TANGERANGNEWS.com- Setiap 1 Mei, Indonesia memperingati Hari Buruh, bahkan menetapkannya sebagai hari libur nasional. Namun, pernahkah bertanya-tanya kenapa Hari Buruh selalu identik dengan aksi demonstrasi?
Ternyata, kebiasaan demonstrasi saat Hari Buruh berakar dari sejarah panjang perjuangan buruh di masa lalu.
Dilansir dari kanal YouTube Indonesia Baik, peringatan Hari Buruh berakar di Amerika Serikat pada tahun 1886, ketika ribuan buruh menuntut diberlakukannya sistem kerja 8 jam sehari.
Saat itu, buruh dipaksa bekerja antara 12 hingga 20 jam per hari dalam kondisi yang berat. Perjuangan ini melibatkan sekitar 350.000 buruh yang turun ke jalan dan memicu gerakan serupa di berbagai kota lain seperti New York dan Louisville, bahkan hingga ke Eropa dan Australia.
Puncak dari gerakan ini terjadi pada Kongres Buruh Internasional di Paris, Prancis, tahun 1889. Di situlah tanggal 1 Mei resmi ditetapkan sebagai Hari Buruh Sedunia atau Mayday, sekaligus memperjuangkan hak buruh untuk bekerja maksimal 8 jam sehari.
Di Indonesia, peringatan Hari Buruh mulai dilakukan sejak 1 Mei 1918 atas prakarsa serikat buruh Kung Tang Hwee. Saat itu, latar belakangnya adalah kondisi buruh yang menerima upah sangat kecil dan sewa tanah yang murah, membuat hidup mereka penuh keterbatasan.
Namun, pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, perayaan Hari Buruh sempat dilarang. Aktivitas buruh saat itu dianggap berpotensi subversif dan berkaitan dengan ideologi komunis. Baru setelah era Reformasi, peringatan Hari Buruh kembali dihidupkan.
Sejak masa kemerdekaan, tepatnya 1 Mei 1948, Presiden Soekarno menetapkan Hari Buruh sebagai tanggal penting nasional melalui perubahan Undang-Undang Kerja Nomor 12 Tahun 1948. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2013, Hari Buruh akhirnya diresmikan menjadi hari libur nasional. Sejak itu, tiap tahu Hari Buruh mengangkat berbagai isu ketenagakerjaan global.
Di negara demokrasi seperti Indonesia, demonstrasi memperingati Hari Buruh merupakan hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan aspirasi. Meski demikian, perlu diingat bahwa demo harus tetap berlangsung damai dan tidak anarkis.