TANGERANGNEWS.com-Produk-produk instan seperti mie instan, sarden dan susu kental manis (SKM) sangat lumrah ditemukan dalam paket bantuan sembako bagi warga terdampak COVID-19 di Indonesia.
Sekilas, bantuan ini terlihat meringankan masyarakat. Namun bila diperhatikan, bantuan untuk masyarakat dengan komposisi makanan instan seperti ini belum tentu meringankan beban keluarga.
Anggota komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah melalui siaran pers yang diterima TangerangNews mengingatkan, COVID-19 bukan hanya masalah kesehatan.
#GOOGLE_ADS#
“Orang sakit butuh makan, orang sehat juga butuh makan. Artinya kebutuhan pangan tidak berkurang, tapi produksi mengalami gangguan,” ujarnya, Jumat (8/5/2020).
Kondisi tersebut jelas akan berdampak terhadap kurangnya pasokan bahan pangan untuk keluarga.
Dijelaskan Luluk, bila ditingkat keluarga sudah mengalami kelaparan, maka yang pertama akan terdampak adalah anak-anak, karena mereka merupakan anggota keluarga yang sangat rentan.
Oleh karena itu, penyertaan SKM dan makanan instan lainnya di dalam bantuan sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19, harus bisa digantikan dengan bahan pangan lain yang dapat memenuhi nilai gizi keluarga.
#GOOGLE_ADS#
“Yang paling ideal pasti ada beras. Tapi kalau di daerah tersebut ada pangan lokal yang biasa dikonsumsi masyarakat, misalnya sagu, jagung atau sorgum, itu bisa dimasukkan," jelasnya.
"Inilah yang disebut diversifikasi pangan. Ini juga penting untuk menyerap hasil-hasil dari daerah setempat, seperti ikan baik darat dan laut. Kenapa di dalam paket ada mie instan dan susu kental manis tidak diganti saja dengan protein yang langsung bisa diproduksi oleh nelayan kita?” tambah Luluk.
Ia menambahkan, bila alasan pemberian SKM dan makanan instan ini untuk kemudahan distribusi, maka persoalan tersebut dapat diatasi apabila antar kementerian mau saling bekerjasama.
Sebab, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan institusi yang lain masing-masing punya program bantuan dalam penanganan COVID-19.
“Kalau program-program setiap kementerian ini saling diintegrasikan, maka tidak akan ada ceritanya susu kental manis masuk dalam Bansos,” tegas Luluk.
Ia mencontohkan, pemerintah bisa membeli bahan-bahan pangan yang surplus di akibat rendahnya daya beli masyarakat seperti ayam, telur dan cabai untuk dibagikan kembali dalam bentuk bantuan.
Untuk memudahkan distribusi ataupun mencegah agar bahan tersebut tidak rusak, bahan pangan tersebut dapat diolah ataupun dijadikan produk beku.
“Cara-cara kreatif seperti ini yang perlu dilakukan. Inilah yang dilakukan oleh Vietnam dan negara lain. Dalam keranjang bantuan pangan isinya makanan bergizi, bukan junkfood seperti mie instan dan susu kental manis yang dapat membuat anti bodi menurun,” pungkas Lulu.
Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes Dyah Yunniar Setiawati membenarkan bantuan sosial untuk masyarakat terdampak COVID-19 masih jauh dari aspek pemenuhan gizi masyarakat.
#GOOGLE_ADS#
“Sekarang bagaimana agar ketersediaan pangan bisa diakses oleh masyarakat. Harapannya, keluarga-keluarga yang telah menerima bantuan dapat memenuhi kebutuhan yang lain, terutama kebutuhan protein untuk anak,” ujar Dyah.
“Susu kental manis bukan produk susu, ini salah kaprah. Sebaiknya dalam bantuan tidak ada susu kental manis,” tutupnya. (RAZ/RAC)