TANGERANGNEWS- Mabes Polri tidak akan membiarkan gembong teroris nomor satu Noordin M. Top dan jaringannya bebas berkeliaran lebih lama. Polisi berjanji maksimal 41 hari lagi seluruh kasus pengeboman JW Marriott dan Ritz-Carlton tuntas. Penyidik juga dilaporkan sudah menyiapkan teknik serta strategi untuk meringkus para pengebom dalam waktu singkat. ’’Selama ini, pengungkapan tak lebih dari dua bulan. Kasus yang Bali itu 41 hari selesai. Mari kita beri semangat teman-teman yang kerja di lapangan,’’ tegas Kadivhumas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna kemarin (31/7). Meski belum mengumumkan secara resmi jumlah orang yang sudah diperiksa, polisi yakin ’’operasi besar’’ yang dimulai beberapa waktu lalu itu akan membuahkan hasil maksimal. ’’Sesuai yang sudah disampaikan Kapolri, ada kemajuan positif,’’ katanya. Tak main-main, polisi juga berani menargetkan bisa menangkap seluruh anggota jaringan pengebom sebelum HUT Ke-64 Kemerdekaan RI. ’’Memang, targetnya sebelum 17 Agustus, kami diperintah secepatnya,’’ ujar sumber INDOPOS yang terlibat aktif dalam pengungkapan kasus teror bom tersebut. ’’Kami kerja modal bismillah saja,’’ tambahnya. Tapi, lanjut sumber di lingkungan Mabes Polri itu, langkah cepat tersebut bukannya tanpa koordinasi yang matang. ’’Kami sangat terbantu oleh Densus 88 di tingkat polda. Setiap ada info, mereka segera merespons dengan cepat dan sangat efisien,’’ ungkapnya. Soal Ibrohim, misalnya, Densus 88 Polda Jawa Barat (Jabar) sudah memeriksa beberapa orang di Kuningan, Jabar. ’’Mereka hanya dimintai informasi untuk melacak Ibrohim dan kakaknya,’’ jelas sumber itu. Nama Maruto Jati Sulistyo juga terpantau radar Densus 88 Polda Jawa Tengah. ’’Dia masih kontak dengan keluarga menggunakan nomor prabayar sekali pakai,’’ kata sumber itu. Kontak siapa? Apakah ibunya? Sumber tersebut menolak menjelaskan lebih detail. ’’Masih didalami oleh teman-teman di Jateng,’’ ungkapnya. Di bagian lain, munculnya ’’pengakuan’’ bom bunuh diri di internet menjadi berkah tersendiri bagi penyidikan kasus itu. Asli atau palsu, situs berlabel bushro yang di-posting secara gratis di situs blogspot tersebut justru menguntungkan polisi. ’’Terjadi dinamika yang luar biasa di bawah tanah. Kami melihat satu per satu kelompok yang dicurigai punya kedekatan dengan kelompok Noordin mulai muncul memberi komentar,’’ jelas seorang perwira di Mabes Polri. Menurut sumber itu, website yang hingga tadi malam masih bisa diakses dan menerima 2.190 komentar tersebut menjadi perdebatan di kelompok orang-orang yang dicurigai. ’’Kami menunggu saja. Mereka akan saling tuding dan mencari pengkhianat dalam kelompok,’’ tuturnya. Dia menolak membeberkan kelompok mana saja yang hingga kini masih menjadi ’’rumah’’ bagi jaringan Noordin. ’’Yang jelas, dari sisi penyidikan, ini positif. Sama sekali tidak mengganggu,’’ katanya. Kelompok Noordin, lanjut dia, selalu punya komunitas yang bisa melindungi atau justru menyuplai kader. ’’Noordin itu membajak kader orang lain. Mereka yang sudah punya dasar-dasar pemahaman tentang amaliyah jihad dan sirriyatul tanzhim (gerakan bawah tanah, Red) bisa terbujuk tanpa sadar,’’ ungkapnya. Hal itu memang terbukti saat Densus 88 menangkap jaringan teror Palembang tahun lalu. Kelompok Noordin berhasil membajak kader Forum Anti Pemurtadan (Fakta) Palembang, Abdurrahman Taib, 35. Abdurrahman yang tak pernah belajar di pesantren tersebut sebelumnya lebih dikenal sebagai juru obat alternatif. Dari aktivitas itulah dirinya mulai dilabeli sebutan baru: ustad. Padahal, dia merasa pengetahuannya tentang Islam masih dangkal. Aktivitasnya terus berkembang, termasuk aktif dalam Forum Anti Pemurtadan (Fakta) Palembang. Dari Fakta, Abdurrahman yang aktif berdakwah ke pelosok-pelosok kampung tersebut akhirnya berkenalan dengan Ustad Sugandhi, 42. Sugandhi yang juga telah ditangkap polisi itu merupakan alumnus Afghanistan 1987–1992 yang aktif dalam sebuah ponpes di Sumsel. ’’Saya yang belum jauh ilmunya mengikuti Ustad Gandhi, organisasi Fakta tidak ada kaitan apa pun dengan kasus ini,’’ kata Abdurrahman kepada wartawan koran ini saat rekonstruksi 23 Oktober 2008. Seorang perwira lain menjelaskan, jaringan perlindungan kelompok pengebom mempunyai pola yang khas. Ada beberapa tipe yang sudah diidentifikasi polisi. Yang pertama berupa hubungan famili atau kekerabatan. ’’Contohnya, Ahmad Kandai seorang terdakwa penyerangan terhadap presiden Soekarno 1959. Dia punya tiga anak. Yakni, Farihin yang menyuplai bahan peledak ke Poso (2003), lalu Abdul Jabbar terpidana kasus bom kedutaan Filipina (2000), dan Solahudin terpidana pengeboman Atrium Senen (2001),’’ jelas sumber itu. Hubungan Amrozi, Ali Imron, dan Mukhlas juga menunjukkan bahwa kekerabatan merupakan sarana terbaik untuk berlindung. ’’Banyak contoh lain. Misalnya, terpidana kasus bom Kedutaan Australia, ada tiga yang bersaudara. Yakni, Iwan Rois, Jaja, dan Awaluddin. Karena itu, Noordin selalu berusaha mengikatkan diri ke tali pernikahan,’’ tegasnya. Selain kekerabatan, ada hubungan guru dan murid. ’’Contohnya, pengebom bom Bali I Arnasan yang merupakan murid Imam Samudra. Lalu, Asamar Latin Sani pengebom Marriott 2003 adalah murid Rois dan Heri Golun pengebom kedutaan Australia 2004 murid Abu Fida,’’ katanya. Lalu, kelompok teroris juga punya hubungan yang kuat dengan madrasah atau pondok pesantren yang memberi perlindungan. ’’Saya tak mau menyebut contoh. Nanti berkembang yang negatif,’’ ujar perwira yang bertahun-tahun memiliki jabatan penting di bidang pengungkapan teror tersebut. Tapi, ada juga yang sekadar hubungan pertemanan. Bahkan, sekadar kenal lalu membantu. ’’Misalnya, pengebom JW Marriott 2003 Asmar Latin Sani merupakan teman Toni Togar. Tak terlalu akrab, tapi Toni kena pasal antiterorisme,’’ ungkapnya. (ir/jp)