TangerangNews.com

Ijin Freeport Diperpanjang, Rakyat Dapat Apa?

Rangga Agung Zuliansyah | Rabu, 12 Juni 2024 | 15:21 | Dibaca : 211


Fajrina Laeli S.M, Aktivis Muslimah. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Fajrina Laeli S.M., Aktivis Muslimah.

 

TANGERANGNEWS.com-Izin Freeport diperpanjang lagi, pemerintah merestui perpanjangan ini hingga Desember 2024. Tentu saja, hal ini sudah tertuang dalam aturan terbaru, yakni peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 tahun 2024 tentang Penyelesaian Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri. Aturan ini telah ditetapkan oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif, pada 29 Mei 2024 dan aturan ini berlaku efektif per 1 Juni 2024.

Adapun perpanjangan waktu ekspor konsentrat tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mempertimbangkan kelangsungan produksi dan pencapaian hilirisasi industri. Sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. (tirto.id, 6/6/2024). Perpanjangan ini pun memiliki syarat, yakni Freeport harus memberikan saham 10% lagi kepada Pemerintah Indonesia sehingga kepemilikan Indonesia di PT Freeport Indonesia menjadi 61% dari saat ini 51%. (cnbcindonesia.com, 31/5/2024)

 Kendati demikian, syarat yang diajukan tetap tidak dapat memperbaiki catatan kerusakan sungai dan pesisir di Timika Papua. Syarat tersebut juga tidak dapat memperbaiki ekonomi yang dirasakan oleh rakyat Papua. Padahal kehadiran Freeport sejak awal berdiri pada tahun 1967 hingga saat ini cukup kontroversial. Dari tahun ke tahun sejak diperpanjang selalu ada aksi rakyat  yang tidak menyetujui hal tersebut. Namun, kebijakan perpanjangan tetap diterjang oleh para pemangku kuasa.

Perpanjangan kontrak ini justru makin menjadikan asing leluasa dalam mengeruk SDA milik Indonesia. Berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi katanya, tetapi faktanya pertumbuhan ekonomi tersebut juga tidak pernah dirasakan secara merata bagi seluruh rakyat bahkan bagi rakyat sekitar pertambangan emas itu sendiri.

Terkesan sia-sia dan bualan semata. Pertambahan saham bagi Indonesia juga tetap saja merugikan negara sebagai pemilik SDA. Pihak yang diuntungkan juga hanya para petinggi saja, rakyat masih tetap bernasib sama. Terlebih di bagian timur Indonesia termasuk Papua, kita dapat melihat sendiri dengan kasat mata.

Fakta berbicara bahwa Papua masih sangat terbelakang dalam berbagai aspek, baik ekonomi, teknologi maupun fasilitas. Sebutlah, harga kebutuhan pokok di Papua masih sangat tinggi, seperti harga beras rata-rata Rp16.410 per kilogram, sedangkan harganya di Papua dapat mencapai Rp41.830. Harga telur rata-rata Rp32.950 per kilogram, sedangkan di Papua harganya Rp 70.000. Ironi memang, di tanah yang kaya akan emas, tetapi warganya harus cemas akan kebutuhan.

Penguasa seolah menutup mata atas apa yang menimpa Papua, terlihat sangat tidak adil bagaimana SDA di sana dikeruk habis-habisan, tetapi kesejahteraan masih jauh dari angan. Jangankan disejahterakan, untuk setara dengan daerah lain saja rasanya sangat sulit. Maka tak ayal lagi banyak ormas-ormas yang menginginkan Papua merdeka.

Inilah fakta yang terlihat jika konsep kapitalisme menyelimuti pengelolaan SDA. Merugikan banyak pihak, menguntungkan beberapa pihak. Dalam hal ini, tentunya masyarakat yang selalu menelan getir dan pahitnya kerugian, ditimpa kerusakan alam, kemiskinan, kelaparan, dan sebagainya.

Nasib rakyat seolah tak diurus, hanya diinginkan kekayaannya saja, tetapi tidak memikirkan dampaknya. Inilah yang terjadi jika sistem kapitalisme yang berkuasa, konsep si kaya makin bergelimang harta dan si miskin makin sengsara nyata adanya.

Konsep merugikan ini sungguh sangat kontras dengan konsep Islam dalam hal kepemilikan. Dalam naungan Islam, jelas bahwa SDA adalah bagian dari kepemilikan umum yang seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya pun dimanfaatkan kembali untuk rakyat.

Tidak akan ada campur tangan asing dalam pengelolaan SDA negara. Negara memegang kendali penuh atas pengelolaan sehingga hasil yang didapat akan lebih maksimal. Secara logika, kekayaan Indonesia dari mulai tambang, kekayaan laut hingga pertanian seharusnya cukup untuk memakmurkan seluruh rakyat. Jika sistem pengelolaan yang diemban merupakan sistem sahih, yaitu sistem Islam.

Sistem Islam menjadikan para penguasa amanah sebagai pengurus rakyat, bukan lagi mengeruk keuntungan dari proyek rakyat. Adanya sistem Islam ini memetakan dengan jelas akan kepemilikan sehingga negara tidak berhak atas SDA dan juga tidak berhak menjual kepada asing, tetapi negara hanya berperan sebagai pengelolanya. Maka dari sini keuntungan yang didapat akan secara nyata dirasakan oleh masyarakat secara merata.

 Inilah yang seharusnya dilakukan dalam hal pengelolaan SDA. Kesejahteraan umat niscaya tidak akan tercapai jika negara masih bercokol dengan sistem bobrok yang merugikan. Negara membutuhkan solusi mendasar untuk masalah ekonomi dan hanya sistem Islam yang mampu menjamin hal tersebut. Wallahualam bisshawab.