TangerangNews.com

Minyakita: Kecurangan Akibat Tersingkirnya Peran Negara

| Kamis, 13 Maret 2025 | 22:32 | Dibaca : 103


Ni'matul Afiah Ummu Fatiya, Pemerhati Kebijakan Publik (@TangerangNews / Istimewa)


Oleh: Ni’matul Afiah Ummu Fatiya, Pemerhati Kebijakan Publik

 

TANGERANGNEWS.com-Lagi-lagi rakyat dicurangi! Setelah heboh bensin oplosan kini muncul minyakita oplosan. Banyaknya temuan minyak goreng kemasan Minyakita yang isinya dibawah satu liter di pasaran, menunjukkan bahwa kecurangan senantiasa ada. Ironisnya hal ini terjadi di bulan Ramadan.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan hal itu setelah melakukan sidak ke Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta selatan.

“Volumenya (Minyakita) tidak sesuai, seharusnya 1 liter tetapi hanya 750 hingga 800 mililiter. Ini adalah bentuk kecurangan yang merugikan rakyat, terutama di bulan Ramadan saat kebutuhan bahan pokok meningkat,” ujar Amran seperti yang dikutip TEMPO.CO (9 Maret 2025).

Menurut Amran, ada tiga produsen Minyakita yang Melakukan kecurangan yaitu PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN) dan PT Tunasagro Indolestari. Mereka melakukan kecurangan dengan mengurangi takaran serta menjual dengan harga melebihi harga eceran tertinggi (HET) Yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Padahal, Menteri Perdagangan Budi Santoso sebelumnya telah menyatakan bahwa sudah tidak ada Minyakita yang isinya dibawah satu liter. Menurutnya, unggahan video tentang Minyakita yang berisi 750 mililiter baru-baru ini merupakan kasus lama yang pernah ditangani oleh pemerintah. “Saat ini, polisi masih melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Navyta Nabati Indonesia,” lanjutnya.

Berbeda lagi dengan temuan dari satgas pangan Kabupaten Magetan, Jawa Timur, mereka selain menemukan takaran minyak yang tidak sesuai dengan label yang tertera di kemasan, juga kualitasnya yang tidak sesuai standar yang diduga adalah minyak goreng curah yang dikemas ulang.

 

Kapitalis Membuka Celah Kecurangan

Adanya minyak oplosan hingga takaran yang tidak sesuai antara isi dan label yang tertera serta harga yang melebihi anjuran pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah tak berdaya menghadapi para korporat. Peran negara yang seharusnya sebagai raa’in atau pengurus rakyat, termasuk dalam masalah distribusi kebutuhan pangan menjadi tersingkirkan. Ini karena para korporat yang lebih mendominasi dan mengambil alih peran itu, sementara negara hadir hanya untuk menjamin iklim bisnis yang kondusif bagi para korporat tersebut.

 

Berulangnya kasus Minykita, menunjukkan bahwa pemerintah tidak tegas dalam menindak para pelaku kecurangan. Sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera. Sebaliknya, mereka malah semakin bebas melebarkan sayapnya, menguasai dan mengendalikan distribusi seluruh kebutuhan pokok rakyat dari hulu sampai ke hilir. Semua itu terjadi karena libealisasi ekonomi yang dianut oleh sistem demokrasi kapitalis 

 

Kecurangan adalah Zalim

Dalam sistem demokrasi saat ini, kecurangan menjadi sesuatu yang biasa ditempuh sebagian orang demi meraih tujuan, mendapatkan keuntungan. Sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang lahir dari sistem ini telah menghalalkan yang demikian itu. Maka wajar jika kecurangan demi kecurangan senantiasa ada dalam berbagai lapisan masyarakat.

Padahal apapun alasannya, kecurangan yang dilakukan oleh para oknum pengusaha merupakan salah satu bentuk penipuan, ini jelas perbuatan zalim. Di balik keuntungan yang mereka raih, banyak masyarakat yang menjerit karena merasa dirugikan. Namun, negara lamban bahkan terkesan diam.

Islam sebagai agama yang sempurna telah melarang umatnya melakukan kecurangan, termasuk di sini adalah mengurangi timbangan atau takaran. Rasulullah saw. Pernah bersabda :

“Bukanlah termasuk umatku orang yang melakukan penipuan,” (HR Ibnu Majah dan Abu Dawud).

Begitupun dalam Qur’an surat Al-Mutaffifin  Allah swt mengancam orang-orang yang mengurangi takaran dengan neraka Wail.

 

Islam Memelihara Urusan Rakyat

Persoalan minyak bukan sekedar persoalan yang menyangkut segelintir orang atau perusahaan saja.  Bahkan lebih dari itu, minyak merupakan kebutuhan pokok masyarakat, maka persoalan minyak merupakan persoalan negara karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Islam telah menetapkan pengaturan hajat hidup rakyat berada di bawah kendali pemerintah. Hal itu karena pemimpin dalam Islam adalah raa’in atau pengurus urusan umat. Paradigma memimpin dalam Islam adalah mengurus rakyat dalam pelayanan, bukan bisnis atau keuntungan. Maka pemenuhan kebutuhan pokok dan mekanismenya menjadi tanggung jawab Negara. Dilaksanakan sesuai ketentuan syariat, tidak boleh diserahkan kepada  korporasi.

Selain menjaga pasokan produk pangan seperti minyakita, negara juga wajib mengawasi rantai distribusinya dan menghilangkan segala penyebab distorsi pasar. Dengan demikian tidak akan terjadi kecurangan yang terus berulang. Jika masih ada pihak yang melakukan kecurangan seperti kasus minyakita oplosan, maka negara akan menindak tegas. Pelaku bisa dilarang melakukan usaha produksi hingga perdagangan.

Negara juga akan menempatkan qadhi hisbah di pasar-pasar untuk mengantisipasi adanya kecurangan. Qadhi hisbah akan berkeliling melakukan inspeksi pasar dan segera melakukan tindakan ketika mendapati adanya pihak yang melakukan kecurangan di TKP.

 

Khatimah

Demikianlah seharusnya yang dilakukan oleh negara dalam melindungi hak-hak warga negaranya. Memastikan seluruh rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya dengan mudah dan murah. Selain itu juga mengawasi distribusi bahan pangan dan tidak memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha untuk memonopoli pasar sehingga menghalangi rakyat untuk mengaksesnya.

Semua itu tidak bisa kita dapatkan dalam sistem yang ada saat ini. Maka sudah seharusnya kita campakkan sIstem yang telah menyengsarakan ini. Lalu kita kembali kepada sistem yang mampu menjamin semua itu, yakni sistem Islam. Sistem yang diturunkan oleh Allah swt Yang Maha Bijaksana.

Wallahualam bissawwab.[]