Oleh: M. Rizal Fadillah SH, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
TANGERANGNEWS.com- Sejak pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun pada tanggal 18 September 1948, komunis melalui PKI mengarahkan perjuangannya pada penggulingan dan penggantian ideologi negara. Aparat negara seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah musuh abadi. Jika pun menjadi bagian dari aparat, maka itu adalah penyusupan dalam rangka memperkuat basis perjuangan politik.
Muso dan Amir Syarifuddin memimpin pergerakan dengan dukungan Uni Sovyet. Peristiwa Pemberontakan PKI Madiun menorehkan Catatan Hitam dari Kekejian FDR yang terdiri dari PKI, PSI, PBI, Pemuda Sosialis, BTI dan SOBSI. Monumen Kresek adalah bukti permusuhan komunis dengan TNI dan umat Islam. Selama 13 hari menguasai Madiun sebanyak 1.900-an santri dan ulama telah dibantai dengan amat keji.
Sebelum pemberontakan atau percobaan kudeta pada 30 September 1965, PKI sukses mempengaruhi Presiden Soekarno untuk melemahkan kekuatan politik agama dengan membubarkan Partai Masyumi pada Agustus 1960.
#GOOGLE_ADS#
PKI menjadi kekuatan yang berpengaruh di Istana. Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa merupakan tangan kuat kepentingan PKI. Penculikan dan pembunuhan perwira TNI tujuh pahlawan revolusi dilakukan oleh pasukan yang dekat dengan Presiden ini.
Komunis jelas musuh negara dan musuh Pancasila. Karenanya, Ketetapan MPRS No XXV/MPRS/1966 harus tetap dipertahankan. Tidak boleh goyah oleh perjuangan aktivis komunis yang ingin mencabut dengan dalih HAM (Hak Asasi Manusia), Kebhinekaan, Rekonsiliasi atau lainnya. Komunis dulu dan sekarang sama bahayanya, bahkan saat ini bisa lebih berbahaya. Covid 21 yang merusak dan mematikan.
Komunis adalah musuh agama karena komunis itu bebas moral. Paham sama rata sama rasa, konflik antarkelas menuju masyarakat tanpa kelas (unless society), serta agama sebagai candu sebenarnya justru bertentangan dengan prinsip agama. Apalagi sampai pada ajaran menghalalkan segala cara dan atheisme. Komunis memang bermisi membasmi agama.
Mengingat komunis adalah musuh negara dan agama, maka kita tidak boleh lengah atas berbagai manuvernya. Sebagai organisasi tanpa bentuk dipastikan lebih sulit untuk mendeteksinya. Meskipun demikian tekad itu tetap harus terus ditanamkan.
"Jangan sekali-kali memberi angin pada komunisme karena angin itu akan cepat berubah menjadi badai". Sayangnya badai itu tak pernah berlalu. Datang lagi, datang lagi. (*)