TangerangNews.com

Forum Tokoh Peduli Umat Tangerang Tolak IKN

Tim TangerangNews.com | Senin, 31 Januari 2022 | 11:58 | Dibaca : 12480


Forum Tokoh Peduli Umat (Fortop) Tangerang menyelenggarakan FGD bertajuk ‘Tolak UU IKN! Selamatkan Negeri dari Penguasa Oligarki’ digelar di Aula Gedung Kemandirian Institut Dompet Dhuafa, Karawaci, Tangerang, Banten, Minggu 30 Januari 2022. (@TangerangNews / Rangga A Zuliansyah)


TANGERANGNEWS.comMerespons disahkan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) oleh DPR RI pada 18 Januari 2022 lalu, Forum Tokoh Peduli Umat (Fortop) Tangerang menyelenggarakan FGD bertajuk ‘Tolak UU IKN! Selamatkan Negeri dari Penguasa Oligarki’. 

Panitia penyelenggara menghadirkan lima narasumber dari berbagai kalangan, yaitu pengamat kebijakan publik Endro Cahyono, Direktur Institut Learning Nusaibah Binti Ka’ab Agus Lukman Hakim, Ketua Asosiasi Pengusaha Muslim Tangerang Hambali, aktivis lingkungan dan pengamat sosial Prasetyo Abu Miqdad, dan cendikiawan muslim Ihsan Azhari. Gelaran FGD ini digelar di Aula Gedung Kemandirian Institut Dompet Dhuafa, Karawaci, Tangerang, Banten, Minggu 30 Januari 2022.

Di hadapan sekitar 70 tokoh masyarakat dari berbagai penjuru Kota Tangerang, Soerahman selaku ketua panitia penyelenggara, menyampaikan bahwa Fortop merupakan wadah, khususnya para tokoh yang ada di Tangerang sebagai ruang diskusi mengenai persoalan yang menimpa umat dan dalam upaya umat Islam untuk meraih predikat umat terbaik. 

“Sekaligus sebagai bentuk kepedulian terhadap nasib umat, yang semua ini terinspirasi dari Alquran dan Hadist,” kata Soerahman.

Menurut Soerahman, saat ini persoalan umat terbaru adalah disahkannya UU IKN oleh DPR yang dinilai banyak kejanggalan oleh banyak pihak, yang pada akhirnya nanti akan merugikan umat. 

Oleh karena itu, ia merasa perlu mengangkat tema ini dalam FGD #1 Fortop, sebagai salah satu langkah pencerahan dan penyelamatan negeri. 

Presentasi pertama disampaikan oleh Endro Wicaksono. Dalam presentasinya, Endro lebih menjelaskan pada aspek hukum, terkait pengesahan UU IKN. 

“Dalam konteks pengesahan UU IKN, pemerintah melewatkan tahapan-tahapan syarat formal dalam pembentukan suatu undang-undang, hal ini tertuang dalam peraturan perundangan, No. 15 Tahun 2019, yang memperhatikan unsur publik dalam draf pembuatannya. Artinya UU IKN ini minim partisipasi publik,” ujar Endro.

Dari sisi lain, Agus Lukman Hakim memandang, ada semacam pergeseran politik dari politik demokrasi ke politik oligarki. Dalam praktik politik oligarki, antara kekuasaan dan harta akan terus saling mengikuti. 

#GOOGLE_ADS#

“Kemudian dalam proses legalitas UU IKN, kita bisa baca dari alur penyerahan proyek IKN, kepada siapa proyek ini diserahkan. Semua ini tidak lepas dari motif penguasaan kapitalis terhadap negara,” ungkapnya. 

Sedangkan Hambali menyamaikan bahwa istilah yang tepat untuk fakta IKN bukan hanya politik oligarki tetapi plutokrasi. Plutokrasi merupakan gabungan penguasa oligarki dan perusahaan-perusahaan besar. 

Menurutnya, plutokrasi merupakan bentuk nyata kapitalis dalam menghancurkan negara. “Kapitalisme meniadakan aspek akhirat, yang tidak jauh dari urusan perut dan sedikit di bawah perut,” kata Hambali.

Adapun pada aspek lingkungan dan sosial masyarakat, Prasetyo Abu Miqdad, menyatakan bahwa memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan sama halnya dengan memindahkan masalah.  

Pasalnya, kata dia, ibu kota negara yang baru, bukanlah suatu daerah yang bebas banjir. Dari sisi kajian mengenai lingkungan, berdasarkan data yang ia terima, bahwa Kalimantan bukanlah provinsi yang tepat untuk dijadikan ibu kota negara. 

“Justru akan muncul masalah-masalah baru lainnya, seperti tata kelola air, flora dan fauna, mangrove, bahkan konflik sosial. Oleh karena itu IKN ini wajib ditolak,” tegasnya.

Sementaraitu, Ihsan Ashari mengatakan di IKN ada pengaruh ideologi sekularisme, kapitalisme, dan sosialis komunisme. “Dengan maksud mencengkeram dan menanamkan pengaruhnya terhadap suatu negara,” ujar Ihsan. 

Pada IKN, lanjut dia, negara digiring untuk berutang dan semakin menambah utang. Padahal utang Indonesia sampai Oktober 2021 sudah mencapai Rp 6.700 triliun. 

Ihsan mengaku prihatin terhadap umat yang belum menyadari itu semua, sehingga tidak mampu mencium bau busuk ideologi rusak yang menihilkan peran agama dalam pengaturan kehidupan. “Umat harus fokus pada perjuangan ideologinya yakni Islam, yang kelak akan dimenangkan,” tutur Ihsan.