TANGERANGNEWS.com-Data dan algoritma mulai mendominasi kehidupan manusia. Revolusi digital telah mengintegrasikan dunia fisik, digital (kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence ) dan biologis (biometic), sehingga terjadi perubahan mendasar dalam cara hidup manusia. Namun ke arah mana kehidupan manusia di masa depan?.
Tantangan zaman saat ini, bersatunya dua kemajuan yang diciptakan manusia sendiri, yaitu Artificial Intelligence (AI) dan Biometric.
Siti Nur Azizah, bakal calon Wali Kota Tangerang Selatan angkat bicara terkait tantangan menjadi kepala daerah di era digital ini. Ia menyampaikan, dibutuhkan seorang kepala daerah yang visioner, yang tidak hanya berkutat pada angka-angka statistik, namun mampu menjawab tantangan zaman.
Azizah menyampaikan hal itu di forum Diskusi Publik bertajuk "Mencari Sosok Kepala Daerah yang Sesuai dengan Aspirasi Publik" yang digelar DPD Partai Gerindra Banten, di Sekretariat DPD partai berlambang burung garuda itu, di Kota Serang, Banten, Minggu (9/2/2020).
Bagi Azizah, yang didaulat menjadi narasumber bersama Irna Nuralita (Bupati Pandeglang) dan Ratu Tatu Chasanah (Bupati Serang), membangun Sumber Daya Manusia (SDM) harus menjadi prioritas utama.
Sebab, 30 tahun lagi, generasi saat ini yang baru memasuki bangku Sekolah Dasar (SD), akan hidup di zaman yang serba berbeda di masa depan.
Azizah merujuk pada pemikiran Yuval Noah Harari yang tiga bukunya populer di dunia internasional. Yuval meramalkan, puncak dari revolusi digital ini akan terjadi pada tahun 2050, dimana algoritma akan membuat banyak keahlian yang saat ini dimiliki manusia menjadi usang (kadaluwarsa).
Waktu 30 tahun lagi itu, bagi Azizah adalah seperti sudah di depan mata. Pada masa itu, banyak profesi akan kadaluwarsa, dan mungkin banyak ilmu dan profesi yang masa pakainya tidak lama dan kemudian orang harus di-training ulang untuk keahlian baru.
"Itu 30 tahun lagi, bukan waktu yg panjang. 20 tahun lagi (2040) pasti sudah sangat terasa oleh kita semua," ujarnya kepada awak media usai diskusi tersebut.
Ia mensimulasikan, 20 tahun itu artinya saat anak yang masuk SD hari ini dan 30 tahun adalah masa anak-anak yang lahir tahun ini. Artinya lagi, metode mendidik anak tidak bisa seperti cara mendidik anak selama ini. Sekolah harus berubah karena metode belajar sekarang sudah tidak relevan. Guru tidak bisa lagi mengajar seperti cara mengajar yang sudah kadaluwarsa.
"Saya bicara ini sekarang untuk menggugah kita, untuk mulai menyadari masalah krusial ini. Agar semua pihak yang berkompeten mulai melakukan tindakan-tindakan strategis yang relevan, mulai dari mengkaji lebih dalam untuk mengetahui masalahnya sampai merumuskan rekomendasi solusi," tegasnya.
Sementara, kata dia, dunia pendidikan saat ini masih berkutat pada hal-hal klasik, seperti angka partisipasi murni (APM) sekolah yang masih rendah, kekurangan infrastruktur sekolah, disamping masalah lainnya.
"Saya berpandangan ada hal mendasar yang sudah bisa kita lakukan atau perbaiki dari sekarang," katanya.
Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di era 2050 itu, lanjutnya, sudah mulai dirasakan saat ini, ketika pengguna ponsel pintar dijejali berbagai informasi yang tidak sepenuhnya dibutuhkan.
Algoritma akan selalu mengintai pengguna internet sampai suatu saat lebih tahu dari pada manusia itu sendiri. Mulai dari makanan yang disukai, tempat wisata favorit, sampai lagu yang pas untuk berbagai situasi.
"Itulah salah satu yang melatar belakangi visi kami menjadikan Kota Tangsel kota kelas dunia, yang akan lebih fokus pada pendidikan, termasuk menyediakan ruang berekspresi bagi anak-anak dan warga, menyediakan ruang interaksi antar warga, agar mereka berkomunikasi dan berkolaborasi untuk masa depan mereka," pungkasnya.(RMI/HRU)