TangerangNews.com

Hari Ibu Sebagai Momentum Menghargai Wanita, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Rangga Agung Zuliansyah | Senin, 23 Desember 2024 | 20:19 | Dibaca : 48


Fatimah Deswina Azzahra, Mahasiswi UIN Jakarta. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Fatimah Deswina Azzahra, Mahasiswi UIN Jakarta

 

TANGERANGNEWS.com-Berdasarkan perspektif agama islam, ibu adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki banyak keistimewaannya sendiri, bukan hanya dihadapan-Nya tetapi keberadaan dan kontribusinya juga sangat berpengaruh di kehidupan bersosial bahkan peradaban dunia. Sosok yang rela mempertaruhkan nyawanya demi menghadirkan sang buah hati ke dunia.

Tidak berhenti disitu, peran ibu juga sangat penting dalam pengembangan karakter anak. Mengajarkan segala sesuatu yang nilainya baik dengan harapan agar kelak sang buah hati tumbuh dengan budi pekerti yang baik, juga menjadi manfaat untuk sekitar. Dilansir laman Republika.com bahwa ibu dalam kacamata islam dimaknai sebagai poros dan sumber kehidupan. 

Berbakti kepada Kedua orang tua (birrul walidain) merupakan sifat naluri dan fitrah manusia. Dalam benak dan fikiran setiap orang pasti tertanam rasa cinta dan rasa hormat yang mendalam kepada kedua orang tuanya, baik ayah maupun ibu. Karena keduanya merupakan wasilah (perantara) atas eksistensi setiap manusia. Berkat jasa keduanya lah, Allah SWT memerintahkan untuk senantiasa berbakti kepada mereka. 

 

Kenapa harus ibu?

Mungkin sudah sering juga kita dengar dari sebuah hadist Rasulullah SAW berikut.

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ: مَنْ أَبَرُّ؟ " قَالَ: أُمَّكَ، ثُمَّ أُمَّكَ، ثُمَّ أُمَّكَ، ثُمَّ أَبَاكَ

 Dari Abu Hurairah RA ia berkata; Wahai Rasulullah SAW, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Nabi menjawab “ibumu”. Pertanyaan ini diulangi sebanyak tiga kali dengan jawaban yang sama dari Rasulullah SAW, sampai pada pertanyaan terakhir Rasulullah SAW menjawab “Kemudian adalah ayahmu”. ( H.R Bukhari Muslim )

Dari hadist diatas, tentunya Rasulullah SAW mempunyai alasan, maksud dan tujuannya sendiri. Bukan hanya sekedar penyebutan belaka. Dari Syaikh Fadhullah Al-jilani, ulama india mengatakan bahwa alasan Rasulullah SAW mengulangi perkataan “ibu” adalah karena kesulitan yang dirasakan seorang ibu semasa ia hamil.

Seorang ibu rela melakukan apa saja termasuk mengorbankan nyawanya demi keselamatan buah hatinya. Dan tidak sampai disitu, perjuangan ibu masi berlanjut pasca ia melahirkan. Ibu dengan segenap kasih sayangnya merawat anaknya agar kelak menjadi orang yang sukses seperti yang diimpikan. Dari sinilah muncul ungkapan yang dipopulerkan oleh penyair Hafizh Ibrahim ; 

الأم مدرسة لأولى

Yang artinya “Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya”.

Maksudnya ibu adalah gerbang pertama yang akan memberikan dasar-dasar pengetahuan kepada anak. Beliau yang akan pertama kali mengenalkan tentang makna kehidpan sehingga anak memahami tentang cara beretika di lingkungan Masyarakat yang berlaku di tempat ia tinggal dan menetap.

Seorang Wanita, terutama seorang ibu sebenarnya memiliki multi-tasking untuk menyelesaikan semua tugas dan persoalan dalam semua peran yang ia jalankan. Apalagi jika seorang ibu bukan hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Ia memiliki peran yang sangat krusial jika ia menjadi seorang pemimpin dalam suatu organisasi publik. Atribut kewanitaan seperti empatik dan keibuan merupakan sifat-sifat bawaan yang menjadi potensi berharga dalam proses kepemimpinan. 

Menjadi pemimpin adalah hak setiap manusia yang tidak dibatasi oleh gender. Ajaran agama islam pun memberikan peluang seperti itu seperti yang tertera di hadit R.A Bukhari bahwasannya 

كلكم راع و كلكم مسؤول عن رعيته

Yang artinya setiap diri kita adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kita. 

Dari sini dapat kita ambil, kiasan “surga dibawah telapak kaki ibu” merupakan kiasan yang memiliki arti yang sangat mendalam. Bagaimana pentingnya seorang ibu itu tidak hanya berdampak pada kehidupan kita di dunia ini tapi juga sangat berdampak di kehidupan akhirat kita kelak. Maka kita wajib berbakti kepada kedua orang tua kita, terutama kepada ibu. 

 

Makna dan Tujuan Hari Ibu

Tujuan diadakannya hari ibu tidak hanya sebatas menghargai Perempuan sebagai seorang ibu. Melainkan menjadi momentum untuk menghargai peran Wanita di semua aspek kehidupan, baik seorang ibu, atau sebagai pengajar dan pendidik, pekerja ataupun sebagai warga negara. 

Tujuan peringatan hari ibu pada dasarnya adalah mengapresiasi dan mengenang perjungan Perempuan di Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. Maka dari itu ditetapkan hari ibu pada kongres Perempuan Indonesia III pada 22 desember 1928 di Bandung. Selain itu momentum hari ibu juga sebagai pengungkapan penghargaan dan terima kasih kepada seorang ibu atas jasa-jasanya selama ini. 

 

Lalu Bagaimana Hukum Merayakan hari ibu dalam islam?

Ada banyak sekali ajarab islam yang menjelaskan tentang penting dan wajibnya menghargai seorang ibu dan orang tua. Salah satunya seperti hadist R.A Bukhari yang sudah disebutkan diatas. Sebagaimana dikutip dari laman NU online bahwa peran dna kedudukan seorang ibu dan orang tua dalam islam sangatlah penting. Sebagai anak, kita hendaknya wajib untuk senantiasa berbakti dan menghormati kedua orang tua kita khususnya kepada ibu. 

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, maka para ulama menyimpulkan bahwa hukum merayakan hari ibu dalam islam hukumnya adalah mubah atau diperbolehkan. Hal ini sebagai bentuk rasa Syukur dan berterima kasih serta berbakti kepada kedua orang tua, khususnya ibu.

Lebih lanjutnya, dalam kompilasi fatwa mufti besar mesir dan grand syekh Al-azhar as-sarif syekh Dr. Ali Jum’ah Muhammad menyebutkan diperbolehkannya memperingati hari ibu

السُّؤَالُ مَا حُكْمُ الإِحْتِقَالِ بِعِيْدِ الأُمِ وَ هَلْ هُوَ بِدْعَةُ؟ الجَوَابُ وَ مِنْ مَظَاهِرِ تَكْرِيْمِ الأُمِّ الإِتِقَالُ بِهَا وَ حُسْنُ بِرِّهَا وَ الإشحْسَانُ إِلَيْهَا وَ لَيْسَ فِي الشَّرْعِ مَا يَمْنَعُ مِنْ أنْ تَكُوْنَ هُنَاكَ مُنَاسَبَةُ لِذلكَ يُُعَبرُ فِيْها  الأبنَاء عَنْ بِرِّهِم بِاُمَّتهمْ فإِنَّ هاذا أمْرُ تنظِيْمِي لاَ حَرَجَ فِيْهِ

Artinya;

“(Pertanyaan) Bagaimana hukum peringatan hari ibu? Apakah termasuk dalam bid’ah?

(jawaban) Termasuk dalam wujud nyata dalam memuliakan seorang ibu adalah menggelar suatu peringatan untuknya dan bersikap bersikap baik padanya. Dalam syariat tidak ada larangan mengenai Tindakan yang selaras dengan praktik tersebut yang dinilai oleh seorang anak sebagai bentuk kepatuhan dengan ibu mereka. Maka hal ini termasuk kegiatan yang tertata Dan tidak terdapat dosa di dalamnya (Ali Jumu’ah, Al-bayan lima yusghilul adzhan, {kairo, darul muttaqam} juz I, halaman 205) 

Dijelaskan di dalam majalah al-Azhar Edisi 317, sejumlah ulama yang memperbolehkan perayaan hari ibu itu diantaranya Syekh Syauqi Allam, Syekh Ali Jum’ah, Syekh Abdul Fattah, Syekh Muhammad Ismail Bakar, dan Lembaga fatwa mesir ( darul ifta al-mishriyyah). Mereka mengatakan bahwa peringatan hari ibu merupakan salah satu bentuk bakti seorang anak kepada orang tuanya.

Hari ibu bukanlah hari raya agama tertentu, seperti halnya eid adha dan eid fitri dalam islam. Maka tidak ada aktivitas khusus yang dianjurkan dalam pelaksanaan perayaannya. Tata cara peringatan nya Kembali lagi kepada pribadi masing-masing.  Biasanya, orang-orang akan merayakannya dengan memberikan hadiah yang bermanfaat kepada ibunda nya seperti kue, kado, bunga dan lain sebagainya. Umati slam merayakannya dengan perayaan yang bersifat humanis saja, tidak belebihan.  Umat islam tidak boleh merayakannya dengan perilaku yang bertentangan dengan syariat agama. 

Para ulama juga menegaskan bahwasannya perayaan ini bukanlah termasuk bid’ah. Karena yang termasuk bid’ah hanya akan berlaku untuk urusan ibadah yang menyeleweng dari syari’atnya.