TangerangNews.com

Miris! Ayah Jual Bayi Demi Judi Online

Rangga Agung Zuliansyah | Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:15 | Dibaca : 162


Hana Annisa Afriliani, S.S., Aktivis Dakwah, Praktisi Pendidikan dan Penulis Buku. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S., Aktivis Dakwah dan Penulis Buku

 

TANGERANGNEWS.com-Kesulitan ekonomi yang menjerat masyarakat hari ini menjadikan masyarakat gelap mata. Agama tidak lagi dijadikan rujukan dalam memutuskan perbuatan, melainkan kepentingan duniawi semata.

Wajar jika hari ini banyak orang yang melakukan judi online demi menyelamatkan perekonomian keluarga.

Ironisnya! Bukan terselamatkan ekonomi keluarganya, malahan menyeret dirinya dan keluarganya dalam kesesatan. Sebagaimana yang dialami oleh seorang ayah di Tangerang yang tega menjual bayinya seharga Rp15 juta demi mendapatkan uang untuk judi online. Bayi tersebut dijual tanpa sepengetahuan sang istri yang sedang bekerja merantau di Kalimantan. (Detik.com/09-10-2024)

Sangat jelas, bahwa judi menjadikan seseorang tak lagi menggunakan akal sehatnya. Bagaimana mungkin seorang ayah tega menjual darah dagingnya sendiri hanya untuk sebuah permainan setan? Sungguh benar bahwa ketika hawa nafsu telah menguasai diri, maka naluri dan logika akan mati.

 

Judi Perbuatan Setan

Di era kemajuan teknologi hari ini, tak hanya kebaikan yang kian mudah didistribusikan ke ruang publik, tetapi juga berbagai keburukan kian kreatif kemasannya dan kian mudah diakses berbagai kalangan. Salah satunya adalah judi online. Jika dahulu permainan judi dilakukan secara tatap muka, kini dikemas secara lebih modern yakni lewat online. Bahkan jumlah nominal harta yang dipertaruhkan pun sangat kecil, maka pelakunya pun bisa dari berbagai kalangan usia, termasuk pelajar.

Sebagaimana dilansir oleh Liputan6.com (01-07-2024) bahwa Satgas Pemberantasan Judi Online mendeteksi bahwa terdapat anak usia di bawah 10 tahun melakukan aktivitas perjudian secara online mencapai 80 ribu anak, atau 2 persen dari seluruh kategori usia pemain. Satgas Pemberantasan Judi Online juga mengungkapkan bahwa nominal transaksi untuk kalangan tersebut berkisar antara Rp10 ribu sampai Rp100 ribu. 

Inilah wujud nyata dari penerapan sistem kehidupan kapitalisme sekuler. Segala sesuatu dapat komersialisasi alias menjadi ladang bisnis, tak peduli halal ataukah haram. Janji-janji kemenangan menjadikan orang terus tergiur melakukan judi. Padahal yang diuntungkan sesungguhnya dari judi online bukanlah pemainnya melainkan bandarnya. Merekalah yang men-setting siapa yang kebagian menang dan siapa yang kalah. Semua putarannya sesungguhnya sudah diperhitungkan. Yang jelas, pelaku judi online tak kan pernah meraup untung, melainkan bangkrut.

Oleh karena itu, butuh peran negara untuk memberantas tuntas persoalan judi ini hingga ke akarnya, baik online maupun offline. Tak hanya upaya kuratif namun juga preventif. Negara wajib melakukan langkah-langkah pencegahan agar mampu mewujudkan mental masyarakat yang kuat dan tak mudah tergoda iming-iming permainan judi. Maka, dibutuhkan sistem pendidikan yang mampu menanamkan rasa takut di dalam diri setiap individu dalam melakukan perbuatan yang menyimpang. Sistem pendidikan satunya yang mampu mewujudkan hal tersebut adalah sistem pendidikan Islam karena menjalankan pengajaran berbasis akidah Islam. Menghubungkan setiap materi pembelajaran dengan keberadaan Allah Swt sebagai Dzat yang Menciptakan manusia. Sehingga akan terwujud kesadaran setiap individu akan hubungannya dengan Allah Swt. Dari situlah akan terbentuk generasi berkepribadian Islam yang akan senantiasa menakar perbuatan berdasarkan syariat Islam.

Negara juga wajib menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu, bukan mengukur kesejahteraan berdasarkan pendapatan nasional. Jika begitu, tentu saja tidak akan mendapatkan penilaian real tentang kondisi masyarakat. Karena faktanya, rakyat di negeri ini terlilit nestapa kesulitan ekonomi. Hal ini tentu ada sumbangsih negara yang telah gagal menjalankan perannya sebagai pemelihara urusan rakyatnya. Padahal negara semestinya mampu menjadi pelayan atas rakyatnya, bukan malah sibuk mempertahankan kursi demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Inilah realita hari ini, rakyat dipaksa berjuang sendiri, sementara negara sibuk menjual aset kepada swasta demi kepentingan pribadi. Miris!

Wajarlah jika rakyat banyak yang nekat menceburkan diri ke dalam aktivitas judi demi mendapatkan cuan secara instan. Karena negara gagal mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. 

 

Islam Melarang Judi

Bukan soal kerugian duniawi saja yang menjadikan kita wajib meninggalkan judi, melainkan juga karena ada larangan dari syariat dalam melakukan aktivitas tersebut. Allah Swt berfirman: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar  (minuman keras) dan judi. Katakanlah,  “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” [Al-Baqarah/2:219]

Allah juga mengingatkan bahwa judi akan menimbulkan permusuhan, "Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allâh dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)." [Al-Maidah/5: 91]

Demikianlah betapa banyak nash-nash syarak mengenai larangan bermain judi. Setiap muslim wajib tunduk pada ketentuan Allah Swt ini. Ketika berpaling pada apa yang dilarang Allah, maka sama artinya dia telah menentang Allah Swt.

Namun sayang, dalam kehidupan yang jauh dari ajaran Islam ini, setiap orang tak lagi menjadikan syariat Islam sebagai penentu benar dan salah. Negara pun tidak menjadikan Islam sebagai pengatur di tengah-tengah masyarakat, melainkan benar salah diukur dari kepentingan pribadi. Oleh karena itu, berbagai petaka pun akan menimpa rakyat ketika secara sistematis dijauhkan dari agama. Negara yang menerapkan Islam juga akan menjatuhkan sanksi tegas kepada para pelaku judi, dari hulu hingga hilirnya. Negara tidak akan bersikap lemah terhadap segala bentuk penyimpangan yang melanggar syariat. Inilah potret negara yang sahih yang darinya akan terwujud masyarakat bermartabat, mulia dan sejahtera. Wallahu'alam bi shawab