran yang kita punya, tapi pada prakteknya seminggu bahkan 10 hari karena mereka senang berada di sini," katanya.

Lanjutnya, tak hanya masyarakat yang resah dengan keberadaan anjal, para petugas di Rumah Singgah pun demikian. Terlebih masa pembinaan kerap tidak sesuai berdasarkan anggaran yang ada.

Menurut Sahrial, masalah sosial itu harus dipecahkan dengan segera dengan membina para anjal secara masif, dan juga membuka wadah pekerjaan seperti aspirasi yang diinginkan para anjal.

"Keberadaan mereka kan memang membuat masyarakat resah dan takut. Tapi kan tidak mungkin mereka begitu terus, dikejar-kejar petugas terus. Dia di lapangan kan mencari kehidupan. Jadi kita salahin mereka tidak mungkin toh orang dia butuh hidup dan menghidupi keluarganya," bebernya.

Sesuai keinginan para anjal itu, Sahrial pun mengatakan tengah mengupayakan solusi berupa pekerjaan saat mereka tidak tertampung disektor formal, yaitu pemberdayaan.

"Konsep yang sementara ada itu kita mau buka sentra budidaya ikan konsumsi air tawar. Di sana kan ada pembibitan, ada pembesaran, ada pembuatan pakan, ada distribusi untuk mencetak pakan butuh bahan baku, nah mereka harus cari dan mereka yang bekerja itu. Jadi mereka akan tersentralisir di satu lokasi agar tidak lagi berkeliaran di mana-mana," tukasnya.(RMI/HRU)