TangerangNews.com

Mahasiswa UGM Ungkap Ketimpangan Spasial di Tangerang Berpotensi Konflik

Rangga Agung Zuliansyah | Rabu, 25 Agustus 2021 | 13:22 | Dibaca : 6823


Peta ketimpangan spasial di Kelurahan Bencongan, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. (@TangerangNews / Istimewa)


TANGERANGNEWS.com-Sekelompok mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) melakukan penelitian terkait fenomena kemunculan gated community atau pemukiman perkotaan tertutup di Jabodetabek, salah satunya Kabupaten Tangerang.

Kemunculan gated community tersebut dinilai telah mengakibatkan ketimpangan spasial, lalu berdampak kepada kemunculan sentimen-sentimen yang membuat masyarakat rentan akan terjadinya konflik.

Para mahasiswa UGM tersebut terdiri dari Akmal Hafiudzan dari jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh, Moch Alief Rizky dari Ilmu Sejarah dan Ruben Bima Karia Sianturi dari Ilmu Hubungan Internasional.

Penelitian mereka diketahui termasuk kepada salah satu penelitian yang lolos pendanaan program Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang riset sosial humaniora untuk tahun 2021 ini. 

#GOOGLE_ADS#

Adapun penelitian tersebut dilakukan di Kelurahan Bencongan, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Kelurahan tersebut diketahui sebagai kelurahan yang telah menjadi wilayah tujuan pembangunan pemukiman masyarakat sejak dahulu.  

Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, Akmal dan kawan-kawan melakukan studi literatur, observasi langsung ke lapangan, serta mewawancarai tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili RW gated community, RW perumnas (perumahan nasional), serta RW kampung kota.

Observasi dan wawancara yang mereka lakukan dilaksanakan pada tanggal 7-14 Juni 2021 atau sebelum terjadi PPKM darurat, yang tentunya dengan masih menerapkan protokol kesehatan.  

Dari hasil penelitian tersebut diketahui ketimpangan spasial tampaknya tidak terhindarkan lagi di Jabotabek. Perbedaan pendapatan di antara masyarakat menciptakan adanya pemukiman warga dengan kondisi yang elite, rapi, asri, serba ketercukupan fasilitas publiknya (gated community). Ada pula pemukiman dengan kondisi yang berbeda 180 derajat di wilayah kampung kota.

#GOOGLE_ADS#

Kedua bentuk pemukiman tersebut kemudian diketahui terpisahkan oleh “pagar” yang tercipta dari pembangunan pemukiman gated community. Alhasil, isolasi interaksi antar masyarakat di dunia kondisi pemukiman tersebut pun tidak bisa juga terelakkan.

Hal ini lah yang kemudian berdampak kepada kemunculan sentimen-sentimen yang membuat masyarakat rentan akan terjadinya konflik sosial.

“Ketimpangan spasial ini diperburuk pula oleh adanya isolasi interaksi yang memicu sentimen dan dapat membesar menjadi konflik,” tutur Akmal, Rabu 25 Agustsus 2021.

Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, pihaknya menemukan bahwa kemunculan gated community terutama dimulai sejak adanya perubahan peraturan Badan Pertahanan Nasional tentang pembangunan perumahan swasta pada tahun 1990-an.

#GOOGLE_ADS#

Perubahan peraturan tersebut memungkinkan berdirinya perumahan elite dengan lokasi startegis. Alhasil, telah terbangun beberapa gated community di Kelurahan Bencongan sampai saat ini.

“Wilayah lain yang tidak tidak dibangun perumahan elite tersebut kemudian terbangun perumnas, serta wilayah lainnya lagi menjadi kampung kota,” ujar Akmal.

Kemudian hasil observasi dan wawancara ke lapangan, mereka juga menemukan adanya sentimen negatif yang beredar diantara masyarakat. Masyarakat gated community menganggap masyarakat di luar mereka sebagai sumber kejahatan.

“Masyarakat luar gated community menganggap masyarakat yang tinggal di pemukiman elite adalah orang-orang yang apatis,” jelas Akmal.

#GOOGLE_ADS#

Sentimen tersebut kemudian dianalisis memperbesar kemungkinan terjadinya miskomunikasi di antara masyarakat. “Kita temukan bahwa sebelumnya telah pernah terjadi konflik antara masyarakat gated community dengan kampung kota karena miskomunikasi tersebut,” ujar Akmal.

Berdasarkan penelitian tersebut, Akmal dan kawan-kawan kemudian berharap bahwa pertama, dalam persoalan kebijakan tata kota, pemerintah dapat memperhatikan fenomena ketimpangan dalam pemukiman warga tersebut. Hal ini guna menciptakan kesejahteraan untuk semua orang.

“Selain itu, menanggapi adanya isolasi interaksi di antara masyarakat, pemerintah juga diharapkan dapat menjadi pemersatu. Pemerintah harus menjadi pihak yang dapat memediasi friksi dan konflik yang sekarang telah rentan terjadi dalam masyarakat,” pukngkas Akmal.