Oleh: Anisa Nur Azizah, Mahasiswi Akuntansi Syariah STEI SEBI
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di Dunia. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama muslim, tentunya hal itu mendorong peningkatan kinerja industri Syariah.
Saat ini, Pertumbuhan ekonomi Syariah di Indonesia yang signifikan diiringi dengan hadirnya Lembaga Keuangan Syariah (LKS), seperti Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah (SPS) Tahun 2020 tercatat ada 14 BUS, 20 UUS dan 168 BPRS (OJK, 2020).
Selain LKS, Lembaga nonbank juga kian menjamur, seperti Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) dan Baitul Maal Wattamwil (BMT) yang menjadi lembaga keuangan untuk masyarakat menengah ke bawah.
Lembaga Keuangan Syariah yang menawarkan produk dan layanan syariah sepatutnya dapat memasukkan nilai nilai syariah dan memiliki mekanisme tata kelola perusahaan yang baik untuk memastikan bahwa LKS telah memenuhi kepatuhan syariah.
Kepatuhan syariah merupakan karakteristik yang membedakan LKS dengan Lembaga Keuangan konvensional (Mardian, 2015). Demikian dalam pemenuhan kepatuhan syariah, LKS memerlukan pengawasan Syariah dan internal kontrol.
Oleh karenanya, maka dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Auditor Syariah.
DPS dan auditor syariah adalah individu yang memeroleh pengetahuan dan pelatihan terkait Syariah.
Mereka merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan memastikan bahwa entitas tersebut menjalankan operasionalnya sesuai prinsip Syariah.
Namun, isu dan tantangan yang muncul adalah tidak seimbangnya kompetensi yang dimiliki oleh DPS di bidang keuangan dan akuntansi dengan di bidang Syariah, sertifikasi DPS di Indonesia belum optimal dan lembaga pendidikan dan pelatihan yang menyediakan kurikulum akuntansi/auditing sehingga DPS yang ada masih terbatas (Izzatika & Lubis, 2016).
Untuk mengatasi tantangan kualifikasi auditor Syariah, maka diperlukan role model kompetensi auditor Syariah yang terdiri dari pondasi utama dan tiga elemen lainnya, yaitu mencakup Knowledge, Skill dan Other Characteristic (KSOC) (Aishah & Ali, 2020).
#GOOGLE_ADS#
Pertama, Perilaku dan Etika Profesional. Pondasi dasar dari model kompetensi auditor Syariah adalah sumplementasi perilaku dan etika profesional sebagai landasan yang kokoh untuk pelaksanaan audit kepatuhan Syariah.
Elemen ini merupakan tambahan dari apa yang biasanya ditawarkan oleh model audit konvensional. DPS dan Auditor Syariah dituntut untuk memiliki kode etik profesi yang mencakup unsur efektivitas, kerahasiaan, etika, due professional care, integritas, independensi dan teknis.
Kedua, Pengetahuan (Knowledge). Kompetensi pengetahuan mengacu pada pemahaman tentang dasar Syariah, fiqh muamalat dan operasional perbankan Islam yang menjadi tiga pengetahuan esensial.
Di sinilah peran lembaga pendidikan untuk menyediakan kurikulum dan memberikan pemahaman dasar kepada auditor Syariah terkait ilmu akuntansi, auditing syariah serta pengetahuan kusus.
Pengetahuan khusus dapat diperoleh melalui pelatihan-pelatihan Syariah. Misalnya, di Indonesia untuk menjadi seorang auditor Syariah ketika dinyatakan lulus setelah mengikuti serangkaian pelatihan sertifkasi dari Ikatan Akuntan Indonesia atau Sertifikasi Akuntansi Syariah (SAS).
#GOOGLE_ADS#
Ketiga, Keterampilan (Skill). Hal utama yang harus dimiliki Auditor Syariah adalah keterampilan dalam mengaudit. Selain itu, mereka juga harus memiliki keterampilan komunikasi keterampilan berpikir analitis dan personal skill. Keterampilan ini membantu auditor Syariah dalam mengidentifikasi ketidakpatuhan prinsip Syariah pada LKS.
Terakhir, Karakteristik Lainnya (Other Characteristic). Elemen ketiga kompetensi, yaitu ciri-ciri atau keterampilan berperilaku lain yang berkaitan dengan atribut pribadi seperti sikap positif, kerja tim dan kolaborasi serta manajemen dan kepemimpinan.
Selain itu, hal terpenting menjadi auditor adalah kemauan untuk terus belajar sehingga dapat meningkatkan keterampilannya.
Demikian, model kompetensi ini sebagai alat utuk menghadapi perubahan organisasi.
Sedangkan auditor syariah dituntut untuk terus memperbaharui pengetahuan dan pelatihan syariah mereka, guna melahirkan calon auditor yang siap menghadapi tantangan serta dapat memenuhi ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan kompeten.
Referensi
Aishah, N., & Ali, M. (2020). Competency model for Shari ’ ah auditors in Islamic banks. Journal of Islamic Accounting and Business Research, 11(2), 377–399. https://doi.org/10.1108/JIABR-09-2016-0106
Izzatika, N. F., & Lubis, A. T. (2016). Isu dan Tantangan Kompetensi Dewan Pengawas Syariah Di Indonesia. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Islam, 4(2), 147–165.
Mardian, S. (2015). Tingkat Kepatuhan Syariah di Lembaga Keuangan Syariah. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Islam, 3(1), 57–68. https://doi.org/10.35836/jakis.v3i1.41
OJK. (2020). Statistik Perbankan Syariah - Januari 2020. 1–104