TangerangNews.com

Kapitalisme Gagal Melindungi Anak dari Kejahatan, di Mana Peran Negara?

Rangga Agung Zuliansyah | Jumat, 28 Juni 2024 | 17:44 | Dibaca : 439


Lolita Faula, S.ST., Aktivis Muslimah. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Lolita Faula S.ST., Aktivis Muslimah

 

TANGERANGNEWS.com-Seakan tidak ada habisnya masalah kekerasan terhadap anak di negeri mayoritas muslim ini. Dilaporkan sebanyak 10.860 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi sejak 1 Januari 2024. Data tersebut yang diinput oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)(kekerasan.kemenpppa.go).

Miris sekali kasus pencabulan yang dialami oleh siswi Sekolah Dasar (SD) berusia 13 tahun di Baubau, Buton, Sulawesi Tenggara dilakukan oleh 26 orang yang rata-rata anak di bawah umur berstatus masih pelajar. AKBP Bungin Masokan Misalayuk (Kapolres Baubau) belum mengungkapkan identitas para tersangka karena anak masih di bawah umur. (CNNIndonesia.com, 23/6/2024).

Sistem Pendidikan Kapitalis gagal melahirkan individu yang berakhlak mulia. Paradigma sekuler kapitalis melahirkan masyarakat yang bebas, abai dan apatis ditambah lagi tidak adanya kontrol masyarakat sehingga anak selalu menjadi korban kekerasan di lingkungan masyarakat, sekolah, bahkan keluarga.

Siapa pun bisa berpeluang menjadi pelakunya, orang dewasa termasuk orang tua, guru, teman sebaya, bahkan aparat. Seperti yang terjadi di Padang, Sumatra Barat. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang membeberkan kronologi adanya dugaan kasus penganiayaan terhadap anak AM (13) hingga tewas oleh oknum aparat di Kuranji, Sumatra Barat.

Orang tua korban diberitahukan bahwa AM meninggal akibat 6 buah tulang rusuk patah dan robek di paru-paru setelah dilakukan autopsi di Rumah Sakit Bhayangkara. (Bisnis.com, 23/6/2024).

Sistem sekuler kapitalis sejatinya adalah sumber utama kekerasan yang sebenarnya, karena negara yang menerapkan sistem ini melahirkan aturan yang memberi celah lebar terjadinya kekerasan terhadap anak. Meski berbagai program yang dibuat oleh kementerian khusus serta adanya sistem sanksi pun yang diterapkan nyatanya tak mampu untuk mencegah dan mengatasinya. 

Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki solusi hakiki dalam melindungi anak dari kejahatan. Islam memiliki 3 pilar jitu yaitu pertama adanya keimanan dan ketakwaan individu.

Ini didapat dari pendidikan berkarakter Islam sejak dini yang akan melahirkan individu yang kokoh imannya yang dilandasi oleh kesadaran manusia itu sendiri terhadap hubungannya dengan Allah Swt, maka dengan kesadaran inilah setiap individu akan melakukan amal perbuatan berdasarkan perintah dan larangan Allah. Karena baik-buruknya perbuatan kelak akan dipertanggungjawabkan. 

Dengan pendidikan Islam akan terlahir individu yang berakhlak mulia yang setiap individu akan memproteksi diri dari perbuatan buruk. Sebagaimana firman Allah “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim Ayat 6). 

Kedua adanya kontrol masyarakat. Di dalam sistem sosial Islam, seorang laki-laki maupun perempuan tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat membahayakan akhlak atau mengundang kerusakan di tengah-tengah masyarakat. Islam menjadikan masyarakat saling peduli yang berani menegakkan amar makruf nahi mungkar yang artinya menyuruh orang berbuat baik, melarang orang berbuat yang jahat.

Sehingga setiap lingkungan masyarakat akan saling melindungi, mengingatkan dan menegur dalam kebaikan. Dan ini Allah perintahkan di dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 104 yang artinya, “Hendaklah ada di antara kamu orang-orang yang selalu mengajak orang berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat”. 

Ketiga adanya penerapan aturan oleh negara. Karena meski individu dan masyarakat telah berusaha menjaga tapi apabila negara tidak berperan maka tidak akan ada pengaruh dalam menuntaskan kejahatan pada anak. Inilah ujung tombak proteksi yang harus diterapkan.

Maka di dalam Islam negara hadir menjadi garda terdepan dalam melindungi rakyatnya dengan menerapkan aturan yang shahih datangnya dari Zat Yang Maha Mulia pemilik kerajaan langit dan bumi yakni Allah Swt. “Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (Al-Maidah ayat 50). 

Negara yang menerapkan hukum Allah akan membangun masyarakat Islami yang kuat dan kokoh, menghilangkan keburukannya dan menonjolkan kebaikannya. Di antaranya menyediakan pendidikan yang berkualitas berbasis Islam, kemudian adanya instansi penerangan (media informasi) yang berisi konten mendidik, bila ada media yang tidak baik (penyimpangan syar’i) maka siap mempertanggungjawabkan.

Wajib menjaga akidah dan akal setiap rakyatnya supaya tidak menimbulkan bibit-bibit kejahatan. Dan juga akan adanya badan peradilan (menyelesaikan perselisihan antara masyarakat) mengontrol masyarakat sehingga masyarakat dengan mudah melaporkan setiap tindak kejahatan. Tidak hanya itu, sanksi hukuman yang diberikan negara sudah pasti adil dan akan membuat jera bagi pelaku kejahatan. 

Tidak dibenarkan menyiksa seorang pun, siapa saja yang melakukannya akan mendapatkan hukuman. “Siapakah? yang lebih adil daripada Allah dalam hukumnya bagi orang yang mengerti akan syariat Allah, beriman kepada Allah, dan yakin serta mengetahui bahwa Allah adalah hakim di atas semua hakim”. Di dalam Islam wajib bagi negara memenuhi sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan bagi rakyatnya.

Setiap warga negara tidak dibedakan dalam aspek hukum, peradilan, maupun dalam jaminan kebutuhan rakyat. Tanpa memperhatikan status sosial, ras, agama, dan lain-lain, semua mendapat perlakukan yang sama oleh negara. Hanya dengan aturan Islam yang diterapkan dalam segala lini kehidupan maka perlindungan terhadap anak akan dapat terwujudkan. 

Wallahu a'lam bishawab