TangerangNews.com

Nasib Dosen Tak Dihargai, Kapitalisme Biang Keladi

Rangga Agung Zuliansyah | Selasa, 14 Mei 2024 | 21:23 | Dibaca : 340


Fajrina Laeli S.M, Aktivis Muslimah. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Fajrina Laeli S.M, Aktivis Muslimah

 

TANGERANGNEWS.com-“Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru. Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku.” Penggalan lirik dari lagu himne guru tersebut menggambarkan bagaimana posisi seorang pengajar adalah orang yang terpuji sehingga pantas untuk dikenang selalu.

Terdapat pula lirik “Engkau patriot pahlawan bangsa. Pembangun insan cendekia.” yang membuktikan bahwa pengajar adalah pahwalan bangsa dalam hal pendidikan. Pengajar yang baik akan melahirkan generasi yang cemerlang dengan pola pendidikan yang layak.

Namun, sayangnya kenyataan tidak pernah seindah harapan. Fakta yang tergambar tak semanis lirik lagu yang didengar. Tak hanya guru honorer yang harus bersahabat dengan gaji kecil, guru di perguruan tinggi atau yang biasa disebut dosen juga mendapat nasib malang yang sama.

Dikutip dari bbc.com, 2/5/2024, sejumlah dosen mengungkapkan gaji mereka yang masih dibawah UMT di media sosial dengan tagar #JanganJadiDosen. Pengamat pendidikan juga menyebut gaji dosen yang rendah ini dapat berdampak buruk pada kualitas pendidikan di perguruan tinggi.

Menurut hasil survei dari tim riset kesejahteraan dosen dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) dengan melibatkan 1.200 dosen dari berbagai institusi, terhitung sebanyak 42,9% dosen menerima gaji masih dibawah Rp3 juta per bulan.

Dengan hasil yang serupa, Serikat Pekerja Kampus atau SPK juga melakukan penelitian dan mengungkap mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp 3jt pada kuartal pertama 2023. Termasuk dosen yang telah mengabdi selama enam tahun.

Sekitar 76 persen dari responden juga mengaku harus mengambil pekerjaan sampingan. Alhasil, keputusan ini dapat membuat tugas utama sebagai dosen terhambat dan menurunkan kualitas pendidikan.

Mengapa gaji dosen kurang layak? Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), mengungkapkan bahwa kebijakan yang berlaku bagi dosen masih belum berpihak pada kesejahteraan dosen.

Berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2019, seorang dosen PNS lulusan S2 yang baru memulai kariernya sebagai dosen (golongan IIIb) mendapatkan gaji pokok sebesar Rp2,6 juta. Mereka yang masih berstatus CPNS bahkan hanya bisa membawa pulang 80% gaji pokok tersebut.

Baru setelah dua hingga tiga tahun nanti, dosen mulai mendapatkan tunjangan. Berdasarkan Perpres Nomor 65 Tahun 2007, jumlahnya sebesar Rp 375.000 setelah mereka diangkat jadi Asisten Ahli.

Rendahnya gaji dosen ini menggambarkan pula bagaimana minimnya perhatian dan penghargaan atas profesi penting yang mempengaruhi masa depan bangsa. Padahal tenaga pengajar adalah jantung bagi sebuah pendidikan. Sudah sepantasnya penguasa memberikan perhatian besar kepada mereka dengan kebijakan yang tidak merugikan.

Guru/dosen adalah profesi mulia tempat membangun karakter mahasiswa sebagai agen perubahan. Sebab, di tangan dosen yang tepat akan terlahir juga calon-calon pemimpin masa depan dan tonggak peradaban. Semangat kaum muda seharusnya dapat dipantik oleh dosen yang mumpuni. Namun, bagaimana dosen yang berkualitas akan didapatkan jika kesejahteraan pun jauh di angan? 

Andai pemerintah tak pernah membenahi kebijakan yang ada, niscaya minat kaum muda untuk menjadi tenaga pengajar pun akan surut. Yang tersisa hanyalah dosen berumur tanpa regenerasi, akibatnya akan mengurangi produktivitas.

Kecilnya gaji dosen membuat mereka sibuk untuk memenuhi kebutuhan di tengah sempitnya ekonomi. Maka tak heran, jika para guru/dosen ini akan kesulitan untuk fokus melakukan perubahan pada mahasiswa yang menjadi harapan bangsa.

Sistem kapitalisme dengan kebijakan yang sembrono terus menggerus penghargaan atas jasa besar para dosen. Padahal mahasiswa adalah pembela rakyat yang akan turun ke lapangan jika aturan pemerintah tidak memihak rakyat.

Kritisnya pemikiran mahasiswa dan kepekaannya atas isu sosial tidak lepas dari andil para dosen yang hebat. Ironisnya, jasa besar ini tidak dihargai, tidak dipandang oleh penguasa, tidak diperhatikan oleh negara.

Allah swt. berkata dalam firmannya di surat Al-Mujadalah ayat 11 “Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat”. Dari ayat tersebut dapat dipastikan bahwasanya hanya dalam naungan Islam seorang yang berilmu akan dimuliakan, termasuk para dosen. Islam mampu memberikan yang terbaik bagi seorang dosen.

Terbukti dalam sejarah, madrasah Ash-Shahiliyah yang didirikan oleh Najmuddin Ayyub (1241 M), setiap pengajar di madrasah ini di gaji 40 Dinar (Rp 154.418.140) setiap bulannya, adapun oprasional para pengajar di beri 2000 Dinar (Rp 7.720.907.000) tiap bulannya. (Husnul Muhadharah, Juz 2, hlm. 58).

Sungguh kebahagiaan pengajar hanya bisa didapat dengan campur tangan Islam. Sistem kapitalisme hari ini telah nyata menyengsarakan dosen di berbagai aspek. Dengan Islam tidak ada kebijakan yang merugikan salah satu pihak, karena aturan yang dipakai murni dari Allah swt. Wallahualam bissawab.