TangerangNews.com

Makna Merdeka Dalam Dunia Pendidikan dan Pentingnya Political Will

Rangga Agung Zuliansyah | Rabu, 17 Agustus 2022 | 19:09 | Dibaca : 1378


Dr. Vedia, M.Pd., Guru SMAN 9 Tangerang dan Pengajar Praktik pada program Pendidikan Guru Penggerak. (@TangerangNews / Istimewa)


Oleh: Dr. Vedia, M.Pd. Guru SMA Negeri 9 Tangerang

 

Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sostro

Pernahkah Anda mendengar iklan di atas? Kurikulum merdeka yang saat ini tengah berlangsung bisa jadi hanya seperti iklan di atas “Apapun kurikulumnya, mengajarnya sama saja”. Mengajar yang lebih banyak ceramah, tidak kreatif, dan tidak memerdekakan siswa. Hal ini bisa terjadi jika perubahan kurikulum tidak diiringi dengan political will.

Bahkan dalam situs Cambrige Education disebutkan “Building the political will for change”. Perbaikan pendidikan berkelanjutan hanya mungkin terjadi jika  ada political will yang nyata untuk perubahan. Political will adalah komitmen berkelanjutan dari politisi (pemerintah) dan administrator untuk menginvestasikan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu dan kemauan untuk membuat dan menerapkan kebijakan meskipun ada rintangannya (Little, 2010). Dengan adanya political will apa yang menjadi keputusan di pusat akan dapat terlaksana sampai ke akar-akarnya.

Pendidikan sebagai suatu sistem tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Semua bagian yang ada dalam lingkaran pendidikan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengawas, kepala sekolah sampai pada “eksekutor pendidikan” yaitu guru harus saling terkait dalam suatu rumusan yang jelas. Rumusan itu dapat terbentuk dengan adanya political will yang kuat.

Indonesia sebuah negara dengan perubahan kurikulum hampir 10 tahun sekali (Sejak tahun 1974) bahkan saat ini belum 10 tahun kurikulum 2013 sudah datang kurikulum baru lagi yaitu  kurikulum merdeka. Tujuannya tidak lain adalah untuk memperbaiki sistem pendidikan kita dan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini menjadi wajar karena berdasarkan analisis PISA (2019) Indonesia masih menduduki peringkat yang sangat rendah kualitas pendidikannya dibandingkan negara-negara lain di dunia. Siapapun mentrinya mungkin akan merasa PR besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sehingga tidak aneh jika ada kalimat ganti mentri, ganti kurikulum. Gonta-ganti kurikulum namun masih saja pendidikan di Indonesia belum menunjukan peningkatan, mengapa?

Seperti yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, seharusnya perubahan kurikulum diiikuti political will. Kebijakan Mentri harus dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan akan menyusun kebijakan-kebijakan demi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah-sekolah sesuai dengan apa yang menjadi tujuan kurikulum. Kepala sekolah harus dapat memastikan terselenggaranya kurikulum di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah juga harus memiliki political will yang kuat yang mampu merumuskan apa dan bagaimana seharusnya pendidikan berjalan. Pemantauan terselenggaranya pendidikan jangan lagi hanya melihat dokumen-dokumen yang bersifat administratif semata. Pemantauan harus benar-benar dapat melihat “The way” dan “How” para eksekutor melaksanakan proses pembelajaran di sekolah.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan para eksekutor dalam melaksanakan tugasnya dengan cara  yang benar, tentu kepala sekolah sebagai pimpinan yang ada di lembaga. Kepala Sekolah  harus dapat menganalisis fakta di lapangan, menemukan hal yang baik dan yang kurang, serta hal yang menjadi hambatan. Kepala sekolah dapat melaporkan temuannya kepada pemantau atau pengawas sekolah sebagai penjamin pendidikan (Permendikbud no.28 2016).

Kemudian kepala sekolah dan pengawas sekolah bersama-sama mencari jalan keluar sebagai pemecahan masalah. Ketika regulasi dari pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan sudah jelas maka permasalahan itu dapat terselesaikan. Sebaliknya jika regulasi tidak berjalan bahkan tidak ada maka tidak heran seperti yang terjadi saat ini tidak ada pembeda antara guru rajin dengan guru malas, guru yang mengajar sungguh-sungguh dengan guru yang sering tidak masuk kelas dengan alasan ini-itu atau bahkan tanpa alasan. Bahkan adanya sertifikasi yang katanya dapat menunjukkan profesionalitas seorang guru masih menjadi pertanyaan.

Berdasarkan ilustrasi di atas apakah kemerdekaan dalam dunia pendidikan sudah dapat dirasakan terutama oleh siswa sebagai subjek pendidikan? Pada dasarnya kemerdekaan dalam dunia pendidikan meliputi hal yang bersifat akademik dan manajerial. Hal yang paling utamanya adalah kemerdekaan dalam proses berjalannya pendidikan itu sendiri ketika pendidikan itu sampai pada siswa. Kemerdekaan dalam dunia pendidikan akan dapat dirasakan ketika semua elemen bersatu padu mewujudkan pendidikan yang bermutu.

Kurikulum merdeka diharapkan benar-benar dapat memerdekakan pendidikan di Indonesia. Kurikulum merdeka  mengambil filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidikan yang menghamba pada siswa. Kurikulum ini menghendaki adanya perilaku pendidik yang mampu menuntun siswa bukan menuntut. Oleh karena itu, yang perlu dilihat adalah cara dan bagaimana guru sebagai eksekutor di lapangan melakukan proses pendidikan.

Perubahaan kurikulum tidak akan berjalan lancar jika hanya mengandalkan bimbingan dari pusat. Sekali lagi perlu adanya polical will dari pemerintah daerah sampai pada pimpinan yang paling bawah yaitu kepala sekolah untuk menyukseskan kurikulum merdeka. Semua elemen harus memikirkan bagaimana meningkatkan sumber daya manusia untuk mendapatkan hasil, mendorong proyek, dan menerapkan kebijakan (Youdeowei, 2018).

Kemerdekaan dalam dunia pendidikan juga bermakna mengakui bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia. Ketika berbicara pendidikan sebagai hak asasi manusia maka ini akan berimplikasi pada semua aspek dan tingkatan pembuatan kebijakan, seperti penganggaran, pengadaan, pengelolaan, kurikulum, dan semua proses pendidikan (Hopgood, 2018). Jadi kemerdekaan dalam dunia pendidikan merupakan suatu hal yang memerlukan keseriusan dari seluruh unsur yang terlibat di dalamnya. Kemerdekaan pendidikan harus mampu mengantarkan manusia menjadi pembelajar sepanjang hayat.

.