TangerangNews.com

Pemberantasan Miras Tipu-tipu, Asal Legal Jadi Halal?

Rangga Agung Zuliansyah | Rabu, 3 Juli 2024 | 15:29 | Dibaca : 323


Yulyanty Amir, Muslimah Preneur dan Aktivis Dakwah Islam. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Yulyanty Amir, Muslimah Preneur dan Aktivis Dakwah Islam

 

TANGERANGNEWS.com-Polisi berhasil mengamankan dan menyita puluhan miras ciu sejenis arak rasa leci yang dikemas menggunakan botol air mineral 1 liter dan ½ liter, saat penggerebekan pada hari Selasa (18/6/24) dini hari, di area Pasar Bandar, Mojoroto, Kota Kediri (DetikJatim, 19/6/24).

Penggerebekan dipimpin langsung oleh Kapolsek Mojoroto, Kompol Mukhlasan. Penggerebekan dilakukan di rumah seorang penjual ciu atau miras, yang telah meresahkan masyarakat sekitar. 

Kompol Mukhlasan mengimbau penjual untuk tidak menjual miras ilegal lagi. Penggerebekan ini merupakan tindak lanjut dari Forum Jumat Curhat yang menyoroti permasalahan sosial yang meresahkan yang terjadi di tengah masyarakat, seperti peredaran miras hingga pesta miras. 

Peredaran Miras (minuman keras) ilegal di Indonesia memang masih sangat luas. Tidak hanya di Kediri, tetapi hampir seluruh wilayah terutama di daerah pedesaan atau perkampungan. Biasanya warga mengonsumsi miras oplosan pada saat ada hajatan atau pesta.

Terkadang justru tuan rumah menyediakan miras untuk tamu yang hadir. Seakan-akan sudah menjadi tradisi bila mengadakan pesta dengan joget yang diiringi musik remix sampai mabuk. 

Miras merupakan minuman memabukkan, yang merusak kesehatan, pikiran, dan dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Saat dalam keadaan mabuk, orang tidak menyadari apa yang dia lakukan. Marah-marah, mencaci, bahkan ketika sedang mengendarai kendaraan sering terjadi kecelakaan parah, hingga merenggut nyawa. 

Sayangnya pemerintah hanya memberantas miras ilegal, sedangkan miras legal masih tetap bisa diperjualbelikan. Karena miras legal dikenakan cukai oleh pemerintah, dan menjadi pemasukan negara.  Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024, ditargetkan penerimaan negara dari cukai sebesar 321 triliun, sehingga pemerintah mustahil mau menutup penjualan maupun distribusi miras legal. (Klikpajak.id, 7 juni 2024) 

Jerat paham kapitalisme sekularisme sangat kuat di tubuh pemerintah saat ini. Sehingga apa pun yang dapat memberikan keuntungan yang besar, meski itu adalah sesuatu yang haram, maka tidak akan diberantas sampai tuntas. 

Hanya miras ilegal, yang diberantas. Karena miras ilegal tidak menguntungkan bagi negara. Karena masyarakat tidak mampu membeli miras legal, maka sebagian masyarakat membuat miras oplosan yang dijual dengan harga murah. 

Inilah buah dari paham sekularisme kapitalisme. Masyarakat semakin jauh dari agama. Minuman yang dapat merusak tubuh pun mereka konsumsi yang penting mereka senang. Kerja mati-matian mencari uang, namun uang dipakai untuk membeli sesuatu yang tidak bermanfaat. 

Masyarakat juga tidak saling peduli kepada sesama. Tidak saling mengingatkan untuk kebaikan. Pemerintah pun terkesan cuek kepada rakyat. Akibatnya banyak terjadi kerusakan dalam masyarakat. 

Berbeda dalam Islam, minum miras (khamar) haram hukumnya. Baik sedikit maupun banyak, mabuk ataupun tidak, legal maupun ilegal. Khamar adalah segala sesuatu yang menutup akal (HR Bukhari Muslim). 

Ketika di masa Rasulullah turun ayat mengenai keharaman khamar, maka seluruh sahabat segera membuang khamar mereka tanpa sisa. Begitu taatnya para sahabat kepada Allah dan Rasul-Nya. 

Dalam Al-Quran surat Al- Maidah ayat ke 90, Allah tegaskan mengenai miras, “Wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya minuman keras, berjudi, berkurban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung."

Hukuman kepada peminum khamar pada masa ke khalifah Umar bin Khattab adalah dicambuk 80 kali. Khalifah Umar juga memberantas habis toko yang menjual dan pabrik yang memproduksi khamar. Tidak ada istilah khamar legal dalam Islam. 

Pada suatu waktu, Umar menjumpai minuman keras di rumah seorang laki-laki bernama Rawisyad dari suku tsaqif. Kemudian khalifah memerintahkan untuk membakar rumah tersebut. Umar berkata kepada orang itu, “Perbuatanmu adalah perbuatan fasik” (Muhammad Ash Sholabi)

Oleh karena itu, dalam masa Kekhalifahan nyaris tidak ditemukan orang yang mabuk baik di fasilitasi ataupun tidak. Marilah kita sebagai umat muslim bersatu untuk bersegera menjalankan syariat Islam secara kaffah melalui institusi khilafah, agar kerusakan yang terjadi dalam masyarakat bisa diperbaiki secara tuntas.