TANGERANGNEWS.com-Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menggelar sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh Kuasa Hukum Thomas Susanto dan Meriana dari LQ Indonesia Lawfirm terkait pelanggaran formil dalam penetapan tersangka yang dilakukan Polda Banten diduga melawan hak asasi manusia (HAM), Jumat 17 Desember 2021.
Dalam sidang, Advokat LQ Indonesia Lawfirm, Alfan Sari, menyampaikan adanya pelanggaran formil dalam penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polda Banten terhadap para pemohon atas dua pelanggaran hukum fatal yaitu pelapor Radius Simamora, tidak punya legal standing karena bukan korban atau pihak kepentingan dalam perkara yang disangkakan.
"Pasal 103 UU Merek dengan jelas, menyebutkan bahwa Pasal 100 hingga 102 adalah delik Aduan sehingga hanya korban atau pihak berkepentingan yang berhak mengajukan laporan polisi. Bukan Radius Simamora. Dengan memproses Aduan Radius Simamora, Polda Banten sudah melanggar Pasal 1 angka (25) KUHAP, jo. Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015," katanya.
Lalu, kedua adalah adanya pelanggar Hukum Formil/KUHAP, Pasal 109 ayat (1) KUHAP, jo Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 kewajiban penyidik untuk memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban atau pelapor.
"Diketahui bahwa Termohon (Polda Banten) tidak pernah memberikan SPDP yang menjadi Hak Para Pemohon, dan dapat kami buktikan dengan rekaman pembicaraan dengan petugas Polres Kota Tangerang dan Kejari Tangerang yang mengatakan tidak pernah menerima SPDP terkait. KUHAP jelas mengatur kewajiban sebagai sesuatu yang harus dilakukan, tidak boleh tidak," jelasnya.
#GOOGLE_ADS#
Ketua Pengurus dan Founder LQ Indonesia Lawfirm, Advokat Alvin Lim, menyoroti tindakan aparat penegak hukum yang semena-mena menegakkan hukum dengan melanggar HAM.
Ia menuturkan, masyarakat menaruh kepercayaan dan harapan bahwa hakim dapat dengan tegas menolak proses Pro Justitia yang melanggar HAM maupun Hak Konstitusional yang diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 mengenai kepastian hukum yang adil.
“Penegakkan hukum harus dilakukan tanpa melawan hukum karena apabila aparat penegak hukum menegakkan hukum dengan cara melawan hukum, maka aparat penegak hukum itu tidak ada bedanya dengan kriminal yang mereka adili dalam proses hukum," katanya.
Diketahui bahwa Thomas dan Meriana adalah pedagang UMKM di Kota Tangerang yang sudah beberapa kali diperas dengan cara dilaporkan oleh oknum pengacara bekerja sama dengan oknum Polres Kota Tangerang, dalam dua Laporan Polisi sebelumnya di SP3 ketika Thomas Susanto dan Meriana membayar uang damai.
Ketika terjadi ketiga kalinya, Thomas menghubungi LQ di 0817-489-0999 dan menanyakan posisi hukumnya. Setelah diinfokan bahwa proses Pro Justitia yang dilakukan oleh Polres Tangerang diduga melawan hukum formil dan tidak memiliki legal standing, maka Thomas memberikan kuasa kepada LQ Indonesia Lawfirm untuk melakukan praperadilan atas penetapan tersangka.
Bidkum Polda Banten setelah dibacakan permohonan praperadilan "Pro justitia tanpa Melawan HAM" langsung mengajukan keberatan atas perubahan isi permohonan dan dipersilakan untuk memberikan tanggapan pada sidang Senin 20 Desember 2021.