TANGERANGNEWS-Komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menuntaskan reformasi birokrasi hingga ke level terbawah masih diragukan. Upaya pemerintah menaikkan gaji pokok PNS diyakini tidak menjamin birokrasi menjadi lebih efisien."Belum ada terobosan besar dalam reformasi birokrasi, selain sekadar kenaikan gaji pegawai," kata anggota Komisi II DPR Andi Yuliani Paris dalam diskusi Reformasi Birokrasi Pasca Pilpres di gedung DPD, Senayan, Rabu (5/8). Yuliani mengkritisi pidato presiden dalam Sidang Paripurna Luar Biasa DPR, Senin lalu. SBY menyampaikan bahwa alokasi anggaran belanja pegawai di RAPBN 2010 Rp 161,7 triliun. Jumlah itu naik Rp 28 triliun (21 persen) dari porsi anggaran 2009. Penambahan itu, di antaranya, untuk meningkatkan gaji pokok PNS rata-rata 5 persen. SBY menegaskan, sepanjang 2004?2009 pemerintah telah meingkatkan pendapatan PNS sampai 2,5 kali lipat. SBY lantas berani memastikan bahwa reformasi birokrasi di seluruh kementerian dan lembaga negara akan tuntas pada 2011. Menurut Yuliani, kenaikan gaji pegawai tidak ada efeknya tanpa diiringi perangkat sistem evaluasi birokrasi yang jelas. Dari situ akan diketahui secara terukur apakah birokrasi sudah efektif dan efisien atau belum. "Kita tahu sampai sekarang birokrasi masih melayani dirinya sendiri, bukan orang lain," kata legislator berjilbab dari PAN itu. Di tempat sama, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ferry Mursydan Baldan menyarankan agar pemerintah menghapus Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Menurut Ferry, keberadaan BKD tidak menjadi support system di daerah dalam menata struktur kepegawaian yang pas. Mereka lebih sebagai instrumen kepala daerah untuk mengintervensi struktur, rekrutmen, dan promosi para pegawai daerah. "Ini imbas dari pilkada juga," ujarnya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR M. Said Abdullah mengkritisi RAPBN 2010 yang tidak memihak pro kemiskinan. Itu karena hanya Rp 37 triliun untuk pemeliharaan kesra dan kelembagaan sosial. "Ini sekaligus mengingkari janji presiden sendiri untuk secepatnya mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja," jelas Said. Yang lebih menyakitkan, lanjut dia, adalah penghapusan program bantuan langsung tunai (BLT). Menurut dia, pemerintah terlalu sibuk dengan belanja aparatur yang meningkat drastis dan hampir tidak tersisa untuk masyarakat. Karena itu, DPR dalam pembahasan RAPBN nanti akan melaksanakan reorientasi penajaman program sehingga anggaran 2010 kelak benar-benar pro-poor budgeting. Di satu sisi, Said bersyukur karena rasio utang turun. Tapi, di sisi lain dia pusing saat mengetahui pemanfaatan utang sangat tidak berkualitas. Itu karena pemerintah terkesan berputar-putar menjaga stabilitas ekonomi makro. "Padahal, data BPS menunjukkan daya topang ekonomi mikro terhadap kelangsungan pembangunan lima tahun terakhir sangat nyata," ujarnya. Secara terpisah, pengamat politik UI Andrinof A. Chaniago mengatakan, dalam konteks Indonesia saat ini, kunci perbaikan kinerja PNS bukan pada peningkatan gaji. Perbaikannya adalah melalui pergantian "bibit-bibit" baru PNS secara bertahap dengan mental yang lebih baik. Karena itu, sistem rekrutmen, postur birokrasi, dan pendidikan di internal harus diperbaiki. "Kenaikan gaji hanya sebatas memperbaiki kesejahteraan PNS. Jangan berharap hal itu akan meningkatkan kinerja mereka di birokrasi dalam memberikan pelayanan publik," tandasnya. (ir/jp)