TangerangNews.com

Halusinasi Penurunan Angka Kemiskinan Demi Pencitraan

Rangga Agung Zuliansyah | Senin, 15 Juli 2024 | 15:48 | Dibaca : 173


Fajrina Laeli S.M, Aktivis Muslimah. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Fajrina Laeli, S.M., Aktivis Muslimah

 

TANGERANGNEWS.com-Katanya, ada kabar gembira untuk seluruh masyarakat Indonesia, yaitu angka kemiskinan di negeri ini turun lagi. Menurut Badan Pusat Statistik, presentase penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 9,03 persen, angka ini menurun 0,33 persen dari Maret 2023 dan menurun sebanyak 0,54 persen dari September 2022. (bps.go.id, 1/7/2024).

Anehnya, walaupun secara data angka kemiskinan menurun, tetapi fakta yang dirasakan dan yang dilihat, aroma kemiskinan di sekitar kita masih sangat terasa. Di tengah angka kemiskinan yang menurun masih banyak individu yang kekurangan secara finansial, kesulitan untuk menempuh pendidikan, bahkan kesulitan untuk sekadar makan. Kok, bisa?

Menurut Alexander Michael Tjahjadi, peneliti dari Think Policy Indonesia, data yang tersaji memang benar adanya, tetapi perlu ditinjau dengan perspektif yang lebih luas lagi. Ukuran kemiskinan ekstrem di Indonesia hari ini masih mengacu pada paritas daya beli sebesar US$1,9 per hari yang setara dengan Rp10.739 atau Rp322.170 orang per bulan.

Lucunya, paritas daya beli yang dijadikan acuan ini adalah standar pada tahun 2011. Sementara, pada tahun 2017 paritas daya beli global sudah ditetapkan sebesar US$2,15 per hari. Jadi, acuan yang digunakan pemerintah memang sudah tidak relevan. Maka masuk akal jika secara data angka kemiskinan menurun, tetapi secara fakta justru sebaliknya.

PHK juga terjadi di mana-mana, menurut data Layoffs.fyi. sudah lebih dari 90.000 orang terpaksa jadi pengangguran di bulan Juni 2024. Ada 317 perusahaan teknologi yang terdeteksi melakukan PHK massal sepanjang 2024.(cnbcindonesia, 6/6/2024).

Kita semua merasakan bagaimana sulitnya mencari kerja dan sulitnya mendapatkan uang. Lalu, darimana data berbicara bahwa kemiskinan menurun? Kabar gembira apa yang sebenarnya rakyat Indonesia rasakan?

Dibandingkan dengan memberantas kemiskinan pemerintah justru terlihat sekadar mengutak-atik angka bagaimana caranya supaya terlihat hasil kemiskinan yang menurun. Memutar fakta bahwa sebenarnya tidak ada solusi yang diberikan secara nyata untuk rakyat Indonesia. 

Demi pencitraan, angka kemiskinan yang seharusnya menjadi satu indikator dan fokus pemerintah malah dipermainkan. Sayangnya, selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo penurunan kemiskinan memang berkurang, tetapi tidak terlalu signifikan dirasakan.

Rasanya mustahil untuk menurunkan angka kemiskinan di era kapitalisme seperti sekarang ini, melihat para pemangku kekuasaan berlomba-lomba untuk mengisi penuh kantongnya sendiri tanpa memikirkan urusan rakyat.

Segala aspek negara seperti pendidikan dan kesehatan begitu mahal. Menjadi lahan bisnis dan persaingan para korporasi besar. Monopoli pasar bukan lagi dikendalikan oleh negara melainkan ada di tangan para pemilik modal. Oligarki terus berjalan sehingga segala kebijakan yang dikeluarkan selalu berpihak kepada cukong pengusaha, tetapi selalu memberatkan rakyat.

Dari segala fakta tersebut, mana mungkin angka kemiskinan dapat turun begitu saja. Belum lagi sistem yang diemban antara negara dan rakyat seperti penjual dan pembeli, harga listrik yang mahal, harga sekolah yang mahal, harga kebutuhan pokok yang mahal menjadi bukti.

Sejatinya jika dalam Islam seorang penguasa adalah raa’in bagi rakyat, wajib menjamin kesejahteraan individu melalui kebijakan yang diemban. Wajib mendahulukan urusan umat dan menjamin kebutuhannya dari segala aspek.

Islam sebagai sistem sahih menjadikan negara sebagai pengendali pasar. Alhasil, sistem ekonomi yang dijalankan niscaya mampu memberi manfaat bagi banyak pihak bukan hanya sekadar yang punya modal saja.

Kestabilan ekonomi inilah yang akan membuat kemiskinan sedikit demi sedikit akan berkurang. Masyarakat akan dipastikan mampu membeli bahan pokok, karena dalam naungan Islam pemerintah wajib memenuhi kebutuhan pangan, sandang, hingga papan.

Lowongan kerja pastinya akan terjamin karena pemerintah akan secara serius menangani lapangan pekerjaan. Tidak akan berpangku tangan kepada para pengusaha, sebaliknya segala pola yang dilakukan oleh pengusaha akan selalu di bawah kendali pemerintah.

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak akan timpang membela satu sisi saja. Kebijakan yang adil ini membuat pengusaha tidak mudah semena-mena dalam melakukan PHK terhadap karyawannya.

Kesejahteraan ini hanya akan didapat saat Islam dijadikan sistem dalam negara, tidak perlu praktik pencitraan karena pemimpin tidak berganti setiap periode jadi tidak perlu ada persaingan sia-sia. Fokusnya hanya menjalankan sistem Islam dengan baik. Maka inilah solusi pasti demi mengentaskan kemiskinan. Para elite politisi tidak akan berebut bangku kekuasaan dan tamak akan kekayaan, karena tolok ukurnya hanya rida Allah Ta’ala. Wallahualam bisshawab.