TangerangNews.com

Polemik Kampung Susun Bayam yang Tak Kunjung Padam

Rangga Agung Zuliansyah | Kamis, 25 Januari 2024 | 19:21 | Dibaca : 493


Fajrina Laeli S.M, Aktivis Muslimah. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Fajrina Laeli S.M, Aktivis Muslimah

 

TANGERANGNEWS.com-Teman, bisa membayangkan bagaimana hidup di tengah kota tanpa akses listrik dan air bersih? Bisa bertahan berapa lama tanpa mengandalkan dua hal tersebut? Rasanya tidak mungkin ya karena air bersih adalah kebutuhan hidup yang paling mendasar bagi manusia, listrik pun menjadi kebutuhan pokok di era hari ini.

Ironinya, fakta inilah yang sedang dirasakan saudara setanah air kita yaitu warga Kampung Susun Bayam (KSB) di kota tinggalnya sendiri yaitu Jakarta. Kampung Susun Bayam tak diberi akses air bersih dan listrik pun dipadamkan sejak Maret 2023 oleh PT. Jakarta Propertindo (Jakpro).

Mengulas kembali, warga Kampung Bayam saat itu digusur karena Jakpro akan melakukan proyek pembangunan Jakarta International Studion (JIS). Sayangnya, setelah JIS selesai dibangun dan berdiri megah tetapi warga yang digusur masih belum mendapat haknya atas janji dari pemerintah.

Padahal, para warga ini dijanjikan mendapatkan rumah baru sebagai bentuk ganti rugi atas penggusuran proyek JIS. Karena saat itu para warga tidak mendapatkan ganti rugi atas rumah dan tanah mereka yang digusur, pengakuan dari Joko selaku sekretaris Kelompok Tani (kelompok gabungan warga Kampung Bayam).

Janji telah terucap, seharusnya di tanggal 11 Maret 2023 mereka sudah bisa menempati rusun yang telah berdiri dan diresmikan oleh Anies Baswedan yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jakarta.

Namun nihil, janji hanyalah ucapan dan kejelasan tidak pernah didapat, hingga akhirnya para warga memutuskan untuk langsung mengunjungi bangunan rusun pada Senin, 13 Maret lalu.

Saat itu hanya sebagian warga yang mendiami rusun secara bergiliran sembari perlahan-lahan membersihkan kawasan tersebut, yang sempat terbengkalai, dan memindahkan barang-barang dari penampungan sementara. (detikfinance, 12/12/2023)

Terhitung sebanyak 44 KK hingga hari ini masih tinggal di KSB meratapi nasib yang kian tak pasti. Kesulitan pun mengancam dari berbagai arah, sanitasi kurang layak, aliran listrik ditutup, ketidakjelasan tempat tinggal, hingga dilaporkan kepada polisi.

Muhammad Fuqron, selaku Ketua Kelompok Tani menyebut pembangunan proyek tambahan di seputar Kampung Susun Bayam memangkas ruang warga untuk bertani. Di tengah terbatasnya akses ruang hidup yang dirasakan, Fuqron harus dihadapi dengan laporan polisi oleh pihak Jakpro. (Kompas.com, 3/1/2024)

Sungguh miris bahwa kenyataannya hal ini terjadi di dekat kita, fakta tergambar nyata bahwasanya hak warga yang telah dijanjikan pun tak pernah jelas didapat. Egoisme pemerintah terang terlihat bagaimana melakukan penggusuran rumah tanpa memberi ganti rugi, apalagi solusi.

Pembangunan studion besar nan mewah ternyata memiliki air mata dibelakangnya, tentunya air mata dan kesesangsaraan ini hanya dirasakan oleh warga. Tangisan yang tak diacuhkan dan jeritan yang tak pernah didengar menjadi saksi bisu atas kemewahan yang dibanggakan oleh pemerintah.

Pil pahit kehidupan dampak proyek pembangunan akan selalu berimbas kepada warga setempat. Berulang kali terjadi pun  ujungnya tetap sama, konflik lahan tak akan pernah terselesaikan.

Inilah buah dari sistem kapitalisme yang bertuhan kepada uang. Manfaat diperoleh tanpa memikirkan nasib rakyat. Telah terbukti secara nyata bagaimana negara gagal menciptakan kesejahteraan bagi rakyat, yang ada justru menimbulkan kesengsaran berkelanjutan tiada henti.

Hak hidup dirampas, tempat tinggal juga diambil paksa, kesehatan tak ada jaminan, keamanan tak dipikirkan, sungguh malang nasib rakyat yang hidup pas-pasan.

Tentunya hal ini jelas berbeda dalam naungan Islam. Konflik lahan tentunya tidak akan terjadi apalagi merugikan rakyat. Bahkan ada suatu kisah yang populer, pada masa Khalifah Umar bin Khattab r.a, dimana Amr bin Ash berencana akan membangun sebuah masjid besar yang mengharuskan untuk menggusur gubuk usang Yahudi. Lalu, Gubernur berdiskusi untuk membayar gubuk sebanyak 2 kali lipat.

Akan tetapi si Yahudi tersebut bersikeras tidak mau pindah, akhirnya Gubernur Amr bin Ash tetap memerintahkan untuk penggusuran. Yahudi merasa tidak adil dan berangkat ke Madinah untuk menemui Khalifah.

Setelah mendengar ceritanya, Sayyidina Umar menyuruh Yahudi tersebut mengambil sepotong tulang unta dari tempat sampah di dekat situ. dan disuruhnya Yahudi itu untuk memberikannya kepada Gubernur Amr bin Ash. Begitu diberi tulang, Amr bin Ash gemetar dan badannya keluar keringat dingin lalu dia langsung menyuruh kepala proyek untuk membatalkan penggusuran gubuk Yahudi tadi.

Setelah melihat keadilan yang dicontohkan Sayyidina Umar tersebut, akhirnya Yahudi itu menghibahkan gubuknya untuk kepentingan pembangunan masjid, dan dia pun masuk Islam.

Inilah bukti bagaimana Pemimpin Islam berlaku adil bahkan ke Yahudi sekalipun, cerita tersebut bukanlah dongeng semata tetapi nyata adanya. Sebab, Islam berhasil memimpin 2/3 dunia hanya dalam kurun waktu 30 tahun, dan berdiri kokoh selama 13 abad lamanya bukanlah tanpa alasan.

Pembangunan tak lagi berorientasi pada manfaat segelintir orang, tetapi jelas untuk kepentingan umat itu sendiri. Bahkan penggusuran pun tidak jadi dilakukan jika pemilik tidak meridhai. Jauh berbeda dengan apa yang terjadi di masa sekarang.

Sungguh, aturan Islam lah yang mampu dan layak menjadi solusi atas semrawutnya masalah kehidupan hari ini. Aturan dari sang pencipta dengan tameng Iman sebagai landasannya. Wallahualam bishawab.