TangerangNews.com

Setahun COVID-19 Bagi Lingkungan

Redaksi | Minggu, 14 Maret 2021 | 21:06 | Dibaca : 850


Dian Nazilatuts Tsani, mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (@TangerangNews / Dian Nazilatuts Tsani)


Oleh: Dian Nazilatuts Tsani, mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

TANGERANGNEWS.com-Memperingati setahun berdampingan dan berjuang melawan covid-19, lalu bagaimana dampak yang terjadi pada sekeliling kita? Hanya menjadi saksi atau bermain aksi?

Corona virus disease (COVID-19) adalah penyakit gangguan pernapasan jenis baru dari virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang telah menjadi wabah global sejak setahun terakhir. Diketahui bahwa virus tersebut berasal dari Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Kemudian kasus menyebar dengan cepat ke berbagai negara. Indonesia menerima kasus terinfeksi pertama pada 2 Maret 2020 dan terus meningkat hingga seribu pasien terpapar pada bulan pertama virus tersebut masuk. Kemudahan penyebaran virus melalui cairan batuk, bersin dan kontak fisik langsung menyebabkan berbagai gejala yang beragam seperti demam, sesak napas dan gangguan organ dalam lainnya. Gejala akan berdampak lebih serius hingga kematian kepada penderita yang memiliki penyakit komorbid seperti diabetes, kanker, hipertensi dan autoimun.

COVID-19 membuat manusia beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat. Saat ini semua menjadi lebih sadar tentang pentingnya menjaga kebersihan seperti penerapan 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak) yang terus digaungkan. Penggunaan APD, termasuk masker sekali pakai telah menjadi kebutuhan pokok pada masa pandemi ini. Akhir-akhir ini penggunaan masker sekali pakai jenis duckbill tengah ramai dikenakan karena terkesan elegan dan mengandung kualifikasi 3 lapis mampu melindungi saluran pernapasan sebesar 95%. Hal ini tentu menjadi masalah baru bagi dunia karena berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),Indonesia telah mengalami kenaikan limbah medis sebanyak 30%-50% selama masa pandemi. Sedangkan limbah medis dari Wuhan di Cina menghasilkan 240 ton setiap harinya, Ahmedabad di India menghasilkan 1 ton tiap harinya. #GOOGLE_ADS#

Pengolahan limbah masker ini harus dilakukan dengan tepat untuk menghindari penularan virus dari masker, karena virus SARS-CoV-2 mampu bertahan sehari di kertas karton dan 3 hari di plastik dan baja tahan karat. Penguraian masker juga membutuhkan waktu 100 tahun untuk menyatu dengan tanah. Akibat minimnya pengtahuan mengenai pengolahan limbah masker, banyak manusia membuang masker sekali pakai secara utuh dan sembarangan. Hal tersebut mampu menyumbat saluran air dan mengganggu keseimbangan ekosistem hewan yang sering ditemui terdapat limbah di mulutnya.

Sebagai upaya untuk mengurangi rantai penyebaran covid-19 maka pemerintah menetapkan berbagai kebijakan di Era New Normal. Berbagai kebiasaan baru telah mengubah cara manusia dalam beraktivitas. Kebijakan tersebut berlaku pada beberapa sektor seperti pendidikan, ekonomi, sosial dan lingkungan alam secara tidak langsung. Pemberlakuan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada instansi pendidikan dan Work From Home (WFH) pada berbagai jenis pekerjaan menyebabkan berkurangnya segala kegiatan di luar rumah. Hal ini tentu berdampak positif dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat penggunaan transportasi pribadi maupun umum.

Kendaraan bermotor umumnya menggunakan bahan bakar bensin untuk beroperasi. Hasil buangan dari knalpot yaitu pembakaran hidrokarbon yang tidak sempurna sehingga menghasilkan CO2 dan NO2. Berdasarkan data IEP,2020 bahwa polusi gas akibat knalpot terus menurun selama masa lockdown di berbagai Negara, beberapa kota di Eropa berkurang hingga 30-60%, Amerika Serikat berkurang hingga 25,5% , Sao Pao Brazil hingga 54,3% dan Delhi,India hingga 70% (IEP,2020). Hal yang sama juga terjadi pada transportasi udara, penerbangan di berbagai Negara dilakukan pengurangan sebanyak 96% baik secara domestik maupun luar negeri akibat pandemi. Kebisingan akibat transportasi dan mesin pada industri juga menyebabkan polusi suara yang memberikan efek buruk terhadap kesehatan fisiologis manusia dan mengganggu keseimbangan ekosistem hewan disekitar.#GOOGLE_ADS#

Selain dampak negatif yang teriurai diatas, pandemi juga mendatangkan berbagai dampak positif bagi lingkungan. Pencemaran air merupakan masalah yang sering terjadi pada berbagai Negara berkembang, tetapi selama masa pandemi sungai Gangga di India telah memenuhi standar kualitas air yang layak digunakan dengan indikator pH (7,4-7,8), oksigen terlarut (9,4-10,6) mg, kebutuhan biokimia oksigen (0,6-1,2)mg dan total koliform(40-90 MPN/100 mL).

Sedangkan penampakan menakjubkan gunung Gede - Pangrango di kawasan Kemayoran, Jakarta menjadi perhatian warganet pada bulan Februari lalu . Rupanya hal ini sesuai dengan data BMKG bahwa data kualitatif timeseries bulan Maret 2020 menunjukkan grafik penurunan konsentrasi PM10 dan PM2,5 jika dibandingkan pada tahun lalu.

#GOOGLE_ADS#

Perubahan lingkungan di atas tentu bagian dari konsekuensi jangka pendek pandemi. Mengurangi segala kegiatan industri maupun aktivitas di luar rumah bukanlah satu-satunya solusi yang tepat. Sudah saatnya kita membuat strategi pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Berikut strategi sederhana namun berdampak luar biasa yang dapat kita lakukan dari rumah untuk melestarikan lingkungan:

1. Menanam pohon

Kegiatan ini mampu memberikan sejumlah manfaat yaitu sebagai penghasil oksigen agar rumah tidak terasa gersang, menghasilkan manfaat konsumsi pada tanaman berbuah dan memberi kesan indah pada jenis tanaman berbunga.

2. Tidak membakar sampah

Pembakaran sampah menyebabkan kerusakan ozon pada atmosfer bumi. Akibat pembakaran sampah menghasilkan asap hitam yang mengandung dioksin, hidrokarbon benzopirena dan karbon momoksida yang berbahaya bagi kesehatan

3. Pengolahan air limbah

Dalam rangka mengurangi polusi air dari limbah industri maka penggunaan kembali air limbah pengolahan non produksi seperti pembersihan jalan dan tanaman untuk mengurangi kuantitas penggunaan air bersih.

Para pelaku industri juga perlu memperhatikan bahan baku dan pengolahan limbah sebelum dibuang ke alam.

4. Menghemat energi

Sumber energi umumnya berasal dari fosil dalam bumi seperti batu bara dan minyak bumi. Dengan menerapkankan hemat energi, kita telah menyelamatkan cadangan energi tak terbarukan tidak cepat habis.

Hemat energi dapat dilakukan dengan mencabut kabel elektronik dari stop kontak setelah digunakan dan memilih bohlam jenis CFL (Compact Fluorescent Lamp) karena dayanya yang lebih sedikit. (RAZ/RAC)