TangerangNews.com

Waspadai Narasi Toleransi Jelang Nataru

Rangga Agung Zuliansyah | Senin, 23 Desember 2024 | 15:02 | Dibaca : 100


Ni'matul Afiah Ummu Fatiya, Pemerhati Kebijakan Publik. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Ni’matul Afiah Ummu Fatiya, Pemerhati Kebijakan Publik

 

TANGERANGNEWS.com-Memang  tak ada yang salah dengan seruan Pak Menteri Agama Nasaruddin Umar, yang mengajak seluruh masyarakat untuk terus menjaga keharmonisan antar umat beragama menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2024/2025.

“Kita harus memelihara hubungan baik sebagai warga bangsa yang hidup dalam keberagaman,” ungkap Nasaruddin seperti yang dikutip radarsampit.jawapos.com Minggu, 15/12/2024. Ia juga menekankan pentingnya saling mendukung dan menghormati dalam merayakan hari besar keagamaan masing-masing.

Ia juga mengingatkan bahwa menjaga toleransi adalah bagian penting dari identitas bangsa Indonesia.

Namun perlu diperjelas, yang dimaksud toleransi di sini itu apa? Menurut Wikipedia,  toleransi adalah sikap atau perilaku yang menghargai tindakan orang lain selama masih dalam batas hukum yang berlaku. Bukankah selama ini, kita (kaum muslim) sudah menjalankan hal tersebut? Bahkan kaum muslim adalah orang-orang yang sangat toleran terhadap pemeluk agama lain. Belum pernah ada cerita kaum muslim di manapun berada menindas pemeluk agama lain. Sebaliknya, justeru banyak penindasan yang dialami kaum muslim seperti pelarangan jilbab, pembakaran Al Qur’an bahkan sampai dituduh sebagai teroris.

Terlebih lagi, seruan ini semakin gencar menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Seolah-olah ini adalah seruan kepada kaum muslim khususnya untuk mendukung atau berpartisipasi dalam perayaan hari raya umat kristiani. Kalau tujuannya ke situ, tentu ini sangat berbahaya bagi akidah umat.

 

Kenapa Berbahaya?

Akidah adalah sesuatu yang sangat mendasar. Ia merupakan fondasi yang menentukan benar salahnya keimanan seseorang. 

Islam telah melarang mencampuradukan antara yang hak dan yang batil. Dalam hal ini Rasulullah SAW telah memberikan contoh terbaik. Ketika Rasulullah SAW diajakoleh kafir Quraisy untuk menyembah berhala mereka selama satu tahun, dan mereka akan menyembah Rab beliau selama satu tahun juga, maka sikap Beliau adalah menolak. Kemudian Allah Swt menurunkan surat Al kafirun yang memerintahkan Rasulullah untuk berlepas diri dari agama mereka secara keseluruhan.

Maka ketika seorang Muslim baik atas kemauan sendiri atau karena paksaan mengikuti perayaan agama lain atau memakai atribut atau symbol-simbol agama lain, maka ini sudah termasuk penyelewengan akidah yang bisa menyeret seseorang untuk keluar dari agamanya. Faktanya, setiap menjelang  Natal dan Tahun Baru banyak Supermarket atau Mall yang memasang  atribut Natal seperti  pohon natal, terompet atau lonceng dan mewajibkan para karyawannya untuk memakai atribut seperti topi Sinterklas sebagai bentuk toleransi. Padahal sebagian mereka mungkin beragama Islam. Maka ini bukanlah bentuk toleransi yang sesungguhnya, bahkan ini adalah bentuk pemaksaan ke dalam agama tertentu (Kristen).

Oleh karena itu, umat Islam harus menolaknya karena hal itu bertentangan dengan akidah Islam. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Rasulullah Saw. sudah mengingatkan bahwa barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.

 

Penguasa Penjaga Akidah

Penguasa atau pejabat Negara, termasuk Menteri Agama adalah pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam memelihara akidah umat. Bukan seperti saat ini, para pejabat sebagian dari mereka justeru menjadi corong kaum kafir untuk menyesatkan akidah umat.

Padahal dengan akidah Islam yang kuat, umat Islam menjadi umat yang mulia dan  pernah berjaya memimpin dunia. Oleh karena pentingnya menjaga akidah ini, dalam sistem Islam ada satu departemen yang disebut Departemen Penerangan yang bertugas untuk memberikan penerangan atau penjelasan mengenai tuntunan Islam dalam menyikapi hari besar agama lain. Juga memberikan syiar dan dakwah Islam dari Negara kepada rakyatnya dalam rangka menguatkan akidah mereka.

Ada juga kadi hisbah yang bertugas mengatur interaksi umat Islam dengan non-Muslim supaya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Sehingga tidak mencampuradukakan ajaran Islam dengan Kristen  berikut budaya atau tradisi apapun atas nama toleransi. Sungguh Islam jauh sebelum orang-orang  menyerukan toleransi, telah lebih dahulu menyerukan hal itu kepada umatnya. Bahkan sudah dipraktekkan contoh nyata perbuatannya pada masa Rasulullah maupun masa Sahabat, Tabi’in dan Tabiut tabi’in serta umat Islam selanjutnya.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 256 Allah Ta’ala berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”

Salah satu contoh kisah tentang  toleransi ini bisa kita lihat pada apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw yang menjenguk dan menyuapi seorang Yahudi yang sakit.

Atau apa yang dilakukan oleh Gubernur Mesir Amr bin Ash yang menulis surat perjanjian kepada penduduk Qibthi (Kristen Koptik) di Mesir. Isi Surat itu diantaranya adalah “ Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Inilah apa yang diberikan oleh Amr bin Ash kepada penduduk Mesir berupa jaminan keamanan atas diri, agama, harta benda, gereja-gereja, salib, darat dan laut mereka.”

 

Khatimah

Demikianlah Islam telah memberikan gambaran toleransi yang sesungguhnya serta memberikan batasan-batasan yang benar. Diharapkan dengan aturan tersebut umat Islam akan senantiasa terjaga akidahnya. Keharmonisan hidup dalam keberagaman akan terpelihara karena sikap saling menghormati dan menghargai tanpa harus memaksakan umat lain berpartisipasi dalam perayaan agama mereka.

Semua ini hanya bisa terwujud ketika Islam diterapkan dalam mengatur seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena hanya Islam agama yang benar dan sempurna yang pantas memimpin umat meraih kebahagiaan yang hakiki. Wallahu A’lam.