TangerangNews.com

Darurat Perundungan, Kenali dan Cegah Mulai dari Diri Sendiri

Rangga Agung Zuliansyah | Minggu, 8 Desember 2024 | 13:58 | Dibaca : 790


Alifia Ananda Aurora, Mahasiswi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


TANGERANGNEWS.com-Perundungan atau yang dikenal dengan Bullying merupakan tindakan menyakiti fisik atau emosional seseorang. Pelaku membentuk sebuah geng pertemanan lalu mencari target kekerasan yang dianggap lemah, pendiam, dan tidak mempunyai banyak teman.

Perundungan biasanya dilakukan secara berulang kali untuk membuat korbannya merasa terancam. Tidak jarang target dari perundungan adalah kaum disabilitas karena dianggap lemah dan berbeda.

Seperti pada kasus perundungan yang terjadi di SMPN 8 Kota Depok pada 1 Oktober 2024. Korban berinisial R merupakan anak berkebutuhan khusus, ia ditendang dan dilempari batu hingga mengenai mata dan mukanya. Penganiayaan ini membuat korban emosi dan melampiaskannya dengan memukul kaca jendela kelasnya.

Namun mirisnya, ada guru yang menganggap remeh kasus ini. Pihak sekolah pun acuh tidak acuh terhadap kasus tersebut, karena guru hanya melihat anak melukai diri sendiri dan tidak melihat ada yang memukul korban. 

Perundungan bukanlah hal yang bisa disepelekan serta harus berani melawan. Adanya diskriminasi menjadi salah satu penyebab terjadinya perundungan. Diskriminasi terjadi karena adanya prasangka yang muncul karena kurangnya pengetahuan.

Bukannya, mencari tahu dari data yang relevan, buku maupun internet, mereka lebih memilih meyakini prasangka yang diketahui banyak orang. Prasangka inilah yang membuat seseorang memperlakukan orang lain dengan cara yang berbeda.

Pelaku menganggap korban berbeda dengan teman sebayanya karena penyandang disabilitas sehingga korban akan kesulitan untuk melawan pelaku. Benar saja, korban kesulitan melawan pelaku sehingga korban melampiaskan emosi kemarahannya dengan memukul kaca jendela dan menyakiti diri sendiri.

Pihak sekolah pun seharusnya bisa bersikap adil dengan mengusut kasus perundungan sampai tuntas, karena sekolah memiliki tanggung jawab untuk melakukan Upaya pencegahan tersebut.

Jika pihak sekolah memilih bersikap apatis, maka terdapat ketentuan sanksi yang diatur dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan kekerasan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. pelanggaran terhadap pasal tersebut  dapat dikenai pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan denda paling banyak 72 juta hal ini diatur pada Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014. 

Tindakan perundungan terdiri dari kekerasan fisik, verbal, relasional dan perundungan siber. Pelaku menggunakan perundungan secara fisik dengan menendang dan melempari korban dengan batu membuat korban mengalami luka. Perlu diketahui perundungan secara fisik dapat berupa tindakan yang membuat korban merasa sakit seperti menendang, memukul, pelecehan seksual, mencekik, menginjak dan menyakiti korban. 

Pihak sekolah perlu memberikan pelatihan kepada guru agar dapat mengidentifikasi penindasan pada anak-anak penyandang disabilitas, karena mereka sulit untuk mengungkapkan perasaan mereka atau menceritakan kejadian sehingga penting untuk mengamati perubahan perilaku atau kondisi emosionalnya.

Biasanya anak penyandang disabilitas yang mengalami perundungan akan memberikan reaksi seperti gelisah, menghindari tempat atau orang tertentu, berkurangnya minat pada aktivitas yang pernah mereka nikmati, meningkatnya tanda-tanda kecemasan atau tekanan dengan memukuli kepala atau menyakiti diri sendiri dan terdapat cedera atau luka. 

Kasus perundungan dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti faktor keluarga. Ketika  melihat orang tua sering bertengkar, tidak ada waktu untuk berkumpul dengan keluarga karena orang tua sibuk bekerja dan perceraian akan mengganggu psikologi anak, membuatnya tidak memiliki tempat bercerita dan tidak mendapatkan perhatian yang dibutuhkan.

Anak akan menjadi depresi sehingga membuatnya melampiaskan perlakuan buruk yang didapatkan kepada orang lain. Alasan perlunya menghabiskan waktu bersama keluarga pertama, karena peran orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak, orang tua bisa memberikan bimbingan kepada anak dalam menghadapi teman sebaya yang nakal hingga yang mengarah pada perilaku perundungan, sehingga anak akan menjadi lebih berani melawan pelaku perundungan.

Kedua, untuk mendapatkan kepercayaan anak. Saat remaja lebih suka curhat dan berbagi pendapat dan pengalaman. Orang tua bisa menjadi teman dekat anak sebagai pendengar yang baik dan memberi nasihat kepada anak mereka ketika mereka melakukan kesalahan.

Ketiga, anak mudah berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan baru karena bimbingan yang sudah orang tua berikan akan membangun perilaku dan sifat positif bagi anak.

Faktor lingkungan sekolah. Kurangnya pengawasan dan kontribusi guru dalam mengajar di kelas membuat siswa merasa aman saat melakukan tindakan kekerasan. Guru dan sekolah memegang peran yang penting dalam mencegah tindakan perundungan ini.

Saat seseorang menjadi korban perundungan dari teman sebayanya di sekolah, peran wali kelas dibutuhkan untuk korban mencari perlindungan. Oleh karena itu, guru harus bisa menjalin komunikasi dan membangun hubungan yang baik dengan anak didiknya. Korban yang mendapatkan perhatian dan dukungan dari guru cenderung berani mencari bantuan ketika mengalami perundungan. Pihak sekolah juga harus peduli serta mengusut kasus perundungan tersebut secara tuntas. 

Faktor pertemanan yang tidak sehat. Perundungan biasa dilakukan untuk mendapatkan status, kekuasaan, persahabatan, popularitas, dan posisi sosial yang tinggi. Terkadang seseorang menjunjung tinggi persahabatan sehingga sulit menolak ajakan teman.

Pada perundungan, pelaku akan mencari korban yang dianggap lemah, tidak mempunyai banyak teman, pendiam, sulit beradaptasi dengan yang lain,  jarang membaur dan penyandang disabilitas. Ini memudahkan pelaku untuk mengancam korban agar tidak memberitahukan kepada guru, lalu korban akan mengalami kecemasan dan ketakutan sehingga memilih untuk menutupi perundungan yang mereka alami.

Teman yang sering mengajak untuk melakukan hal buruk akan membuat seseorang sulit membedakan perilaku yang benar dan salah. Hal ini juga membuat seseorang mempunyai ego yang tinggi, merasa paling benar, sulit dinasehati dan berkurangnya rasa empati. 

Faktor tontonan Media massa. Pola pikir seseorang dapat dipengaruhi oleh tontonan yang dilihat. Pada zaman sekarang, banyak siaran di televisi yang menayangkan sinetron kenakalan remaja, percintaan dan geng motor yang berkelahi, kebut-kebutan di jalan, saling mencaci maki dan hal negatif.

Di media sosial banyak tayangan berbahaya seperti kartun yang diselipkan tindakan pembunuhan, tindakan menjahili atau prank, dan menggunakan perkataan buruk. Hal ini akan mendoktrin seseorang bahwa tindakan tersebut merupakan hal yang biasa terjadi dan berbahaya jika dipraktekkan oleh remaja di lingkungannya. 

Dampak dari perundungan akan dirasakan oleh pelaku dan korbannya. Dampak buruk perundungan bagi korban akan mengalami kecemasan, ketakutan, kehilangan kepercayaan diri, merasa kesepian, depresi, gangguan kesehatan mental, penurunan prestasi akademik, bahkan bunuh diri.

Luka dari perundungan bisa menjadi trauma sampai dewasa bagi anak. Dampak buruk perundungan bagi pelaku seperti sanksi sosial, terkucilkan dari lingkungannya, penjara, dan resiko untuk menjadi pelaku kriminal, cedera akibat perkelahian dan menggunakan obat-obatan terlarang. 

Baik pihak sekolah, orang tua, masyarakat dan pemerintah memiliki peran penting dalam mengatasi dan mencegah terjadinya kasus perundungan. Solusi yang bisa terapkan, seperti pertama memberikan edukasi dan kesadaran akan pentingnya menghargai dan menerima anak penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus dengan mengkampanyekan hal tersebut melalui media sosial, televisi dan program edukasi.

Kedua, sekolah perlu menyediakan cctv untuk meningkatkan pengawasan di lingkungan sekolah. letakkan cctv di ruang kelas, tempat istirahat, lorong dan sudut-sudut sekolah. Untuk mengantisipasi perundungan yang terjadi di luar sekolah, bisa menerapkan sistem absensi digital yang bisa diakses oleh pihak orang tua, sehingga orang tua pun bisa memantau kehadiran dan kepulangan anaknya.

Pihak sekolah juga bisa memberikan pelatihan kepada guru untuk mengenali tanda-tanda siswa mengalami perundungan dan memberikan dukungan berupa layanan bimbingan konseling maupun tempat curhat untuk mengurangi rasa trauma pada korban dan bimbingan bagi pelaku.

Ketiga, orang tua memberikan teladan yang baik dengan menunjukan sikap toleransi, empati dan menghormati orang lain. Orang tua juga perlu mengajarkan anak untuk berani melawan pelaku perundungan serta membangun komunikasi terbuka agar anak tidak segan mengungkapkan hal yang terjadi. 

Keempat, menghilangkan stigma buruk masyarakat terhadap anak penyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus dan memperlakukan mereka dengan adil. Kelima, memberikan perlindungan hukum bagi korban yang sudah diatur dalam pasal 351 KUHP tentang tindak penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan pasal lainnya. 

 

Upaya pencegahan perundungan dalam pandangan agama islam

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai toleransi dan martabat seseorang. Semua manusia memiliki martabat yang sama di hadapan Allah swt. Islam mengajarkan sikap tasamuh atau saling menghargai dan menghormati orang lain yang diajarkan pada mata pelajaran Aqidah Akhlak.

Allah swt berfirman “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat: 11)

Ayat diatas menjelaskan bahwa kita dilarang mengolok-olok dan menjelek-jelekan satu sama lain karena, bisa jadi mereka yang diolok-olok itu lebih derajat nya di sisi Allah swt. Rasulullah saw pernah mengalami penindasan saat beliau hijrah ke Kota Thaif. Beliau dilempari batu dan kotoran hingga terluka.

Saat menyebarkan agama islam, Rasulullah pun sering mendapatkan makian, hinaan dan ancaman dari orang-orang kafir. Sikap Rasulullah saat mengalami penindasan yaitu, tidak membalas keburukan dengan keburukan, mendoakan kebaikan untuk pelaku, hijrah atau berpindah ke tempat yang lebih aman, bermusyawarah untuk mencari solusi, membela diri, mengoreksi diri sendiri, dan berdoa kepada Allah swt agar diberikan pengampunan, kesabaran, dan kebaikan dari ujian yang dihadapi.

Sahabat Rasulullah yang memiliki kulit hitam, seperti Bilal bin Rabah juga menjadi korban penindasan saat masih menjadi seorang budak Muawiyah bin Abu Sufyan, namun namanya sangat dinantikan oleh bidadari di surga. Sesungguhnya kita itu sama di mata Allah, mau dia kaya atau miskin, jelek atau rupawan, sempurna atau memiliki kekurangan, yang paling terbaik menurut Allah swt adalah orang yang bertakwa dan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan berbangga diri.

Seperti dalam firman-Nya “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Luqman: 18). 

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan cara-cara islam mencegah perundungan yaitu, memuliakan orang lain, tidak bersikap sombong dan membanggakan diri sebab perilaku itu akan membuat seseorang mudah menyepelekan orang lain, mengamalkan sikap tasamuh atau saling menghargai dan menghormati, diperbolehkan membela diri, tidak memandang rendah seseorang, berpindah ke tempat yang lebih aman, memiliki sifat sabar, mengoreksi diri sendiri dan mencari kebaikan pada setiap ujian atau musibah yang kita alami.