TangerangNews.com

Ramadan Bulan Ampunan, Utang Pinjol Malah Bertebaran

Rangga Agung Zuliansyah | Rabu, 20 Maret 2024 | 15:57 | Dibaca : 411


Yohana Pardede, Aktivis Muslimah. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Yohana Pardede, Aktivis Muslimah

 

TANGERANGNEWS.com-Ramadan adalah bulan suci yang identik dengan ampunan dan bulan penuh ketakwaan. Namun, nyatanya hal ini tidak menjadikan pelaku kemaksiatan berkurang. Salah satu kemaksiatan yang semakin marak adalah pinjaman online atau pinjol.

Fenomena ini diungkap oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang memperkirakan penyaluran pinjaman online (pinjol) pada saat momentum Ramadan 2024 ini akan semakin melonjak. 

Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar menyebutkan bahwa asosiasi menargetkan persentase tumbuhnya pendanaan di industri financial technology seperti pinjol saat Ramadan dapat mencapai 12%.

Hal ini karena permintaan pinjaman cenderung meningkat, sehingga asosiasi merasa perlu melakukan mitigasi yang tepat untuk menekan angka kredit macet (Bisnis.com, 3/3/2024). 

Hal serupa juga di sampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memperkirakan pertumbuhan utang pada perusahaan pinjol akan meningkat pada saat Ramadan sampai Lebaran 2024.

Hal ini diproyeksi lantaran adanya demand atau permintaan terhadap kebutuhan masyarakat terhadap dana segar yang meningkat di Bulan Ramadhan ini. 

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Lainnya (PMVL), OJK, Agusman menjelaskan bahwa masyarakat juga kerap membeli tiket transportasi karena dorongan untuk mudik, sehingga perlu pembiayaan yang lebih.

OJK memperkirakan peningkatan penyaluran pembiayaan melalui buy now pay later. Kebutuhan masyarakat ini berkaitan dengan menyambut Ramadhan dan Idul Fitri berupa pembelian barang-barang baru untuk lebaran dan pembelian tiket transportasi untuk mudik lebaran (keuangan.kontan.co.id, 5/3/2024). 

Maraknya pinjol sangat kontradiktif dengan kondisi masyarakat yang sedang berada di Bulan Ramadhan. Alih-alih menghabiskan waktu untuk beribadah dan meminta ampun kepada Allah, Ramadhan dan Idul Fitri justru menjadi motivasi mereka untuk meminjam uang berakad riba.

Di bulan suci Ramadan, semestinya momen bulan suci Ramadan diisi dengan kegiatan yang penuh dengan ketaatan kepada Allah bukan dengan melakukan aktifitas Ribawi yang sudah jelas di haramkan oleh Allah SWT. 

Ramadan adalah bulan yang penuh dengan keberkahan dan banyak pula kebaikan serta dilipatgandakanya nilai ibadah kita. Lalu bagaimana keberkahan bisa terwujud jika Riba masih terus merajalela? 

 

Riba Merajalela 

Selain untuk kebutuhan Ramadan dan Lebaran, layanan pinjol juga banyak digunakan oleh pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), karena akses keuangan pinjol yang lebih mudah serta cepat dibandingkan melalui perbankan atau perusahaan pembiayaan.

Penyaluran pinjaman kepada UMKM perseorangan dan badan usaha saat ini, masing-masing sebesar Rp 15,63 triliun dan Rp4,13 triliun. 

Pada pinjaman UMKM, pinjol digunakan untuk keperluan menambah modal demi memenuhi permintaan pasar saat ini. Pinjol lebih disukai oleh konsumen, sebab prosedurnya lebih mudah daripada bank atau lembaga pembiayaan lainnya.

Akan tetapi, sebenarnya pinjol telah menetapkan bunga yang sangat tinggi melebihi pinjaman bank. Belum lagi tingkah laku para penagih pinjol yang kerap mengintimidasi nasabah jika terjadi keterlambatan pembayaran. Akibatnya, nasabah merasa tertekan hingga banyak yang stres dan bunuh diri. 

Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, menyebutkan setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan maraknya pinjol di Indonesia.

Pertama, tingkat literasi keuangan masyarakat yang rendah, kedua akses pembiayaan yang menjanjikan pada UMKM karena rumitnya mendapat bantuan dari negara, dan ketiga, kemudahan penyedia layanan untuk berdiri. 

Pada dasarnya ketiga hal tersebut bermuara pada satu hal yakni diadopsinya gaya hidup sekular kapitalis di tengah masyarakat kita.

Masyarakat telah dilatih menjadi konsumtif. Gaya hidup hedonis menjadi marak karena standar kebahagiaan telah bergeser menjadi kepuasan duniawi semata.

Maka, kebahagiaan kini dinilai dengan ada tidaknya materi. Masyarakat berlomba-lomba untuk memiliki berbagai hal yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. 

Berkaitan dengan regulasi dan peraturan umum, negara tidak berkonsentrasi bagaimana agar kebutuhan dasar masyarakat bisa terpenuhi. Ramai masyarakat yang mengambil pinjol hanya semata agar bisa memenuhi kebutuhan dasar pada saat lebaran. 

Selain itu, kemudahan hadirnya layanan pinjol berbasis riba ini dizinkan oleh negara, bahkan disebut-sebut sangat mudah untuk membuat layanan pinjol seperti ini.

Hal ini menjadi bukti bahwa negara tidak menganggap pinjol sebagai perbuatan yang haram yang harus dilarang. Sebab, asas berpikir negara bukanlah halal dan haram, melainkan untung atau rugi. 

 

Islam Punya Solusi 

Ada begitu banyak jenis lembaga keuangan, baik Bank, Fintech, serta yang lainnya. Semua lembaga itu berbasis riba yang diharamkan di dalam Islam.

Riba adalah ketentuan mengenai nilai tambahan dengan melebihkan jumlah nominal pinjaman saat dilakukan pelunasan. Adapun besaran bunga tersebut mengacu pada suatu persentase tertentu yang dibebankan kepada peminjam. 

Sekarang, riba telah begitu merajalela karena sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia menjadikan riba sebagai hal yang lumrah untuk dilakukan.

Mayoritas transaksi di dalam sistem kapitalisme mengandung riba. Alhasil, terjadi kekacauan yang sangat luar biasa, baik yang menimpa individu maupun masyarakat pada umumnya. 

Ketika Islam mengharamkan riba, Islam juga memberikan solusi bagi masyarakat yang membutuhkan. Haramnya riba telah Allah SWT firmankan di dalam Qur'an Surah Al-Baqarah: ayat 275, 

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” 

Sistem Islam memberikan solusi dalam hal memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Pemenuhan itu dengan cara mewujudkan perekonomian yang mensejahterakan masyarakat berupa terpenuhinya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi setiap orang. 

Dalam Islam, negara berkewajiban mengurus dan melayani masyarakat, karena di dalam sistem Islam Pemimpin wajib bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Rasullullah saw bersabda,

"Imam (Khalifah) adalah Raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya" ( HR Bukhari). 

Dalam Islam, masyarakat akan mendapatkan edukasi melalui sistem pendidikan dan dakwah yang diselenggarakan oleh negara sehingga menerapkan gaya hidup zuhud atau tidak berlebih-lebihan.

Momentum Ramadan akan disambut dengan memperbanyak amalan saleh, bukan justru berperilaku secara konsumtif sehingga membuat pengeluaran rumah tangga makin meningkat. 

Adapun tradisi mudik saat lebaran akan difasilitasi dengan transportasi publik yang terintegrasi antara satu moda dengan moda yang lainnya, sehingga memudahkan masyarakat untuk silaturahmi tanpa harus membeli kendaraan baru menjelang mudik.

Adapun kebutuhan modal usaha untuk UMKM akan dipenuhi dengan sistem pinjaman nonribawi atau bahkan hibah dari baitulmal, seperti yang pernah dilakukan oleh Umar Bin Khattab yang memberikan bantuan modal bagi para petani. 

Dengan adanya solusi tersebut, masyarakat akan terjauhkan dari praktik riba. Kita akan mendapatkan keberkahan yang tercurah dari Allah Swt.

Kemudian, kebutuhan masyarakat akan terpenuhi dengan baik dan para pengusaha bisa berbisnis sesuai dengan syariat Islam. Inilah indahnya kehidupan di aturan Islam yang mulia.