TangerangNews.com

Dibalik Rumah Belanda Cilenggang Serpong, Pusat Ekonomi hingga Mitos Sosok Penunggu Noni Belanda

Fahrul Dwi Putra | Kamis, 25 Mei 2023 | 10:53 | Dibaca : 818


Rumah Belanda 1891 Cilenggang di Jalan Cilenggang III RT 12 Rw 4 Kelurahan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel) (@TangerangNews / Istimewa)


TANGERANGNEWS.com- Sebuah bangunan tua peninggalan Belanda di Jalan Cilenggang III RT 12 Rw 4 Kelurahan Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), masih berdiri kokoh.

Bangunan bersejarah itu rupanya menyimpan berbagai cerita dibalik pemerintah kolonial Belanda di wilayah Tangerang pada era penjajahan dahulu.

Tersohor dengan nama Rumah Belanda 1891 Cilenggang, lantaran dianggap sebagai tahun pembuatan dari rumah tersebut. Meski berbagai sumber menyatakan adanya perbedaan versi terkait tahun pembangunannya.

Melansir dari suara.com, bangunan tua itu diperkirakan memiliki luas sebesar 700 meter persegi dengan beberapa kamar dan ruang rapat. Selain itu, pintunya dibangun setinggi 3 meter dan jendela 2 meter serta cat berwarna krim di bagian dalam dan luar rumah.

Penjaga Rumah Belanda 1891 Cilenggang Sulaiman mengatakan, rumah itu dulu dimiliki oleh seorang pejabat era pemerintah kolonial Belanda yang dijuluki sebagai Demang.

Sulaiman menjelaskan, Demang merupakan jabatan bagi seseorang yang dipercaya mengelola perkebunan. Sementara rumah Belanda yang berada di Cilenggang Serpong tersebut digunakan sebagai pembukaan lahan pertanian di kawasan Cilenggang, Serpong oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Tak tanggung-tanggung, perkebunan dibangun dengan luas sebesar 150 hektare berupa karet dan tebu menjadi komoditi besar yang kini telah diambil alih oleh pengembang dan bos bos properti untuk membangun kawasan elit di wilayah Serpong.

"Ini eks perkebenunan sekira tahun 1800-an. Pemerintah Hindia-Belanda membangun perkebunan jadi pusat ekonomi rakyat tempo dulu. Dari 150 hektare, sisanya tinggal 7,3 hektare," jelas Sulaiman.

Selain sebagai tempat singgah Demang, rumah itu kerap dijadikan sebagai tempat rapat maupun pesta bagi para pejabat Hindia-Belanda. 

Menurut Sulaiman, masih ada satu lagi bangunan megah yang dibangun untuk direktur perkebunan dengan desain yang mirip seperti Istana Negara. Namun, bangunan itu kini telah diratakan tanpa sisa.

Padahal, kata Sulaiman, bangunan itu bisa menjadi bukti lain peninggalan sejarah di wilayah Tangsel, khususnya Cilenggang.

"Dulu ada gedung direktur perkebunan hampir mirip gedung Istana Negara. Tetapi sudah dihancurkan. Sayang banget, padahal saksi sejarah dulu Serpong jadi pusat ekonomi masyarakat," ujarnya.

Rumah tua itu pun memiliki sisi lain dibalik sejarah panjangnya, yakni mitos mengenai adanya sosok noni Belanda yang kerap menampakkan dirinya di sekitar rumah tersebut.

"Kadang ada juga noni-noni Belanda, pakaiannya ya seperti orang dulu, wajahnya sudah agak tua. Tapi saya sih nggak mau ikut campur, urusan masing-masing sudah beda alam," ucap Sulaiman.

Bahkan, ia pernah menjumpai seorang ojek online yang menerima pesanan dari dalam rumah Belanda tersebut. Padahal, seperti diketahui rumah itu telah bertahun-tahun kosong tanpa penghuni.

"Saya cuma nanya mau ke mana bang?, dia jawabnya katanya mau jemput ke sana (rumah Belanda). Ya saya biarin aja, terus setelah itu ojol-nya baru sadar dan cerita kalau dia jemput di rumah Belanda itu. Warga yang tahu akhirnya geger," paparnya.

Zaini, warga sekitar, mengaku pernah melihat penampakan dari noni Belanda itu bukan dari dalam rumah, melainkan di pelataran dekat pohon karet di halam Rumah Belanda 1891 Cilenggang itu.

"Dia suka duduk di depan rumah ini, tepatnya di seberang pohon ada dua noni Belanda. Tapi, berbentuk nenek-nenek," katanya.

Suasana horor dari rumah tersebut didukung dengan kondisinya yang usang, plafon atapnya rapuh, genting rawan jatu, kaca jendela pecah, serta ditumbuhi rerumputan liar dan semak belukar.

Sulaiman berharap, bangunan itu mendapat perhatian dari pemerintah dan segera ditetapkan sebagai cagar budaya karena memiliki nilai sejarah.

"Bangunan sangat memprihatinkan rusak berat. Memang butuh perhatian semua pihak, pemerintah dan juga masyarakat," ungkapnya.