TangerangNews.com

Langkah Reza Mahasiswa UIN dari Ciputat ke Rinjani 

Rachman Deniansyah | Kamis, 11 Maret 2021 | 22:16 | Dibaca : 1115


Reza pemuda lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. (@TangerangNews / Istimewa)


TANGERANGNEWS.com-Berjalan kaki mungkin menjadi suatu hal yang lumrah dilakukan oleh setiap orang dalam menuju suatu tujuan.

Namun berbeda di mata seorang pemuda lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Reza Nufa, 31. 

Langkah demi langkah dalam berjalan kaki tersebut telah dibuatnya menjadi suatu perjalanan yang sangat istimewa, sekaligus menciptakan sebuah kisah yang membuat orang tercengang mendengarnya. 

Lima tahun silam, Reza yang saat itu tengah berada di ujung perkuliahannya memutuskan diri untuk mendaki Gunung Rinjani. 

Namun bukan sembarang mendaki, demi mewujudkan mimpinya ia nekat menuju Gunung Rinjani dengan cara berjalan kaki. 

Perjalanan panjang itu pun ia mulai, tepat pada 16 Januari 2016 silam. Langkah kaki pertamanya, ia mulai ayunkan dari tempat tinggalnya saat itu, di salah satu indekos yang berlokasi di sekitaran Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. 

Perjalanan panjang yang tak masuk akal tersebut, pertana kali terbesit dalam hidupnya saat Reza dirundung kebuntuan dalam hidupnya. 

Saat itu, ia merasa hidupnya hanya sepanjang kasur tempatnya tertidur pulas, dan lebarnya hanya sebatas tembok indekos berukuran kecil. 

Masalah demi masalah, terus menghujaninya dan tertampung memenuhi isi kepalanya. Hingga tak banyak yang dapat ia perbuat. Dirinya bagai terkekang dalam satu persatu persoalan hidupnya. 

"Waktu itu mau lulus kuliah. Kuliah sampai tujuh tahun, ya mikir selama hidup ngapain sih, hidup serba gak jelas banget. Apalagi banyak kejadian, yang serba berantakanlah," tutur Reza kepada TangerangNews.com, Kamis (11/3/2021). 

Namun, sesekali ia dapat terbebas dari kekangan tersebut, hal itu hanya ia rasakan saat dirinya tertidur pulas melalui bunga tidurnya. 

Dalam mimpinya itulah, ia merasa damai dengan tertidur pulas di hamparan padang rumput yang indah. 

Kenyamanan itu ia rasakan begitu dalam. Sehingga dia terus berharap mengulangi mimpinya tersebut. Reza pun terhanyut dalam mimpi yang beberapa kali berulang tersebut. 

Reza Nufa, 31, sedang menatap keindahaan alam dari Puncak Gunung Rinjani.

#GOOGLE_ADS#

"Tadinya sering mimpi buruk, lalu beberapa malam saya mimpi seperti tiduran di suatu padang rumput atau sabana gitu. Enak banget, setiap mimpi itu pasti tidur nyenyak dan enak gitu. Beberapa kali mimpi itu, berkali-kali berulang," ucapnya. 

Namun suatu ketika, mimpi itu pun hilang. Usai lama tak merasakan mimpinya kembali, Reza pun rindu.

"Kangen karena tidur nyenyak gitu kan enak. Mimpi itu hilang. Akhirnya nyari-nyari di-google. Nyari di Eropa segala macam, enggak menemukan yang sesuai nuansanya," tutur Reza. 

Namun saat akhir 2015 silam, tiba-tiba ia melihat suasana yang selama ini ia cari, sama seperti mimpinya. Ia melihat suasana itu di layar kaca. Tepatnya saat salah satu stasiun televisi memberitakan bencana erupsi di Gunung Rinjani. 

"Waktu ada berita Rinjani erupsi. Akhir tahun lalu, disorotlah Rinjani saat sebelum erupsi gimana keindahannya. Kok di sini. Sama banget, feelnya nuansanya sama," ucap Reza dengan terheran. 

Bermula dari itulah, Reza memantapkan hati untuk berjalan kaki menuju padang sabana yang terus ia mimpikan. 

Langkah demi langkah pun ia ayunkan. Desa demi desa, kota hingga kota ia lewat dengan setiap keunikannya.

Setidaknya ia telah berjalan kaki hampir lebih dari 1.500 kilometer. Perjalanan Istimewa dalam hidupnya itu, ia tempuh selama tiga bulan lamanya. 

"Jalan kaki saya pilih karena mungkin itu mungkin paling lambat. Jadi semacam jeda untuk pikir ulang, mau diarahkan kemana lagi gitu," katanya. 

Ternyata baginya, perjalanan jauh dan melelahkan itu tak sia-sia ia lakukan. Banyak sekali hal yang dia rasakan, mulai dari suka atau duka. 

Rasa pegal, hingga sakit yang sampai membuat kakinya terluka tak menjadi halangan baginya. 

Suasana Puncak Gunung Rinjani.

"Banyak pengalaman yang saya dapat. Banyak hal yang enggak saya temui sehari-hari di Ciputat. Sepanjang jalan banyak sekali orang baik, dalam artian enggak hitung-hitungan. Semua menolong saya. Mengajak mampir, menginap, bahkan dikasih uang jajan, ongkos. Orang baik banyak di jalan," katanya. 

Semua itu dia lalui di sepanjang jalan menuju puncak Gunung Rinjani. Termasuk hal-hal yang membuat terseok dalam petualangannya tersebut. 

Empat sandal jepit yang rusak, hingga luka yang tersayat di kakinya seolah menjadi bukti Reza dalam meraih mimpinya. 

Reza memetik pengalaman mahal yang dilewati tanpa merogoh kocek hingga sampai ke puncak gunung setinggi 2.010 meter di bawah permukaan laut (m dpl) tersebut. 

"Hingga sampai di puncak. Rasanya kombinasi banget. Nangis saya. Senang banget. Akhirnya, terpenuhi. Artinya sampai ujung. Itu pokoknya sampai sekarang teringat sekali," ungkap Reza dengan penuh rasa syukur. 

Bahkan yang tak habis pikir olehnya, Reza baru tersadar bahwa tenda yang didirikannya itu tepat di titik saat ia terlena dalam mimpinya yang terus berulang selama ini. 

"Bertemu ternyata ada satu titik lumayan jelas penglihatannya itu dari arah Plawangan Sembalun ke arah danau. Mirip banget, suasanya sesuai dengan perasaan yang saya rasakan. Dari titik itu, bahkan saya tidak tahu, mungkin secara insting atau gimana. Itu dapat spot tenda yang tepat dititik itu. Padahal waktu itu lumayan padat tenda-tenda," terangnya. 

Sekali lagi, petualangannya tersebut membuatnya kembali terheran. Langkah demi langkah yang ia lewati hingga mencapai puncak Gunung Rinjani itu, ternyata seolah sama dengan novel yang pernah dibuatnya, 2012 silam. 

"Dan merindingnya lagi beberapa tahun sebelumnya tahun 2012, saya menerbitkan buku judulnya Hanif, itu tentang perjalanan seseorang dalam pelariannya dari rumah ke arah timur. Novel fiksi memang. Yang enggak kepikiran, kok seperti saya yang menjalani. Baru sadar setelah itu. Dulu tokoh saya kok juga begini ya," ucapnya yang masih terheran. 

Namun di balik itu, Reza sempat dikuasi oleh kesedihan yang tiba-tiba mengurungnya. Ia tak dapat berbagi pengalamannya saat itu kepada orang lain. 

Atas hal itu, ia pun memutuskan untuk menceritakan pengalaman mahalnya tersebut kepada warganet. Alhasil, beribu komentar dan respons baik membuat pengalamannya itu banyak diapresiasi dan viral di jagat maya. 

Ia mengungkapkan, perjalanan berharganya itu telah memberikan banyak pelajaran baginya. Reza banyak menghadapi situasi yang membuatnya harus merubah banyak hal, termasuk pola pikirnya. 

"Dulu saya tuh orang gugupan, mungkin karena sering mengurung diri di kamar, karena di tinggal mati teman dekat," katanya. 

Petualangan hidupnya yang tak dapat terbayarkan oleh apapun itu pun diabadikan olehnya menjadi suatu karya tulis dengan judul 'Pulang ke Rinjani'. 

Ia pun kini telah puas dengan seluruh yang telah dilewatinya. Kini Reza menetap di Yogyakarta. Ia telah sibuk menjadi kepala redaksi di Yogyakarta. 

"Seluruh perjalanan saya, saya abadikan dalam sebuah buku. Selama lima tahun akhirnya sekarang sudah saya terbitkan dan tersedia di seluruh market place. Seluruhnya kisah nyata, ditambah dengan alasan saya mengarungi petualangan tersebut," jelasnya. (RED/RAC)