TANGERANGNEWS.com-Potret kemiskinan ternyata masih dapat ditemukan di Tangerang Selatan, tepatnya di sudut wilayah Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur.
Sejak 1999 silam, Mursih dan suami yang sama-sama mengidap penyakit keras harus berjuang di bawah lindungan rumah reyot bersanggahkan kayu di RT 5/6, Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangsel.
Sudah bertahun-tahun, Mursih mengidap penyakit kanker payudara. Sedangkan Narun, sang suami kini tengah mengidap penyakit infeksi paru-paru, dan harus menjalani perawatan secara berkala. Namun, keduanya hidup dengan serba kekurangan.
Selama hampir 21 tahun, keduanya berlindung dari rumah yang hanya beratapkan asbes dengan bambu penyangga yang hampir runtuh.
Perasaan Mursih dan suami pun selalu khawatir, terutama kala hujan menerpa. Sebab, rumah berukuran sekitar 50 meter persegi yang ditinggali keduanya tersebut mudah roboh.
Mereka khawatir, rumah yang ditinggalinya itu hancur diterpa hujan dan angin.
"Kalau hujan bocor semuanya. Paling kita mengungsi ke atas (rumah saudara). Kalau hujan kita tidur atau duduk di luar, biar siap-siap kabur, gampang larinya. Takutnya roboh, kayunya sudah begitu," ujar Mursih di kediamannya, Sabtu (19/12/2020).
Bahkan, kata Mursih, rumah yang letaknya di dataran cukup rendah itu selalu banjir jika hujan deras turun.
Dalam benaknya, Mursih dan suami ingin sekali membenahi rumah yang sudah tak layak huni tersebut.
Namun apa daya, penghasilan yang tak seberapa hanya habis dipergunakan untuk berobat.
Kini Mursih hanya bekerja serabutan. Seluruh pekerjaan yang ditawarkan padanya, selalu ia sanggupi demi mendapatkan pundi-pundi rupiah.
"Di sini saya dikenal, kalau ada hajatan saya yang disuruh masak. Apa saja sih, mijit juga, jadi pembantu juga, apa saja pokoknya," ujar Mursih.
Sedangkan sang suami, baru bekerja sebagai petugas keamanan wilayah setempat sejak sebulan lalu. Sebelumnya, hanya berbaring dengan penyakit yang dideritanya.
#GOOGLE_ADS#
"Alhamdulillah, Pak RT baru nawarin pekerjaan jadi (petugas) keamanan. Sebulan dapat Rp600 ribu ditambah Rp100 ribu. Jadi dapat Rp700 ribu. Tapi itu enggak diotak-atik. Hanya untuk perobatan biar suami saya sembuh," tuturnya.
Sementara itu, untuk kehidupan sehari-hari, Mursih hanya mengandalkan pemberian anak perempuannya yang kini sudah menikah, sebesar Rp300 ribu perbulan.
Sedangkan harapan terbesarnya, kini terdapat pada anak laki-lakinya yang kini berada di wilayah Solo, Jawa Tengah.
"Harapan terbesar saya supaya Nasrul, anak saya bisa sukses. Bisa ngerubah nasib keluarga. Makanya saya perjuangin pendidikan dia sampai tamat SMA," ucap Mursih.
Harapan terbesarnya itu bahkan diucapkan Mursih sembari terlihat matanya berkaca-kaca.
Ia mengungkapkan, betapa dirinya begitu mengharapkan uluran tangan dari pemerintah.
Mursih menyebut selama ini ia sangat jarang mendapatkan bantuan, kecuali bantuan sosial bagi warga terdampak COVID-19. Itu pun didapati setelah dirinya meminta langsung kepada pihak penyalur setempat.
"Terus pernah sekali lagi dapat bantuan dari BAZNAS, itu bantuan untuk pendidikan anak pertama saya sebesar Rp1.500.000," tuturnya.
"Kalau ada bantuan PKH (Program Keluarga Harapan) saya mau banget. Habis biasanya kita hanya meliat orang lain yang dapat bantuan," tuturnya.
Besar harapannya, Mursih dan suaminya yang kini sedang sakit mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat.
"Kalau ada bantuan, saya sangat mau. Mudah-mudahan dapat," pungkasnya.