Bupati Jadi Wartawan. ----------------------------- Oleh : Kaka Suminta suminta@gmail.com Dalam era reformasi nampaknya apapun dianggap sah dan bisa dilakukan atas nama demokrasi dan kebebasan. Misalnya saja kamis 30 Juli lalu Bupati Subang melakukan demonstrasi ke Kejaksaan Negeri (kejari) Subang. Dalam orasinya ia mengatasnamakan ketua Dewan Pimpinan Daerah sebuah organisasi wartawan. Demikian juga dalam surat pemberithuan kepada polisi seteempat ia menyebutkan diri sebagai wartawan. Pasal yang didemo sang bupati adalah dirinya yang dijadikan tersangka kasus korupsi upah pungut dalam anggaran daerah yang melibatkan mantan kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Agus Muharam yang kini kasusnya sudah memasuki tahap pemeriksaan di Pengadilan negeri Subang. Fenomena seorang bupati yang melakukan demo ke kejaksaan tentunya cukup menarik dan langka apalagi dalam pemerintahan Orba dulu, sepenjang kepemimpinan Suharto tak ada fenomena demikian. Satu hal yang perlu disoroti adalah pernyataan bupati yang mengatasnamakan wartawan dalam demonya, bahkan ia mengaku sebagai pimpinan organisasi wartawan tingkat provinsi Jawa Barat. Kita perlu mengkaji fenomena ini secara jernih dengan mengedepankan pemahaman bahwa keberadaan wartawan adalah sebagai profesi yangmencari, mengolah, menyimpan dan menyampaikan berita untuk kepentingan publik, sehingga kita seringkali resah saat mengetahui banyknya penyalahgunaan profesi ini yang dilakukan bukan untuk kepentingan publik. Mungkin saatnya kalangan wartawan sendiri melakukan introspeksi terhadap keberadaan dan kiprahnya selam ini, sehingga banyak sekali keluhan terkait sepak terjang wartawan, termasuk adanya orang yang tidak bekerja pada media atau melakukan tugas-tugas reportase mengalku wartawan dan mengantongi kartu identitas wartawan. Akan halnya bupati yang mengaku wartawan, kitapun jadi bertanya-tanya apa motivasi sang bupati melakukan itu, apakah posisinya sebagai bupati kurang memberi kepercayaan diri saat menyampaikan aspirasinya kepada pihak lain seperti kejaksaan. Bukankah bupati sebagai pimpinan pemerintah daerah bisa melakukanya melalui forum yang lebih terhormat, jika itu berkaitan dengan kepentingan rakyat. Tak kurang dari anggota Dewan Pers Leo Sabam Batubara menanggapi sinis perilaku sang bupati. Leo menyatakan bahwa ia meras geli dengan perilaku bupati yang mengatasnamakan wartawan, karena menurutnya profesi wartawan tugasnya melakukan kritik dan koreksi terhadap penyelenggaraan negara disamping fungsi edukasi dan hiburan, sehingga ia merasa tidak memahami cara berfikir sang bupati yang memposisikan diri sebagai wartawan dalam aksi demonya, apalagi jika demo itu dilakukan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dalam pemerintahanya. Kita harus mulai memilah mana yang bisa dilakukan atas nama kebebasan dan demokrasi dan mana yang tidak etis untuk dilakukan. Karena nampaknya etika penyelenggara negara kini semakin menjadi sorotan publik, karena saat ini banyak perilaku penyelenggara negara yang tidak memperhatikan norma dan etika lagi, demikian juga dalam profesi wartawan sendiri perlu pembenahan swedemikian rupa sehingga profesi ini tidak disalahgunakan untuk kepentingan lain selai untuk kemerdekaan pers dan kepentingan publik -- Kaka Suminta Jl. Kartini Gg. Kutilang No 2 Soklat Subang.