Oleh: Fajrina Laeli, S.M., Aktivis Dakwah
TANGERANGNEWS.com-“Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur waktu sidang soal rakyat” penggalan lirik lagu dari legenda Iwan Fals ini sangat menggambarkan bagaimana keadaan wakil rakyat dari zaman dahulu hingga sekarang yang masih relevan.
Setelah gegap gempita pesta demokrasi, sebanyak 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi dilantik untuk masa bakti periode tahun 2024-2029. Lima tahun ke depan, kita harus berharap kepada ratusan anggota dewan untuk mewakili kepentingan rakyat luas.
Meskipun nyatanya, harapan tersebut butuh upaya ekstra dan pembuktian dari DPR. Sebab, politik dinasti dinilai masih kental melekat dalam DPR pada periode 2024-2029. Sejumlah anggota DPR yang terpilih diketahui memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan pejabat publik, elite politik, hingga sesama anggota DPR terpilih lainnya.
Temuan ini misalnya tercermin dalam hasil riset terbaru Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Mereka mencatat bahwa sedikitnya 79 dari total 580 anggota DPR terpilih periode 2024-2029 terindikasi dinasti politik atau punya kekerabatan dengan pejabat publik. Hal ini menggores noda pesimisme memandang potret kerja DPR periode baru ke depan. (tirto.id, 2/10/2024).
Kalau sudah begini, apakah benar wakil rakyat di periode baru dapat diharapkan dan diandalkan demi kepentingan rakyat? Sementara untuk mencapai kekuasaannya saja mereka masih menggunakan cara curang dengan dinasti politik.
Namanya wakil rakyat seharusnya mewakili aspirasi rakyat. Namun faktanya, para pejabat yang duduk di kursi kekuasaan yang notabene mewakili rakyat, justru kerap kali berbalik mengkhianati rakyat. Terbukti, hingga saat ini terus bergulir kebijakan demi kebijakan yang sebenarnya menjadi pil pahit bagi rakyat, tetapi tetap juga disahkan. Buktinya, pasal karet tetap saja diputuskan walau dibarengi jeritan pilu rakyat didepan gedung parlemen seperti UU Ciptaker, kenaikan PPN, program Tapera, dan lain sebagainya.
Sebutlah seperti yang terjadi di tahun 2022 lalu hingga menjadi trending di media sosial Twitter pada Rabu (7/9/2022) dan dibicarakan lebih dari 33,3 ribu kali oleh warganet. Ketika itu, di luar gedung DPR, rakyat sedang berdemo di bawah teriknya matahari, mengharap keadilan atas kenaikan BBM.
Sayangnya, tidak ada satupun wakil rakyat yang mau menemui massa unjuk rasa. Ironisnya, pada waktu yang sama, anggota dewan sedang sibuk bersorak riuh memberikan kejutan ulang tahun untuk Puan Maharani selaku ketua DPR di dalam gedung dengan AC dan fasilitas nyaman.
Selalu acuh layaknya tidur tak sadar saat mengemban amanat rakyat. Namun, paling semangat saat mengesahkan peraturan yang menguntungkan, sampai rela kerja tengah malam. Tidak peduli kebijakan tersebut membuat rakyat meringis menuntut keadilan dan kesejahteraan.
Apakah ini gunanya anggota dewan sebagai wakil rakyat? Sebenarnya rakyat mana yang diwakili oleh mereka? Sementara rakyat sering kali dicurangi dan dikhianati oleh wakilnya sendiri.
Mirisnya, hari ini tidak ada oposisi, semua menjadi koalisi. Bekerja sama dalam membela kepentingan oligarki hingga rakyat terabaikan sehingga tak berdaya untuk melawan. Wajar saja, karena wakil rakyat hari ini bukan benar-benar dipilih melalui kompetisi beradu kemampuan, melainkan karena sistem dinasti politik yang sudah pasti tujuannya adalah memperkaya kelompok dan keluarganya tanpa peduli nasib rakyat yang diwakili.
Dahulu dalam Islam, terdapat juga semacam DPR yang bernama Majelis Ummah. Namun, pemilihan dan pelaksanaannya jelas berbanding terbalik. Majelis Umat adalah wakil rakyat yang murni dipilih oleh rakyat sebagai representasi umat.
Secara teori tugasnya sama dengan DPR yaitu menyampaikan aspirasi rakyat. Bedanya, Majelis Umat berdiri atas dasar keimanan dan takwa sehingga tidak tamak kuasa dan harta seperti yang terjadi hari ini. Majelis Umat benar-benar menjalankan tugasnya dan berdiri di barisan rakyat.
Disamping itu Majelis Umat juga tidak membuat aturan, karena dalam paradigma Islam, Al-Qur’an dna As-Sunah-lah sebagai satu-satunya sumber hukum dalam negara. Alhasil, tidak ada pasal karet atau kebijakan yang merugikan rakyat.
Kesejahteraan tersebut tentunya hanya bisa didapat dalam naungan sistem Islam. Sebab, akan berakhir sia-sia jika hanya mengandalkan pergantian anggota DPR setiap periode. Korupsi tetap merajalela, kesengsaran tetap dirasa. Sungguh, sistem rusak hari ini tidak akan pernah menjadi solusi dari berbagai permasalahan rakyat. Wallahualam bisshawab.